27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Hongkong dan Singapura Hadapi Resesi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dua negara tengah menghadapi resesi, yakni Singapura dan Hong Kong. Meski Singapura sendiri belum jatuh ke jurang resesi seperti Hongkong, namun pertumbuhan ekonominya masih rendah dan terancam resesi. Pertumbuhan ekonomi Singapura secara tahunan atau year on year di kuartal III-2019 dibandingkan kuartal III-2018 hanya tumbuh 0,1%.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam, dampak dari hal tersebut terhadap perekonomian Indonesia tak terlalu signifikan. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didominasi oleh konsumsi dalam negeri dan juga pertumbuhan investasi. Sedangkan, pertumbuhan ekspor sendiri sedikit andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga, perekonomian Indonesia masih mampu menghadapi berbagai gejolak ekonomi luar negeri.

“Perekonomian kita kan tidak bergantung ekspor. Kontribusi ekspor ke perekonomian kita relatif kecil. Ekonomi kita lebih bergantung pada isu domestik, dari pertumbuhan konsumsi dan investasi, bukan dari ekspor. Oleh karena itu dampak perekonomian global lebih kecil walaupun kita sudah mengalami pertumbuhan ekspor yang negatif. Kontraksi di ekspor sudah cukup lama, tapi kita bisa tumbuh 5%,” jelas Piter.

Lalu, untuk Hong Kong sendiri yang sudah terjun ke jurang resesi apakah akan mengancam nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sana? Apalagi TKI punya peran mencetak devisa negara.

Menjawab hal tersebut, Piter menuturkan, sebagian besar TKI yang dikirim ke Hong Kong bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Ia menuturkan, resesi yang disebabkan oleh demonstrasi berlarut-larut ini tak begitu berpengaruh pada orang-orang berpendapatan tinggi di Hong Kong. Sehingga, ART masih akan terus dibutuhkan.

“TKI banyak ke sana utamanya kan ART, bukan TKI pabrik, bukan tenaga sipil, sehingga kondisinya kembalikan ke kita. Kondisi kita sulit pun ART tetap saja kan. Jadi dampaknya menurut saya terhadap TKI itu sangat minimal. Walaupun resesi di sana, orang-orang kaya di sana masih punya uang, jadi masih butuh ART,” ujar Piter.

Perlu diketahui, tahun ini ada sekitar 250.000 TKI di Hong Kong. TKI punya andil terhadap devisa negara pasalnya jasa pengiriman uang alias remitansi TKI menyumbang 10% nilai APBN.

Menurut Piter, hubungan perdagangan Indonesia dengan Hong Kong relatif kecil. Ia mengungkapkan, andil resesi Hong Kong terhadap perdagangannya dengan Indonesia tak begitu besar.

“Hubungan dagang kita lebih besar dengan China, Amerika, Eropa, bukan dengan Hong Kong. Terhadap perdagangan dampaknya nggak begitu besar,” imbuh dia. (dtc/ram)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dua negara tengah menghadapi resesi, yakni Singapura dan Hong Kong. Meski Singapura sendiri belum jatuh ke jurang resesi seperti Hongkong, namun pertumbuhan ekonominya masih rendah dan terancam resesi. Pertumbuhan ekonomi Singapura secara tahunan atau year on year di kuartal III-2019 dibandingkan kuartal III-2018 hanya tumbuh 0,1%.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam, dampak dari hal tersebut terhadap perekonomian Indonesia tak terlalu signifikan. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didominasi oleh konsumsi dalam negeri dan juga pertumbuhan investasi. Sedangkan, pertumbuhan ekspor sendiri sedikit andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga, perekonomian Indonesia masih mampu menghadapi berbagai gejolak ekonomi luar negeri.

“Perekonomian kita kan tidak bergantung ekspor. Kontribusi ekspor ke perekonomian kita relatif kecil. Ekonomi kita lebih bergantung pada isu domestik, dari pertumbuhan konsumsi dan investasi, bukan dari ekspor. Oleh karena itu dampak perekonomian global lebih kecil walaupun kita sudah mengalami pertumbuhan ekspor yang negatif. Kontraksi di ekspor sudah cukup lama, tapi kita bisa tumbuh 5%,” jelas Piter.

Lalu, untuk Hong Kong sendiri yang sudah terjun ke jurang resesi apakah akan mengancam nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sana? Apalagi TKI punya peran mencetak devisa negara.

Menjawab hal tersebut, Piter menuturkan, sebagian besar TKI yang dikirim ke Hong Kong bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Ia menuturkan, resesi yang disebabkan oleh demonstrasi berlarut-larut ini tak begitu berpengaruh pada orang-orang berpendapatan tinggi di Hong Kong. Sehingga, ART masih akan terus dibutuhkan.

“TKI banyak ke sana utamanya kan ART, bukan TKI pabrik, bukan tenaga sipil, sehingga kondisinya kembalikan ke kita. Kondisi kita sulit pun ART tetap saja kan. Jadi dampaknya menurut saya terhadap TKI itu sangat minimal. Walaupun resesi di sana, orang-orang kaya di sana masih punya uang, jadi masih butuh ART,” ujar Piter.

Perlu diketahui, tahun ini ada sekitar 250.000 TKI di Hong Kong. TKI punya andil terhadap devisa negara pasalnya jasa pengiriman uang alias remitansi TKI menyumbang 10% nilai APBN.

Menurut Piter, hubungan perdagangan Indonesia dengan Hong Kong relatif kecil. Ia mengungkapkan, andil resesi Hong Kong terhadap perdagangannya dengan Indonesia tak begitu besar.

“Hubungan dagang kita lebih besar dengan China, Amerika, Eropa, bukan dengan Hong Kong. Terhadap perdagangan dampaknya nggak begitu besar,” imbuh dia. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/