25 C
Medan
Thursday, March 20, 2025

Untuk Kembangkan Industri Hilir

Gapki Tuntut Roadmap Hilirisasi Cpo

NUSA DUA- Industri hilir CPO harus memiliki struktur yang kuat agar bisa berkembang di masa mendatang.
Karenanya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah untuk menyusun roadmap (aturan/kebijakan) yang jelas mengenai industri hilir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) nasional. Hal itu dikatakan Sekjen Gapki Joko Supriyono.

“Industri hilir adalah keniscayaan terhadap Indonesia.  Namun, industri hilir harus didalami supaya benar dan terstuktur kuat dan keberlanjutannya ada. Perlu roadmap jelas mengenai industri hilir apa yang harus kita kembangkan,” kata Joko di sela acara 7th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2012 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (1/12).

Apabila ada roadmap yang jelas, lanjutnya, maka akan diketahui seperti apa regulasi-regulasi yang bisa mendukung perkembangan industri CPO terutama di sektor hilir. “Perlu didukung oleh regulasi yang seperti apa. Tidak bisa yang sifatnya jangka pendek. Instrumen harus dirubah untuk mengembangkan industri yang jangka panjang,” jelasnya.
Di sisi lain, Gapki juga meminta agar pemberlakuan moratorium Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 10 Tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam dan lahan gambut diberhentikan pada Mei 2013.

“Moratorium diberlakukan selama dua tahun. Memang harus kita jalani. Tapi, kita berharap itu tidak tidak diperpanjang lagi. Pasalnya, sedikit menghambat industri CPO nasional. Cukuplah dua tahun. Mudah-mudahan bisa selesai,” paparnya.

Ketua Bidang Penelitian dan Lingkungan Hidup Gapki sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk Daud Dharsono menjelaskan, apabila moratorium diberhentikan, maka pelaku usaha CPO nasional akan kembali melakukan ekspansi bisnis.

Gapki, kata dia, berharap ada aksi konkrit yang dilakukan oleh pemerintah terkait industri CPO. Daud mencontohkan, harmonisasi regulasi, penyelesaian perijinan, peningkatan produktivitas, serta penyediaan dana riset.
“Sehingga pada Mei 2013, segala sesuatunya sudah beres. Peraturan sudah harmonis. Sehingga kita bisa tancap gas lagi untuk mencapai target pemerintah maupun informal kita yakni produksi mencapai 40 juta ton di 2014 mendatang,” ungkapnya.

Daud menambahkan, setelah moratorium berhenti, sebaiknya produksi CPO nasional bisa ditingkatkan menjadi lima ton per hektare (ha) dari 3,5 ton. “Moratorium diberikan kepada produsen baru yang mendapatkan izin baru. Harus diikuti peningkatan produktivitas dari 3,5 ton per ha menjadi lima ton,” tuturnya.

Untuk merealisasikan hal tersebut, lanjutnya, Gapki akan bekerja sama dengan pihak petani dan pemerintah secara intensif. “Gapki mau kerja sama dengan petani plasma. Gapki dan pemerintah saling berkoordinasi,” pungkasnya. (net/jpnn)

Gapki Tuntut Roadmap Hilirisasi Cpo

NUSA DUA- Industri hilir CPO harus memiliki struktur yang kuat agar bisa berkembang di masa mendatang.
Karenanya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah untuk menyusun roadmap (aturan/kebijakan) yang jelas mengenai industri hilir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) nasional. Hal itu dikatakan Sekjen Gapki Joko Supriyono.

“Industri hilir adalah keniscayaan terhadap Indonesia.  Namun, industri hilir harus didalami supaya benar dan terstuktur kuat dan keberlanjutannya ada. Perlu roadmap jelas mengenai industri hilir apa yang harus kita kembangkan,” kata Joko di sela acara 7th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2012 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (1/12).

Apabila ada roadmap yang jelas, lanjutnya, maka akan diketahui seperti apa regulasi-regulasi yang bisa mendukung perkembangan industri CPO terutama di sektor hilir. “Perlu didukung oleh regulasi yang seperti apa. Tidak bisa yang sifatnya jangka pendek. Instrumen harus dirubah untuk mengembangkan industri yang jangka panjang,” jelasnya.
Di sisi lain, Gapki juga meminta agar pemberlakuan moratorium Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 10 Tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam dan lahan gambut diberhentikan pada Mei 2013.

“Moratorium diberlakukan selama dua tahun. Memang harus kita jalani. Tapi, kita berharap itu tidak tidak diperpanjang lagi. Pasalnya, sedikit menghambat industri CPO nasional. Cukuplah dua tahun. Mudah-mudahan bisa selesai,” paparnya.

Ketua Bidang Penelitian dan Lingkungan Hidup Gapki sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk Daud Dharsono menjelaskan, apabila moratorium diberhentikan, maka pelaku usaha CPO nasional akan kembali melakukan ekspansi bisnis.

Gapki, kata dia, berharap ada aksi konkrit yang dilakukan oleh pemerintah terkait industri CPO. Daud mencontohkan, harmonisasi regulasi, penyelesaian perijinan, peningkatan produktivitas, serta penyediaan dana riset.
“Sehingga pada Mei 2013, segala sesuatunya sudah beres. Peraturan sudah harmonis. Sehingga kita bisa tancap gas lagi untuk mencapai target pemerintah maupun informal kita yakni produksi mencapai 40 juta ton di 2014 mendatang,” ungkapnya.

Daud menambahkan, setelah moratorium berhenti, sebaiknya produksi CPO nasional bisa ditingkatkan menjadi lima ton per hektare (ha) dari 3,5 ton. “Moratorium diberikan kepada produsen baru yang mendapatkan izin baru. Harus diikuti peningkatan produktivitas dari 3,5 ton per ha menjadi lima ton,” tuturnya.

Untuk merealisasikan hal tersebut, lanjutnya, Gapki akan bekerja sama dengan pihak petani dan pemerintah secara intensif. “Gapki mau kerja sama dengan petani plasma. Gapki dan pemerintah saling berkoordinasi,” pungkasnya. (net/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru