SUMUTPOS – Beberapa menit menjelang tengah malam, kapal Meratus Pariaman bergerak meninggalkan Pelabuhan Ambon. Kapal dengan bobot mati 7.700 ton ini bertolak menuju Tanjung Perak, Surabaya — setelah selesai bongkar-muat barang selama 15 jam. Tiang-tiang kapal Meratus tampak menjulang, warnanya kuning cerah, berkilat tertimpa sinar lampu pelabuhan.
Bagi warga Ambon, kesibukan menjelang tengah malam di pelabuhan merupakan pemandangan baru. Sampai setahun lalu, pelabuhan yang menjadi pusat bongkar muat barang di Kepulauan Maluku itu beroperasi seperti toko kelontong: tutup setelah pukul 10 malam. Lampu-lampu pelabuhan dimatikan. Sunyi, tanpa kegiatan.
Kini pelabuhan beroperasi non-stop, tanpa henti 24 jam sehari, tujuh hari dalam sepekan. “Sabtu dan Minggu pun kita sikat,” kata General Manager (GM) Pelindo Regional-4 Ambon, I Nengah Suryana Jendra.
Gairah serupa tak hanya berdenyut di Ambon, tapi juga di Sorong, Belawan, Makassar, Tenau di Kupang dan Batulicin di Kalimantan Selatan. Bukan hanya jam operasi yang diubah, hampir seluruh tata kelola pelabuhan juga diperbaiki.
Pemakaian peralatan dioptimalisasi; para pekerja dilatih; sistem antrean kapal, bongkar muat, dan penanganan kargo diperbaiki; proses bisnis berbasis planning & controlling diperkuat; akses pelabuhan ke pusat-pusat ekonomi dibuka, dan diperluas. Hasilnya, bongkar muat dapat dipercepat, waktu sandar kapal dipangkas, dan produktivitas meningkat. Ini semua secara bertahap akan berkontribusi pada penurunan ongkos logistik, salah satu tantangan terbesar bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Rentetan perbaikan ini akan berdampak besar bagi perekonomian. Sistem logistik yang efisien akan mengurangi ketimpangan distribusi dan disparitas harga. Pangan, bahan bakar, dan obat-obatan akan lebih terjangkau oleh masyarakat, di mana pun mereka tinggal. Selain itu, industri juga diuntungkan dengan kemudahan mendapatkan pasokan bahan baku, dan memasarkan produk.
Selain menekan biaya produksi, rendahnya ongkos logistik juga akan meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan menjadi kunci untuk menarik investasi. “Perbaikan layanan pelabuhan secara berjenjang akan menciptakan multiplier effect dan mendorong efek transformatif pada perekonomian,” kata Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) – Pelindo, Arif Suhartono.
Pelabuhan dan Pelayaran: Tulang Punggung Efisiensi Supply Chain Maritim
Semua itu diawali dari keputusan berani pemerintah. Pada 1 Oktober 2021, pemerintah mewujudkan gagasan yang sudah dirancang hampir sepuluh tahun terakhir: mengintegrasikan pengelolaan pelabuhan ke dalam satu perusahaan negara, yaitu PT Pelabuhan Indonesia (Persero) – Pelindo.
Melalui integrasi ini, ukuran Pelindo menjadi jauh lebih besar. Total muatan (throughput) peti kemas Pelindo tahun 2021 mencapai 17 juta TEUs (twenty feet equivalent unit – ukuran peti kemas), dan mengelola lebih dari 100 pelabuhan di Indonesia. Ini sekaligus membawa Pelindo menjadi salah satu dari 10 operator pelabuhan terbesar di dunia.
Selain skala bisnis yang semakin besar, merger memudahkan koordinasi antar pelabuhan. Hal ini juga memudahkan Pelindo dalam melakukan standarisasi pelayanan untuk memberi kepastian bagi pengguna pelabuhan (perusahaan pelayaran). Melalui penggabungan, lini usaha Pelindo juga semakin diperluas serta meningkatkan core competence bisnis.
Bagi negara dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa yang tersebar pada 13.000 pulau lebih, Indonesia sangat bergantung kepada angkutan laut. Mobilisasi orang dan barang melintasi laut merupakan kunci pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Kapal-kapal yang mampu membawa barang dalam jumlah besar, dengan harga yang wajar, menjadi pilihan yang paling rasional.
Namun, sebaran penduduk dan tingkat perekonomian yang tak merata membuat ongkos dan pelayanan pelayaran sulit distandarisasi. Kapal-kapal yang penuh muatan dari pusat-pusat produksi di wilayah barat, kerap kali harus kembali dari timur dengan palka hanya separuh terisi, atau bahkan kosong. Akibatnya, biaya logistik menjadi mahal.
“Pelabuhan adalah bagian dari ekosistem logistik, semua lini juga harus bertransformasi sehingga dapat saling mendukung,” kata Direktur Utama PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) M. Adji. “Kawasan industri dan pendukungnya tak kalah penting untuk dikembangkan agar pelabuhan dapat bekerja maksimal.”
Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pelabuhan di Indonesia Timur rata-rata hanya memuat barang tidak sampai separuh dari volume barang yang dibongkar. Pada 2020 misalnya, tujuh pelabuhan strategis di Indonesia Timur (Bitung, Makassar, Biak, Ambon, Sorong, Jayapura, dan Tenau) membongkar 13,8 juta ton barang untuk pelayaran domestik, tapi hanya memuat 6,2 juta ton, tak sampai separuhnya.
Melalui merger, Pelindo ingin berkontribusi dalam mengatasi ketimpangan volume muatan ini dengan mengusung konsep hub (pelabuhan utama) dan spoke (pelabuhan pengumpan), agar kapal dapat bergerak efisien. Pengangkutan barang dalam volume kecil ke destinasi terpencil akan menjadi sangat mahal jika dilakukan secara point-to-point.
Dari data sebaran dan volume muatan, Pelindo merekomendasikan pelabuhan yang menjadi hub, sebagai pusat pengiriman barang jarak jauh dengan kapal besar; dan spoke, pelabuhan kecil/menengah yang akan menyebarkan barang dari hub ke daerah tujuan.
“Dikumpulkan dulu di Surabaya, misalnya,” kata M. Adji, “lalu dikirim ke satu pelabuhan di Indonesia Timur, baru kemudian ada loop kecil yang mendistribusikannya ke pelabuhan-pelabuhan kecil.”
Penentuan hub dan spoke ini penting untuk penyetaraan tingkat layanan dari barat ke timur sehingga shipping line memiliki kepastian soal waktu sandar.
Penguatan Ekosistem Logistik
Melalui merger, Pelindo memposisikan diri sebagai satu-satunya perusahaan Badan Usaha Milik Negara penyedia one stop solution jasa pelabuhan di Indonesia. Pelindo bukan hanya melayani penanganan kargo, tapi juga menyediakan berbagai jasa logistik, jasa pendukung, bahkan sampai pada usaha pengembangan kawasan ekonomi di luar pelabuhan.
Untuk menangani berbagai kelompok usaha tersebut, dibentuk sejumlah sub holding yang disesuaikan dengan perubahan peran pelabuhan yang bukan lagi sekadar menangani dan menyimpan kargo, tapi telah berkembang menjadi bagian integral dari ekosistem maritim.
Ada sub holding yang khusus mengelola pelabuhan peti kemas, pelabuhan curah dan kargo umum, ada pula sub holding yang mengelola bisnis marine dan jasa pendukung operasi, serta sub holding yang menangani bisnis logistik seperti depo, cold storage, pergudangan, lapangan penumpukan, trucking, hingga custom clearance.
Salah satu terobosan yang sudah dilakukan sub holding yaitu, PT Pelindo Solusi Logistik ikut berinvestasi pada pembangunan Jalan Tol Cibitung – Cilincing. Jalan tol sepanjang 34 kilometer ini akan mempercepat mobilitas logistik melalui akses konektivitas dari kawasan industri di Timur Jakarta seperti Bekasi, Cibitung, Cikarang, dan Karawang (60% dari kawasan industri utama di sekitar Jakarta) dengan pelabuhan Tanjung Priok.
Kelancaran akses ini akan menjadi kunci bagi efisiensi dan peningkatan volume angkutan. Untuk itu, Pelindo juga memperbaiki integrasi antarmoda, baik dengan kereta api barang atau truk. Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, misalnya, kini terhubung dengan Tol Trans Sumatra dan kereta barang, sehingga memiliki akses dengan kawasan industri dan perekonomian di sekitarnya seperti Kuala Tanjung Industrial Estate dan KEK Sei Mangkei.
Bersamaan dengan itu, pengembangan prasarana pelabuhan juga dikebut. Akhir Agustus lalu, Pelindo meresmikan pelabuhan barang terbesar di Kalimantan, yaitu Terminal Kijing di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Terminal dengan proyeksi kapasitas ultimate hingga 1,95 juta TEUs peti kemas dan 28 juta ton barang ini dibangun untuk menggantikan Pelabuhan Dwikora di Pontianak. Diharapkan, Kijing dapat mempercepat akses dari kawasan industri menuju pelabuhan bongkar muat.
Pelindo juga mengembangkan kerja sama dengan operator global untuk mempercepat standar pelayanan internasional. September lalu, misalnya, Pelindo menggandeng konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dalam pengembangan Terminal Peti Kemas Belawan Baru (Belawan New Container Terminal atau BNCT).
Melalui kerja sama ini, konsorsium INA akan melakukan investasi sedikitnya Rp3,5 triliun dan mengoperasikan BNCT selama 30 tahun. Setelah masa pengelolaan berakhir, seluruh aset BNCT akan dikembalikan kepada Pelindo.
Transformasi Pelabuhan Kelas Dunia – Pelabuhan Tanpa Antrean
Berbagai ikhtiar tersebut, khususnya standarisasi layanan dan operasional, kini mulai menampakkan hasil. Kecepatan bongkat muat di Pelabuhan Ambon, Terminal Peti Kemas (TPK) Makassar, Belawan dan Sorong telah meningkat, yang membuat waktu sandar kapal dapat dipangkas dari semula dua hari menjadi separuhnya. Bahkan di Terminal Peti Kemas Belawan, waktu sandar dapat dipotong menjadi satu hari dari semula tiga hari.
Pengamatan melalui situs Marine Traffic yang memantau pergerakan kapal di seluruh dunia juga menunjukkan hal serupa. Di Pelabuhan Sorong, waktu bongkar muat bisa ditekan hingga 10 – 15 jam. Kapal peti kemas Oriental Gold yang masuk dari Ambon pada Selasa tengah malam (27/9/2022), misalnya, sudah meninggalkan Sorong sebelum pukul 10 esok harinya.
Rata-rata, melalui berbagai jurus transformasi, kecepatan penanganan peti kemas dapat ditingkatkan hingga dua kali lipat, dan port stay dapat dikurangi dari semula 2 sampai 4 hari menjadi hanya satu hari. “Kini, hampir tak ada antrean di terminal peti kemas kami,” kata Arif Suhartono.
Kemajuan itu juga dirasakan oleh sejumlah operator pelayaran yang menjadi pengguna pelabuhan. Kepala PT Tanto Intim Line Cabang Ambon Vence Pattiwael misalnya mengakui singkatnya waktu bongkar muat jadi lebih singkat. Bongkar muat kapal dengan muatan 600 peti kemas di Pelabuhan Ambon, katanya, kini dapat dibereskan dalam tempo hanya 36 jam. “Padahal sebelumnya kami pernah bongkar 200 peti kemas saja perlu tiga hari lebih,” kata Vence.
Samuel Jonathan, Kepala Cabang Meratus Line Ambon, punya cerita serupa. “Dengan waktu sandar kisaran 30-35 jam, produktivitas bongkar muat naik dua kali lipat dari 400 boks menjadi 800 boks sekali sandar,” katanya.
Dari Makassar, Kepala PT Meratus Line Cabang Makassar Steven Kristanto mengakui hal serupa. “Bongkar muat di TPK Makassar juga makin cepat, rata-rata bisa 50 boks per kapal per jam,” katanya.
Kepuasan Pelanggan
Bambang Gunawan dari PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) memuji pelayanan Pelindo yang kini cepat tanggap dan efisien. Meski tak semua pelabuhan mendapatkan tambahan peralatan, hampir semua pelabuhan besar di Indonesia, kinerjanya membaik.
“Di Sorong, misalnya, dulu hari Minggu tidak ada yang bekerja, sekarang sejak pagi pun bisa bongkar muat,” kata Bambang. “Ini luar biasa.”
Di Pekanbaru dan Jayapura juga sama. Meski kedua pelabuhan tak mendapat tambahan alat, tapi kini terdapat tim teknis yang dapat mengatasi berbagai persoalan dengan cepat. “Di Ambon, dengan perubahan arus traffic, kini port stay jauh lebih singkat,” katanya.
Saat ini SPIL mengoperasikan enam kapal kargo dengan kapasitas antara 1.000 – 1.500 peti kemas, untuk pelayaran long haul dari Belawan ke Pekanbaru, lalu ke Jakarta, kemudian menyusuri Surabaya, Makassar, Ambon, Sorong dan beraklhir di Jayapura. “Dulu, waktu tempuh biasanya 42 hari, sekarang cukup 36 hari,” kata Bambang.
Dan bukan hanya bongkar muat, layanan administrasi juga lebih cepat, dan mudah. Astarry Nugroho, Kepala Cabang PT Pelayaran Bintang Putih Medan, secara khusus memuji notifikasi tagihan pembayaran (invoice) yang kini dikirimkan dengan cepat, lewat e-mail. Pelabuhan Belawan juga memberikan konfirmasi bukti pembayaran, setiap 24 jam. “Ini penting karena beberapa prinsipal perlu (bukti) tertulis,” katanya.
Bintang Putih merupakan prinsipal dari perusahaan pelayaran dunia Maersk. Di Belawan, Maersk ]mengoperasikan kapal pengangkut barang untuk tujuan ekspor impor ke Singapura dan Malaysia.
Steven dari Meratius Makassar juga menilai pelabuhan kini lebih responsif. “Ini meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap jasa pengiriman barang Meratus Line,” katanya.
Langkah Pelindo ke Depan
Sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa kepelabuhanan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo luncurkan Terminal Operating System (TOS) Nusantara pada acara Voice of Customer yang menjadi salah satu rangkaian kegiatan pada peringatan Satu Tahun Merger Pelindo, Jumat (30/9) lalu. Sistem ini merupakan sistem operasi yang menangani aktivitas operasional di terminal petikemas, termasuk di dalamnya pelayanan bongkar muat, penumpukan, relokasi dan gate in/out.
Manfaat TOS Nusantara ini antara lain peningkatan fleksibilitas kontrol gerakan petikemas dan alat; forecast traffic yang lebih akurat dengan real time data; pengendalian operasional yang lebih dinamis; sehingga dapat mempercepat pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah saat pelayanan operasional. TOS Nusantara ini go live di TPK Makassar dan secara bertahap akan diimplementasikan di seluruh terminal petikemas Pelindo.
Dengan kinerja yang terus membaik, Pelindo dapat mulai melirik potensi pasar internasional untuk memperkuat ketahanan pasar domestik. Pelindo dapat menggaIi beberapa potensi strategis di wilayah sekitar Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Wilayah-wilayah ini merupakan potensi bisnis internasional di dalam wilayah perairan Indonesia.
“Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang makin baik dan transformasi perusahaan yang terus berjalan, kami optimistis kinerja Pelindo akan terus meningkat dan memenuhi harapan para pemegang saham,” kata Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono. (Rel)