27 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Hasil Survei: Orang Miskin di Sumut Tambah 96,22 Ribu Jiwa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada September 2020, angka kemiskinan di Sumatera Utara berjumlah 1.356,72 ribu jiwa atau sebesar 9,14 persen dari total penduduk. Berdasarkan data ini, ada peningkatan jumlah kemiskinan di Sumut dibandingkan tahun 2019. Hal ini tidak lepas imbas dari pandemi Covid-19.

WARGA MISKIN: Pemukiman warga miskin di salah satu kawasan Bagian Utara Kota Medan. Jumlah warga miskin di Sumut pada tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019.

“Tercatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.260,50 ribu jiwa atau sebesar 8,63 persen pada September 2019, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 96,22 ribu jiwa hingga September 2020 dan peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,51 poin,” kata Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi dalam siaran persnya secara daring, Senin (1/3).

Namun, jika dibandingkan dengan keadaan semester lalu pada Maret 2020, ungkap Syech Suhaimi, dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.283,29 ribu jiwa dengan persentase 8,75 persen, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebanyak 73,43 ribu jiwa dan peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,39 poin.

“Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2020 – September 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 60,5 ribu jiwa sedangkan di perdesaan naik sebanyak 12,9 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 8,73 persen menjadi 9,25 persen, dan di pedesaaan naik dari 8,77 persen jadi 9,02 persen,” jelas Syech.

Dia menyebutkan, secara umum, periode 2008–September 2020 tingkat kemiskinan di Sumut mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, September 2014 hingga September 2015 yang dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. “Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, untuk perkembangan Garis Kemiskinan September 2019–September 2020, pada September 2020 garis kemiskinan di Sumut sebesar Rp505.236 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp520.529- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan Rp486.642,- per kapita per bulan.

“Dibandingkan Maret 2020 garis kemiskinan Sumut pada September 2020 naik 0,46 persen yaitu dari Rp502.904 perkapita per bulan menjadi Rp505.236 perkapita per bulan. Garis kemiskinan di perkotaan naik 0,45 persen, yaitu dari Rp518.218 perkapita per bulan menjadi Rp520.529 perkapita per bulan. Sedangkan garis kemiskinan di perdesaan naik 0,40 persen dari Rp484.717 per kapita per bulan menjadi Rp486.642 per kapita per bulan,” ujarnya.

Sementara itu, dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2020 sebesar 74,94 persen.

Menurutnya, pada September 2020, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap GK baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama. Beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (18,13%) maupun di perdesaan (25,70%). “Empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar GK di perkotaan adalah rokok kretek filter (11,07%), cabe merah (7,60%), tongkol/tuna/cakalang (3,57%), dan telur ayam ras (3,39%).

Demikian juga di perdesaan, empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok kretek filter (12,33%), cabe merah (5,76%), telur ayam ras (2,80%), dan gula pasir (2,74%),” sebutnya.

Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (5,77%) maupun di perdesaan (5,66%). Empat komoditi bukan makanan lainnya penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di perkotaan adalah listrik (3,22%), bensin (3,16%), biaya pendidikan (2,66%), dan biaya angkutan (2,28%). Sedangkan di pedesaan, adalah bensin (2,22%), biaya pendidikan (1,88%), biaya Angkutan (1,45%) dan listrik (1,42%).

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Menurut Status Kemiskinan, September 2019–Maret 2020, Suhaimi menyebutkan, peningkatan penduduk miskin dipengaruhi naiknya jumlah penduduk status miskin dari 840,5 ribu jiwa (5,73%) menjadi 870,1 ribu jiwa (5,86%). “Di sisi lain penduduk dengan status sangat miskin pada periode yang sama naik dari 442,8 ribu jiwa (3,02%) menjadi 486,6 ribu jiwa (3,28%). Pada September 2020 ini juga terlihat penduduk hampir miskin naik dari 1.311,7 ribu jiwa (8,94%) menjadi 1.469,1 ribu jiwa (9,90%) dibandingkan Maret 2020,” ujarnya. (gus)

Sementara itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode Maret 2020 – September 2020, secara umum Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan sedikit peningkatan.

“Indeks Kedalaman Kemiskinan dari 1,513 meningkat menjadi 1,599. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,388 menjadi 0,458 pada periode yang sama.

Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauh dari garis kemiskinan (semakin dalam) dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin meningkat,” ujarnya.

Sebagaimana keadaan pada tahun sebelumnya, pada September 2020, Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan. Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk perdesaan sebesar 1,671, sementara di perkotaan 1,540 dan Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perdesaan sebesar 0,535 sedangkan di perkotaan hanya 0,386.

“Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih jauh di bawah garis kemiskinan dibanding di perkotaan, begitu juga tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dibanding daerah perkotaan,” tandasnya. (gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada September 2020, angka kemiskinan di Sumatera Utara berjumlah 1.356,72 ribu jiwa atau sebesar 9,14 persen dari total penduduk. Berdasarkan data ini, ada peningkatan jumlah kemiskinan di Sumut dibandingkan tahun 2019. Hal ini tidak lepas imbas dari pandemi Covid-19.

WARGA MISKIN: Pemukiman warga miskin di salah satu kawasan Bagian Utara Kota Medan. Jumlah warga miskin di Sumut pada tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019.

“Tercatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.260,50 ribu jiwa atau sebesar 8,63 persen pada September 2019, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 96,22 ribu jiwa hingga September 2020 dan peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,51 poin,” kata Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi dalam siaran persnya secara daring, Senin (1/3).

Namun, jika dibandingkan dengan keadaan semester lalu pada Maret 2020, ungkap Syech Suhaimi, dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.283,29 ribu jiwa dengan persentase 8,75 persen, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebanyak 73,43 ribu jiwa dan peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,39 poin.

“Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2020 – September 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 60,5 ribu jiwa sedangkan di perdesaan naik sebanyak 12,9 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 8,73 persen menjadi 9,25 persen, dan di pedesaaan naik dari 8,77 persen jadi 9,02 persen,” jelas Syech.

Dia menyebutkan, secara umum, periode 2008–September 2020 tingkat kemiskinan di Sumut mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, September 2014 hingga September 2015 yang dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. “Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, untuk perkembangan Garis Kemiskinan September 2019–September 2020, pada September 2020 garis kemiskinan di Sumut sebesar Rp505.236 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp520.529- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan Rp486.642,- per kapita per bulan.

“Dibandingkan Maret 2020 garis kemiskinan Sumut pada September 2020 naik 0,46 persen yaitu dari Rp502.904 perkapita per bulan menjadi Rp505.236 perkapita per bulan. Garis kemiskinan di perkotaan naik 0,45 persen, yaitu dari Rp518.218 perkapita per bulan menjadi Rp520.529 perkapita per bulan. Sedangkan garis kemiskinan di perdesaan naik 0,40 persen dari Rp484.717 per kapita per bulan menjadi Rp486.642 per kapita per bulan,” ujarnya.

Sementara itu, dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2020 sebesar 74,94 persen.

Menurutnya, pada September 2020, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap GK baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama. Beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (18,13%) maupun di perdesaan (25,70%). “Empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar GK di perkotaan adalah rokok kretek filter (11,07%), cabe merah (7,60%), tongkol/tuna/cakalang (3,57%), dan telur ayam ras (3,39%).

Demikian juga di perdesaan, empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok kretek filter (12,33%), cabe merah (5,76%), telur ayam ras (2,80%), dan gula pasir (2,74%),” sebutnya.

Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (5,77%) maupun di perdesaan (5,66%). Empat komoditi bukan makanan lainnya penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di perkotaan adalah listrik (3,22%), bensin (3,16%), biaya pendidikan (2,66%), dan biaya angkutan (2,28%). Sedangkan di pedesaan, adalah bensin (2,22%), biaya pendidikan (1,88%), biaya Angkutan (1,45%) dan listrik (1,42%).

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Menurut Status Kemiskinan, September 2019–Maret 2020, Suhaimi menyebutkan, peningkatan penduduk miskin dipengaruhi naiknya jumlah penduduk status miskin dari 840,5 ribu jiwa (5,73%) menjadi 870,1 ribu jiwa (5,86%). “Di sisi lain penduduk dengan status sangat miskin pada periode yang sama naik dari 442,8 ribu jiwa (3,02%) menjadi 486,6 ribu jiwa (3,28%). Pada September 2020 ini juga terlihat penduduk hampir miskin naik dari 1.311,7 ribu jiwa (8,94%) menjadi 1.469,1 ribu jiwa (9,90%) dibandingkan Maret 2020,” ujarnya. (gus)

Sementara itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode Maret 2020 – September 2020, secara umum Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan sedikit peningkatan.

“Indeks Kedalaman Kemiskinan dari 1,513 meningkat menjadi 1,599. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,388 menjadi 0,458 pada periode yang sama.

Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauh dari garis kemiskinan (semakin dalam) dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin meningkat,” ujarnya.

Sebagaimana keadaan pada tahun sebelumnya, pada September 2020, Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan. Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk perdesaan sebesar 1,671, sementara di perkotaan 1,540 dan Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perdesaan sebesar 0,535 sedangkan di perkotaan hanya 0,386.

“Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih jauh di bawah garis kemiskinan dibanding di perkotaan, begitu juga tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dibanding daerah perkotaan,” tandasnya. (gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/