JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perbankan memiliki kesempatan menawarkan fasilitas uang muka hingga nol persen kepada debitur.
Sebab, Bank Indonesia (BI) merealisasikan rencana pelonggaran aturan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR).
Kebijakan tersebut termuat dalam pengaturan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV).
Itulah rasio pinjaman yang diterima debitur KPR. Besar kecilnya LTV akan memengaruhi uang muka.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, pelonggaran uang muka KPR berlaku untuk pembelian rumah pertama. ’
’Untuk rumah pertama, kami tidak mengatur besarnya LTV. Jadi, itu (kebijakan) setiap bank sesuai dengan manajemen faktor risiko,’’ kata Perry, Jumat (29/6).
Namun, tidak semua bank diperbolehkan menawarkan uang muka atau down payment (DP) nol persen.
Pelonggaran hanya berlaku untuk bank dengan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) net di bawah lima persen.
Khusus untuk KPR, NPL gross-nya juga mesti kurang dari lima persen.
Dalam aturan sebelumnya, bank sentral menetapkan besar uang muka pembelian rumah pertama minimal sepuluh persen dari harga rumah.
LTV rumah kedua adalah 80 persen (uang muka 20 persen). Rumah berikutnya berlaku di interval lebih tinggi lima persen.
BI juga melonggarkan fasilitas kredit melalui mekanisme inden menjadi maksimal lima tahun tanpa melihat urutan.
Bank sentral juga menyesuaikan pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit properti inden dengan lebih ringan.
Jika sebelumnya pencairan kredit baru bisa dilakukan setelah pembangunan fondasi selesai, kini hal itu dapat dilakukan setelah akad kredit. Besaran pencairannya 30 persen.
Setelah pembangunan fondasi, kredit bisa cair 50 persen. Kemudian, setelah tutup atap, bisa dikucurkan 90 persen.
Namun, dalam proses inden tersebut, bank wajib memastikan tidak terjadi pengalihan kredit kepada debitur lain pada bank yang sama maupun bank lain.
Pembatasan itu ditetapkan untuk jangka waktu minimal satu tahun.
Selain itu, implementasi pelonggaran inden tersebut hanya berlaku bagi bank yang memiliki kebijakan yang memperhatikan kemampuan debitor untuk melakukan pembayaran.
’’Bank juga wajib memastikan transaksi dalam pemberian kredit dan pencairan bertahap harus dilakukan melalui rekening bank dari debitor dan developer,’’ imbuh Perry. (ken/agf/res/c14/sof/ram)