Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Aulia Ersyah Marinto menuturkan, pengusaha e-commerce ingin pemerintah mengadakan dialog lebih lanjut mengenai penerapan pajak untuk e-commerce. ’’Ini bukan soal kami keberatan. Bukan kami tidak propajak. Tapi, soal substansinya. Sebab, tata kelola hanya menyebut nama marketplace. Padahal, medianya kan banyak, termasuk medsos,’’ tegasnya kemarin (4/10).
Aulia menjelaskan, pihaknya mendengar bahwa skema penarikan pajak mengambil pajak dari seller-seller di dalam marketplace dan e-commerce. Skema seperti itu dikhawatirkan membuat e-commerce mati.
’’Kalau caranya begitu, seller akan berpikir mending pindah ke medsos saja yang tidak terjangkau oleh aturan itu. Lantas, investasi kita yang sudah besar bagaimana, katanya e-commerce sebagai penggerak ekonomi digital?’’ papar CEO Blanja.com tersebut.
Menurut Aulia, konsep tersebut tidak equal treatment karena perlakuannya tidak sama pada media yang sama-sama bisa berjualan online. ’’Seharusnya perlakuannya sama. Semua platform dibebani aturan,’’ tambahnya.
Aulia menekankan bahwa pengusaha ingin pemerintah memperhitungkan medsos. Sebab, bukan tidak mungkin suatu saat muncul lebih banyak medsos lain. ’’Jangan dikira hari ini hanya ada Instagram dan Facebook. Kalau tiga tahun lagi muncul baru gimana? Kalau muncul yang spesial untuk ASEAN gimana?’’ ujar Aulia.
Ditanya mengenai format pajak yang ideal untuk medsos, Aulia menjelaskan bahwa pihaknya masih berpikir bersama-sama dengan berbagai stakeholder. Mendapatkan formulasi memang menjadi sebuah tantangan. Mengingat sulitnya melacak aktivitas jual beli online lewat medsos. Namun, secara bertahap, Aulia yakin hal tersebut bisa terpecahkan. ’’Pemerintah tentu lebih tahu. Saat ini belum ada pembicaraan antara pemerintah dan pengusaha. Sekali lagi, ini bukan soal tarifnya. Soal itu diberlakukan di marketplace di e-commerce, sementara tidak diberlakukan di media sosial,’’ paparnya. (jpg/ram)