TANGERANG, SUMUTPOS.CO – Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AmErika Serikat membawa dampak terhadap sektor industri di wilayah Tangerang. Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang mencatat hingga akhir September 2015 lalu, tercatat sebanyak 12.000 buruh di PHK dan 15.000 buruh lainnya dirumahkan oleh pihak perusahaan.
Ribuan buruh yang di-PHK dan terancam dirumahkan, mayoritas berasal dari sektor garmen dan logam. Hal ini lantaran, bahan baku produksi untuk kedua sektor tersebut, harus diimpor dari luar negeri dan tergantung terhadap mata uang dolar AS, akan tetapi hasil produksinya dijual di dalam negeri dengan menggunakan kurs rupiah.
“Khusus untuk sektor logam, meskipun pihak perusahaan impor barang pakai dolar, tidak bisa serta merta menaikkan nilai jual produk di dalam negeri, mengingat daya beli masyarakat terus melemah. Hal inilah yang membuat sejumlah perusahaan tersebut merugi dan terpaksa memberhentikan dan merumahkan karyawannya,” ujar Kadisnaker Kota Tangerang, Abduh Surrahman, Kamis (1/10).
Selain itu kata Abduh dari sektor perbankan, ada dua bank yang melaporkan akan merumahkan dan melakukan PHK terhadap karyawannya, terutama usianya sudah dianggap tidak produktif lagi. Sedangkan untuk sektor Garmen, ada sebanyak 1.850 buruh sudah di-PHK dan tercatat sebanyak 580 buruh dari industri logam dan elektronik mengalami hal serupa.
”Laporan terakhir, Bank CIMB melakukan penawaran pensiun dini kepada sekitar delapan orang pegawai sedangkan Bank Danamon berencana melakukan PHK, tapi belum lapor ke kita,” jelasnya.
Masih kata Abduh, guna mengatasi lesunya industri, Pemkot Tangerang mulai membuka kerja sama perdagangan dengan Singapura. Lewat kerja sama, produk dari Kota Tangerang akan dipasarkan di negara itu dan negara-negara ASEAN lain.
“Kita dorong dulu perusahaan agar bisa bertahan. Kita pantau bagaimana proses produksi dan perkembangan perusahaan ke depannya. Yang pasti, PHK merupakan pilihan terakhir bagi perusahaan,” tegasnya.
Pihaknya menyarankan agar perusahaan lebih dulu menjalankan dua opsi sebelum memberlakukan PHK. Opsi pertama, adalah pengurangan produksi barang dan pengurangan jam kerja buruh. Opsi kedua, merumahkan buruh dengan mengurangi beberapa tunjangan selain tunjangan pokok.
“Sejauh ini baru kedua sektor industri tersebut yang melakukan perumahan terhadap buruh. Industri lain baru melakukan pengurangan jam kerja untuk efisiensi,” tegasnya.
Ketua Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Kota Tangerang, Riden Hatam Aziz mengaku sejumlah perusahaan, khsususnya sektor logam seperti pabrik peleburan besi merupakan sektor yang paling merasakan dampak melemahnya nilai tukar rupiah. ”Data terakhir yang kami catat, ada sebanyak 100-150 orang buruh yang terpaksa di-PHK dan ratusan lainnya terpaksa dirumahkan,” jelas Riden.
Dijelaskan Riden, salah satu upaya pihak perusahaan agar tidak melakukan PHK dan merumahkan karyawan saat ini adalah dengan mengurangi shift, meniadakan lembur. Hal ini lanjutnya sangat berpengaruh terhadap pendapatan buruh dan semakin memperpuruk kondisi.
“Solusinya menurut kami, pemerintah harus menurunkan harga kebutuhan pokok yang menimbulkan dampak multi player efek, seperti harga BBM,” kata Riden.
Sementara itu, Pengurus Apindo Kota Tangerang, Edy Mursalim menilai nilai tukar rupiah yang melemah berpengaruh besar terhadap industri. Terutama bagi pengusaha yang menggunakan bahan baku impor dan spare part dari impor.
”Kalu kondisi ini terus dibiarkan, maka akan sangat berbahaya bagi kita sebagai pengusaha. Karena, otomatis biaya yang kita keluarkan akan semakin tinggi, sedangkan kita juga tidak bisa seenaknya menaikkan harga mengingat produk yang dihasilkan kebanyakan disalurkan ke pasar lokal,” tutur Edy. (feb/jpg/ril)