26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Penurunan Harga Tiket Pesawat LCC, ASITA: Masih Sebatas Wacana

istimewa
RAMAI: Para penumpang pesawat memadati terminal kedatangan di Bandara Internasional Kualanamu, Deliserdang, belum lama ini. ASITA menilai, kebijakan penurunan harga tiket LCC masih sebatas wacana.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Sumut, Solahuddin Nasution menyoroti kebijakan dadakan yang dikeluarkan pemerintah terkait penurunan tiket pesawat kategori Low Cost Carier (LCC). Menurut Solahuddin, penurunan harga tiket itu hanya sebatas wacana. Buktinya, hingga kini harga tiket pesawat domestic masih terasa mahaln

“Sampai hari ini (kemarin, Red), penurunan harga tiket pesawat masih sebatas wacana. Belum ada realisasi. Tiket masih terasa mahal,” kata Solahuddin kepada Sumut Pos, Rabu (3/7).

Solahuddin mengatakan, untuk kondisi ini, Pemerintah harus serius membuat regulasi keseluruhan soal harga tiket pesawat domestik. Karena, berdampak dengan dunia pariwisata di tanah air ini. “Pemerintah harus hadir sebagai regulator. Selama ini maskapai berlindung di balik peraturan tarif batas atas dan tarif batas bawah. Peraturan inikan pemerintah yang buat dalam hal ini Kemenhub. Makanya tarif batas atas harus direvisi pemerintah,” jelas Solahuddin.

Ia mengungkapkan, Pemerintah Pusat dengan kementerian terkait, harus menjadikan situasi harga tiket pesawat ini memberikan kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Agar penetapan yang jelas penurunan biaya transportasi udara itu. “Kita harapkan realisasi penurunan harga, jangan setengah hati, jangan wacana saja. Jangan hanya di media dibilang turun harga, kenyataannya di lapangan tetap mahal,” pungkasnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi juga menyoroti kebijakan penurunan harga tiket pesawat kategori Low Cost Carier (LCC). Menurutnya, upaya pemerintah menurunkan tiket pesawat LCC atau pesawat berbiaya rendah lantaran tidak adanya sejumlah fasilitas itu sangat dipahami sebagai bentuk langkah pemasaran. Sebab, penurunan tiket tidak diberlakukan secara penuh, tetapi hanya ditetapkan pada waktu tertentu saja.

Turunnya tiket tersebut hanyalah gimic marketing saja, alias tipuan pada konsumen. Sebab, turunnya tiket hanya pada jam dan hari non-peak session (tidak padat).

Tanpa diminta pun pihak maskapai akan menurunkan tarif tiketnya pada jam dan hari non peak session tersebut. “Jadi turunnya tiket pesawat hanya kamuflase saja,” ungkapnya dalam siaran tertulis, Rabu (3/7).

Dia pun mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiket sebesar 10 persen dan PPN avtur sebesar 10 persen. Kedua komponen tersebut katanya dapat menurunkan besaran tarif tiket pesawat secara signifikan. “Di banyak negara tidak ada PPN tiket dan avtur, jadi pemerintah harus bersikap fair, jangan hanya maskapai saja yang diinjak agar tarifnya turun, tetapi pemerintah tidak mau ‘bagi bagi beban’ alias mau menang sendiri,” ungkapnya.

Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat ditegaskannya menyalahi regulasi soal Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB), sehingga bisa menjadi kebijakan kontraproduktif. “Yakni sisi keberlanjutan finansial maskapai udara yang menjadi taruhannya dan endingnya konsumen justru akan dirugikan,” imbuhnya.

PT Angkasa Pura II Beri Insentif

Dalam upaya mendukung tiket pesawat murah, PT Angkasa Pura II (AP II) berkomitmen memberikan insentif jasa kebandarudaran, sehingga meringankan biaya operasional maskapai. Insentif diberikan hingga Desember 2019.

Meskipun masih ada kemungkinan dievaluasi kembali agar tiket maskapai penerbangan berbiaya hemat (low-cost carrier/LCC) dapat ditekan hingga 50 persen dari tarif batas atas pada Senin, Kamis, dan Sabtu, pada pukul 10.00-14.00 WIB. Di mana hal ini sesuai dengan hasil rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian pada Senin, 1 Juli 2019.

President Director AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, insentif tersebut berdampak langsung terhadap penurunan biaya operasional maskapai. Konsep Insentif kali ini merupakan operation incentive yang memang akan langsung menurunkan biaya operasional maskapai. “Sehingga kami berharap tarif tiket penerbangan LCC juga akan lebih terjangkau,” ujarnya.

Insentif pada jam tertentu, bertujuan agar jadwal penerbangan dapat terbagi rata di seluruh jam operasional bandara. Sehingga pengunaan slot penerbangan di masing-masing bandara menjadi lebih efektif dan efesien. Pemberian insentif di jam tertentu itu agar penerbangan tidak menumpuk hanya pada golden time di pagi dan sore hari. “Dengan demikian operasional maskapai dan bandara dapat lebih optimal meningkatkan utilisasi alat produksinya dalam melayani masyarakat,” jelas dia.

Operation incentive tersebut merupakan insentif kedua yang merupakan insentif jasa pelayanan pesawat dibandara. Yaitu jasa pendaratan dan penempatan pesawat udara yang diberikan AP II kepada maskapai. “Setelah sebelumnya perseroan telah menawarkan marketing incentive kepada maskapai yang masih diberikan AP II sampai dengan saat ini. Yaitu New Route Incentives, New Airlines Entrance Incentives, Red Eye Incentives dan Unschedule Flight Incentives dengan metode cash back,” pungkas dia. (gus/bbs)

istimewa
RAMAI: Para penumpang pesawat memadati terminal kedatangan di Bandara Internasional Kualanamu, Deliserdang, belum lama ini. ASITA menilai, kebijakan penurunan harga tiket LCC masih sebatas wacana.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Sumut, Solahuddin Nasution menyoroti kebijakan dadakan yang dikeluarkan pemerintah terkait penurunan tiket pesawat kategori Low Cost Carier (LCC). Menurut Solahuddin, penurunan harga tiket itu hanya sebatas wacana. Buktinya, hingga kini harga tiket pesawat domestic masih terasa mahaln

“Sampai hari ini (kemarin, Red), penurunan harga tiket pesawat masih sebatas wacana. Belum ada realisasi. Tiket masih terasa mahal,” kata Solahuddin kepada Sumut Pos, Rabu (3/7).

Solahuddin mengatakan, untuk kondisi ini, Pemerintah harus serius membuat regulasi keseluruhan soal harga tiket pesawat domestik. Karena, berdampak dengan dunia pariwisata di tanah air ini. “Pemerintah harus hadir sebagai regulator. Selama ini maskapai berlindung di balik peraturan tarif batas atas dan tarif batas bawah. Peraturan inikan pemerintah yang buat dalam hal ini Kemenhub. Makanya tarif batas atas harus direvisi pemerintah,” jelas Solahuddin.

Ia mengungkapkan, Pemerintah Pusat dengan kementerian terkait, harus menjadikan situasi harga tiket pesawat ini memberikan kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Agar penetapan yang jelas penurunan biaya transportasi udara itu. “Kita harapkan realisasi penurunan harga, jangan setengah hati, jangan wacana saja. Jangan hanya di media dibilang turun harga, kenyataannya di lapangan tetap mahal,” pungkasnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi juga menyoroti kebijakan penurunan harga tiket pesawat kategori Low Cost Carier (LCC). Menurutnya, upaya pemerintah menurunkan tiket pesawat LCC atau pesawat berbiaya rendah lantaran tidak adanya sejumlah fasilitas itu sangat dipahami sebagai bentuk langkah pemasaran. Sebab, penurunan tiket tidak diberlakukan secara penuh, tetapi hanya ditetapkan pada waktu tertentu saja.

Turunnya tiket tersebut hanyalah gimic marketing saja, alias tipuan pada konsumen. Sebab, turunnya tiket hanya pada jam dan hari non-peak session (tidak padat).

Tanpa diminta pun pihak maskapai akan menurunkan tarif tiketnya pada jam dan hari non peak session tersebut. “Jadi turunnya tiket pesawat hanya kamuflase saja,” ungkapnya dalam siaran tertulis, Rabu (3/7).

Dia pun mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiket sebesar 10 persen dan PPN avtur sebesar 10 persen. Kedua komponen tersebut katanya dapat menurunkan besaran tarif tiket pesawat secara signifikan. “Di banyak negara tidak ada PPN tiket dan avtur, jadi pemerintah harus bersikap fair, jangan hanya maskapai saja yang diinjak agar tarifnya turun, tetapi pemerintah tidak mau ‘bagi bagi beban’ alias mau menang sendiri,” ungkapnya.

Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat ditegaskannya menyalahi regulasi soal Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB), sehingga bisa menjadi kebijakan kontraproduktif. “Yakni sisi keberlanjutan finansial maskapai udara yang menjadi taruhannya dan endingnya konsumen justru akan dirugikan,” imbuhnya.

PT Angkasa Pura II Beri Insentif

Dalam upaya mendukung tiket pesawat murah, PT Angkasa Pura II (AP II) berkomitmen memberikan insentif jasa kebandarudaran, sehingga meringankan biaya operasional maskapai. Insentif diberikan hingga Desember 2019.

Meskipun masih ada kemungkinan dievaluasi kembali agar tiket maskapai penerbangan berbiaya hemat (low-cost carrier/LCC) dapat ditekan hingga 50 persen dari tarif batas atas pada Senin, Kamis, dan Sabtu, pada pukul 10.00-14.00 WIB. Di mana hal ini sesuai dengan hasil rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian pada Senin, 1 Juli 2019.

President Director AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, insentif tersebut berdampak langsung terhadap penurunan biaya operasional maskapai. Konsep Insentif kali ini merupakan operation incentive yang memang akan langsung menurunkan biaya operasional maskapai. “Sehingga kami berharap tarif tiket penerbangan LCC juga akan lebih terjangkau,” ujarnya.

Insentif pada jam tertentu, bertujuan agar jadwal penerbangan dapat terbagi rata di seluruh jam operasional bandara. Sehingga pengunaan slot penerbangan di masing-masing bandara menjadi lebih efektif dan efesien. Pemberian insentif di jam tertentu itu agar penerbangan tidak menumpuk hanya pada golden time di pagi dan sore hari. “Dengan demikian operasional maskapai dan bandara dapat lebih optimal meningkatkan utilisasi alat produksinya dalam melayani masyarakat,” jelas dia.

Operation incentive tersebut merupakan insentif kedua yang merupakan insentif jasa pelayanan pesawat dibandara. Yaitu jasa pendaratan dan penempatan pesawat udara yang diberikan AP II kepada maskapai. “Setelah sebelumnya perseroan telah menawarkan marketing incentive kepada maskapai yang masih diberikan AP II sampai dengan saat ini. Yaitu New Route Incentives, New Airlines Entrance Incentives, Red Eye Incentives dan Unschedule Flight Incentives dengan metode cash back,” pungkas dia. (gus/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/