JAKARTA- Kondisi pelabuhan yang tidak steril dinilai menjadi penyebab utama mudah masuknya barang selundupan ke Indonesia melalui kapal-kapal penumpang resmi seperti yang terjadi saat penindakan KM Kelud beberapa hari lalu.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono, menyatakan dalam beberapa aksi penindakan, Ditjen Bea Cukai selalu mendapat perlawanan yang luar biasa dari sejumlah mafia yang mudah masuk area pelabuhan.
“Yang membuat sulit (menindak) itu karena pelabuhannya tidak steril, jadi pelabuhan itu seharusnya tidak boleh ada orang yang tidak berkepentingan di sana, tapi tukang soto, jualan, preman bisa masuk,” katanya dalam saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan baru-baru ini.
Karena tidak sterilnya kondisi pelabuhan tersebut membuat Ditjen Bea Cukai sulit mengontrol saat penindakan dan membuat para petugas kehilangan kesempatan.
“Selain itu karena dulu kami bekerja sendirian (sebelum menindak KM Kelud) jadi saat melakukan penindakan, kami mendapat perlawanan luar biasa dari mafia. (Orang) belakangnya besar,” bebernya.
Agung mengungkapkan selama setahun terakhir ada sekitar 2.900 kasus yang ditemukan dengan modus serupa yaitu penyelundupan dan pemuatan barang-barang terlarang (lartas). Tidak hanya KM Kelud, Ditjen Bea Cukai juga kerap menemukan di daerah Timur seperti Sabah Malaysia, Manado, Pare-Pare, Makasar, Kupang, Surabaya, Cirebon dan Banyuwangi ada kapal seperti Balpres.
“Kalau dalam bentuk kapal besar ada tujuh kali, Kelud barang umum, laiinya BBM dengan menggunakan kapal tanker,” ungkapnya.
Untuk penangkapan KM Kelud milik PT Pelni sendiri, ungkapnya, karena Ditjen mempunyai hubungan kerja sama yang baik antara Bea Cukai, Polimlamil AL, Kepolisian dan Bais. “Semuanya bisa didukung karena ini salah satu modus besar. Nanti di Timur juga begitu,” ujarnya.
Selain kondisi pelabuhan yang tidak steril, ternyata kondisi geografis di sekitar pelabuhan di mana barang masuk tersebut banyak memiliki jalan-jalan tikus sebagai akses jalur ilegal.
“Itu antara lain di lintas batas. Jadi di titik lintas batas seperti Entikong, Jayapura apalagi jalur-jalur yang masuk ke pelabuhan tikus. Selat malaka itu rawan,” terangnya.
Hal tersebut bukan karena penjagaannya yang memang tidak ketat namun adanya pelabuhan-pelabuhan yang tidak resmi itu lah yang tidak bisa dikondisikan untuk diatur dari sisi geografis yang mendukung.
“Anda pernah lihat pantai Sumatera, dari ujung ke ujung itu ribuan kapal-kapal kecil, ratusan pelabuhan tangkahan, jadi memang kondisi geografisnya sulit diatasi. Itu pelabuhan tidak resmi,” ungkap Agung.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok berhasil melakukan penindakan muatan KM Kelud milik PT Pelni asal Batam pada 2 November 2012 yang berisi barang selundupan berpotensi rugikan negara Rp 100 Miliar. Dari barang-barang berjumlah 5.338 packages tersebut, 3000 di antaranya tidak memenuhi syarat aspek kepabeanan. (net/jpnn)