22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

KUR Belum Sentuh Petani

MEDAN- Petani, nelayan dan pedagang di Sumatera Utara menegaskan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih belum menyentuh. Hal ini dikarenakan tidak memiliki agunan yang diminta perbankan sebagai persyaratan.

“KUR atau apapun namanya kredit yang dinyatakan pemerintah untuk rakyat, programnya saja yang bagus, tetapi nyatanya tidak pernah dinikmati masyarakat kecil,” ujar Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagin), Jemat Sebayang di Bank Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi KUR Kantor Pimpinan Wilayah IX dan Perbankan Sumut dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI.

Dijelaskannya, kalaupun ada yang menikmati kredit murah itu adalah orang-orang yang memiliki kekuatan atau kedekatan dengan pejabat atau pihak bank dan jumlah seperti itu hanya sedikit ada di tengah masyarakat. Makanya di kalangan masyarakat kecil ada istilah “pemerintah texas” yang diartikan siapa kuat dia yang dapat atau menang.

Keluhan senada juga dinyatakan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Sekretaris Dewan pimpinan daerah (DPD) HNSI Sumut, Ihya Ulumuddin menjelaskan untuk medapatkan KUR tersebut harus ada agunan, sementara para nelayan tidak memiliki sertifikat. “Contoh lain, soal program alokasi bahan bakar minyak (BBM) ke nelayan misalnya hanya dinikmati segelintir nelayan dan itu pun karena ketua kelompok nelayannya pintar melobi,” ujarnya.

Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara, saat ini, ada sekitar 15 ribu nelayan. Dan dari semuanya hanya 1.500 nelayan yang memiliki sertifikat tanah. Atau dengan kata lain, hanya sekitar 10 persen nelayan yang dapat mengajukan kredit.

Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Matius Bangun mengatakan sebagian besar nelayan tinggal di pesisir dan di atas laut. Selain itu sebagian nelayan juga tinggal di hutan lindung. Dia berharap, para nelayan bisa mendapatkan KUR dengan catatan tidak dengan menggunakan agunan sertifikat tanah tapi surat kepemilikan kapal.

Persoalan lainnya, katanya, para nelayan juga menganggap tingkat suku bunga sebesar 14 persen masih terlalu tinggi.

“Selama ini adanya yang namanya Usaha Minat Pedesaan sebesar Rp100 juta per kelompok untuk 10 orang. Anggaran dari APBN, prosesnya tidak sulit, tidak ada bunga, dan tidak ada kewajiban mengembalikan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IX, Sumut- Aceh, Hari Utomo menyebutkan, menyikapi per masalahan KUR dari dialog tersebut, maka dinilai perlu ada pembentukan forum koordinasi KUR Sumut agar permasalahan di KUR bisa diatasi dan berakhir pada peningkatan penyaluran KUR.

Menurutnya, meski masyarakat mengaku KUR belum dinikmati maksimal, tetapi penyerapan KUR di Sumut semakin besar. Tahun lalu, katanya, penyaluran KUR sudah mencapai Rp2,3 triliun dengan jumlah debitur 318.294 orang. Realsiasi KUR di 2012 tumbuh 44,17 persen dibanding pada 2011 dan tercatat tertinggi ke empat setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.(ram)

MEDAN- Petani, nelayan dan pedagang di Sumatera Utara menegaskan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih belum menyentuh. Hal ini dikarenakan tidak memiliki agunan yang diminta perbankan sebagai persyaratan.

“KUR atau apapun namanya kredit yang dinyatakan pemerintah untuk rakyat, programnya saja yang bagus, tetapi nyatanya tidak pernah dinikmati masyarakat kecil,” ujar Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagin), Jemat Sebayang di Bank Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi KUR Kantor Pimpinan Wilayah IX dan Perbankan Sumut dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI.

Dijelaskannya, kalaupun ada yang menikmati kredit murah itu adalah orang-orang yang memiliki kekuatan atau kedekatan dengan pejabat atau pihak bank dan jumlah seperti itu hanya sedikit ada di tengah masyarakat. Makanya di kalangan masyarakat kecil ada istilah “pemerintah texas” yang diartikan siapa kuat dia yang dapat atau menang.

Keluhan senada juga dinyatakan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Sekretaris Dewan pimpinan daerah (DPD) HNSI Sumut, Ihya Ulumuddin menjelaskan untuk medapatkan KUR tersebut harus ada agunan, sementara para nelayan tidak memiliki sertifikat. “Contoh lain, soal program alokasi bahan bakar minyak (BBM) ke nelayan misalnya hanya dinikmati segelintir nelayan dan itu pun karena ketua kelompok nelayannya pintar melobi,” ujarnya.

Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara, saat ini, ada sekitar 15 ribu nelayan. Dan dari semuanya hanya 1.500 nelayan yang memiliki sertifikat tanah. Atau dengan kata lain, hanya sekitar 10 persen nelayan yang dapat mengajukan kredit.

Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Matius Bangun mengatakan sebagian besar nelayan tinggal di pesisir dan di atas laut. Selain itu sebagian nelayan juga tinggal di hutan lindung. Dia berharap, para nelayan bisa mendapatkan KUR dengan catatan tidak dengan menggunakan agunan sertifikat tanah tapi surat kepemilikan kapal.

Persoalan lainnya, katanya, para nelayan juga menganggap tingkat suku bunga sebesar 14 persen masih terlalu tinggi.

“Selama ini adanya yang namanya Usaha Minat Pedesaan sebesar Rp100 juta per kelompok untuk 10 orang. Anggaran dari APBN, prosesnya tidak sulit, tidak ada bunga, dan tidak ada kewajiban mengembalikan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IX, Sumut- Aceh, Hari Utomo menyebutkan, menyikapi per masalahan KUR dari dialog tersebut, maka dinilai perlu ada pembentukan forum koordinasi KUR Sumut agar permasalahan di KUR bisa diatasi dan berakhir pada peningkatan penyaluran KUR.

Menurutnya, meski masyarakat mengaku KUR belum dinikmati maksimal, tetapi penyerapan KUR di Sumut semakin besar. Tahun lalu, katanya, penyaluran KUR sudah mencapai Rp2,3 triliun dengan jumlah debitur 318.294 orang. Realsiasi KUR di 2012 tumbuh 44,17 persen dibanding pada 2011 dan tercatat tertinggi ke empat setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/