26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Pajak E-Commerce Jangan Tekan Marketplace

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah mengebut penyelesaian peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce. Ketetapan pajak bagi e-commerce rencananya masih disesuaikan dengan payung hukum saat ini, yakni Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, hingga kini pemerintah belum bersedia mengungkapkan skema pajak e-commerce yang nanti diberlakukan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengungkapkan, beleid tersebut akan mengatur cara pembayaran hingga objek yang akan dipungut. Aturan tersebut dijanjikan rampung pekan depan.

’’Dipungutnya berapa, rate-nya berapa, itu ada semua. Mudah-mudahan minggu depan kalau bisa,’’ ujar Ken di Gedung DPR kemarin (4/10).

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, bisnis e-commerce merupakan fenomena yang cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis serta perekonomian Indonesia. Karena itu, pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberikan kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

’’Negara memiliki hak. Salah satunya, pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka, sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair),’’ paparnya.

Karena itu, direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut menuturkan, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif. ’’Maka, rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan,’’ jelasnya.

Prastowo juga mengingatkan bahwa e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh. Pemerintah sebaiknya lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku. Karena itu, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. ’’Pelaku start-up seyogianya mendapatkan perlakuan yang berbeda (insentif) agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak bisa berkontribusi maksimal bagi negara,’’ tuturnya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah mengebut penyelesaian peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce. Ketetapan pajak bagi e-commerce rencananya masih disesuaikan dengan payung hukum saat ini, yakni Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, hingga kini pemerintah belum bersedia mengungkapkan skema pajak e-commerce yang nanti diberlakukan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengungkapkan, beleid tersebut akan mengatur cara pembayaran hingga objek yang akan dipungut. Aturan tersebut dijanjikan rampung pekan depan.

’’Dipungutnya berapa, rate-nya berapa, itu ada semua. Mudah-mudahan minggu depan kalau bisa,’’ ujar Ken di Gedung DPR kemarin (4/10).

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, bisnis e-commerce merupakan fenomena yang cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis serta perekonomian Indonesia. Karena itu, pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberikan kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

’’Negara memiliki hak. Salah satunya, pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka, sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair),’’ paparnya.

Karena itu, direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut menuturkan, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif. ’’Maka, rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan,’’ jelasnya.

Prastowo juga mengingatkan bahwa e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh. Pemerintah sebaiknya lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku. Karena itu, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. ’’Pelaku start-up seyogianya mendapatkan perlakuan yang berbeda (insentif) agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak bisa berkontribusi maksimal bagi negara,’’ tuturnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/