25 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Sukhoi Siap Bantu Merpati

Maskapai penerbangan Merpati Nusantara.
Maskapai penerbangan Merpati Nusantara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah investor ternyata masih berminat bekerja sama dengan PT Merpati Nusantara Airlines. Saat ini ada dua produsen pesawat yang menawarkan diri untuk membantu maskapai penerbangan BUMN tersebut keluar dari jeratan utang.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, salah satu produsen pesawat yang berminat adalah Sukhoi. Perusahaan asal Rusia itu menyatakan ingin membantu dengan memasok armada Merpati. “Mereka baru mengirimkan surat. Ini baru proses pembicaraan. Prosesnya tidak pendek,” ungkap Dahlan setelah rapim Kementerian BUMN di Kantor Pusat Angkasa Pura II kemarin (6/2).

Selain Sukhoi, produsen peesawat asal Tiongkok Xian Aircraft Company (XAC) juga berminat. Produsen pesawat MA60 itu sudah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian BUMN soal komitmen meremajakan dan menyediakan armada. “Kami memang sedang nego untuk pesawat MA60 produksi Xian. Mereka sudah tulis surat bersedia selesaikan persoalan Merpati,” ungkapnya.

Meski sudah menerima tawaran penyediaan armada, Dahlan mengaku hal tersebut belum menjadi solusi tepat. Sebab, yang dibutuhkan Merpati adalah modal kerja dan dana operasional. Karena itu, solusi paling tepat adalah menjalankan bisnis kerja sama operasi (KSO). Lewat sistem KSO, Merpati memperoleh suntikan modal dan armada dari investor. Misalnya, rencana KSO penerbangan umroh Medan-Jeddah.

”Tapi, sampai sekarang Merpati belum dapat jalan keluar. Masih tunggu izin. Kemenhub minta penerbangan dalam negeri dulu, tapi bagaimana dengan biaya? Asuransi dan bahan bakar Pertamina harus bayar. Merpati belum punya kemampuan itu,” terangnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Merpati Asep Eka Nugraha menyebutkan saat ini pihaknya sedang negosiasi untuk bekerja sama dengan produsen pesawat. Dalam kerja sama tersebut, pihaknya membahas penambahan tiga jenis pesawat. Yakni pesawat 20″seater, 60″seater, dan 100″seater.

Dalam kesempatan itu, Dahlan mengungkapkan kelanjutan rencana PT Timah membangun pabrik pengolahan tanah jarang di Indonesia. Saat ini, pihak perseroan sudah bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk mengadakan uji coba pengolahan limbah timah. “Sebelumnya ada dua pilihan. Apakah menggunakan teknologi Batan untuk mengolah”rare earth atau menggunakan skema teknologi yang ada di pasar,” ungkapnya.

Untuk lebih memanfaatkan sumber daya manusia lokal, akhirnya pemerintah memilih Batan untuk membangun pengolahan limbah timah. Nilai investasi untuk membuat prototipe ditaksir Rp 20 miliar. Alat tersebut bakal terdiri atas empat unsur tanah jarang. Yakni lantanum (La), cerium (Ce), praseodimium (Pr), dan neodimium (Nd). “Tahun ini akan dibangun. Minggu-minggu ini akan”ground breaking,” ungkapnya.

Jika proyek percontohan dengan Batan berhasil, maka fasilitas itu bakal menjadi yang pertama di Indonesia. Selama ini, 80 persen kebutuhan hasil olahan tanah jarang diproduksi Tiongkok. Padahal, produk ini dicari-cari negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan. “Kalau dibangun, Indonesia akan masuk sebagai penghasil”rare earth di dunia,” ujarnya. (bil/oki)

Maskapai penerbangan Merpati Nusantara.
Maskapai penerbangan Merpati Nusantara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah investor ternyata masih berminat bekerja sama dengan PT Merpati Nusantara Airlines. Saat ini ada dua produsen pesawat yang menawarkan diri untuk membantu maskapai penerbangan BUMN tersebut keluar dari jeratan utang.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, salah satu produsen pesawat yang berminat adalah Sukhoi. Perusahaan asal Rusia itu menyatakan ingin membantu dengan memasok armada Merpati. “Mereka baru mengirimkan surat. Ini baru proses pembicaraan. Prosesnya tidak pendek,” ungkap Dahlan setelah rapim Kementerian BUMN di Kantor Pusat Angkasa Pura II kemarin (6/2).

Selain Sukhoi, produsen peesawat asal Tiongkok Xian Aircraft Company (XAC) juga berminat. Produsen pesawat MA60 itu sudah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian BUMN soal komitmen meremajakan dan menyediakan armada. “Kami memang sedang nego untuk pesawat MA60 produksi Xian. Mereka sudah tulis surat bersedia selesaikan persoalan Merpati,” ungkapnya.

Meski sudah menerima tawaran penyediaan armada, Dahlan mengaku hal tersebut belum menjadi solusi tepat. Sebab, yang dibutuhkan Merpati adalah modal kerja dan dana operasional. Karena itu, solusi paling tepat adalah menjalankan bisnis kerja sama operasi (KSO). Lewat sistem KSO, Merpati memperoleh suntikan modal dan armada dari investor. Misalnya, rencana KSO penerbangan umroh Medan-Jeddah.

”Tapi, sampai sekarang Merpati belum dapat jalan keluar. Masih tunggu izin. Kemenhub minta penerbangan dalam negeri dulu, tapi bagaimana dengan biaya? Asuransi dan bahan bakar Pertamina harus bayar. Merpati belum punya kemampuan itu,” terangnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Merpati Asep Eka Nugraha menyebutkan saat ini pihaknya sedang negosiasi untuk bekerja sama dengan produsen pesawat. Dalam kerja sama tersebut, pihaknya membahas penambahan tiga jenis pesawat. Yakni pesawat 20″seater, 60″seater, dan 100″seater.

Dalam kesempatan itu, Dahlan mengungkapkan kelanjutan rencana PT Timah membangun pabrik pengolahan tanah jarang di Indonesia. Saat ini, pihak perseroan sudah bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk mengadakan uji coba pengolahan limbah timah. “Sebelumnya ada dua pilihan. Apakah menggunakan teknologi Batan untuk mengolah”rare earth atau menggunakan skema teknologi yang ada di pasar,” ungkapnya.

Untuk lebih memanfaatkan sumber daya manusia lokal, akhirnya pemerintah memilih Batan untuk membangun pengolahan limbah timah. Nilai investasi untuk membuat prototipe ditaksir Rp 20 miliar. Alat tersebut bakal terdiri atas empat unsur tanah jarang. Yakni lantanum (La), cerium (Ce), praseodimium (Pr), dan neodimium (Nd). “Tahun ini akan dibangun. Minggu-minggu ini akan”ground breaking,” ungkapnya.

Jika proyek percontohan dengan Batan berhasil, maka fasilitas itu bakal menjadi yang pertama di Indonesia. Selama ini, 80 persen kebutuhan hasil olahan tanah jarang diproduksi Tiongkok. Padahal, produk ini dicari-cari negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan. “Kalau dibangun, Indonesia akan masuk sebagai penghasil”rare earth di dunia,” ujarnya. (bil/oki)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/