26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Manufaktur Turun, Ekspor-Impor Naik

Triadi Wibowo/Sumut pos
ANGKUT: Pengangkutan barang di pelabuhan BICT Belawan berjalan normal saat awal Ramadan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumter Utara (Sumut) menyebutkan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di Sumut pada triwulan I tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 3,91 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018 (y-on-y).

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut, Bismark SP Sitinjak menyatakan penurunan ini terutama disebabkan turunnya pertumbuhan produksi industri pengolahan tembakau sebesar 35,37 persen.

“Kemudian, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 16,85 persen, industri makanan sebesar 12,67 persen dan industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 6,61 persen,” jelas Bismark.

BPS juga merilisi, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (q-to-q) di Sumut di triwulan I tahun 2019 turun sebesar 9.33 persen jika dibandingkan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan IV tahun 2018.

Jenis industri yang mengalami penurunan yaitu industri pengolahan tembakau sebesar 28,70 persen, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 22,26 persen, dan industri makanan sebesar15,64 persen.

Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil di Sumut pada triwulan I-2019 naik sebesar 14,98 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018 (y-on-y).

“Jenis industri yang mengalami kenaikan antara lain industri alat angkutan lainnya sebesar 51,69 persen, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 47,80 persen, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan sebesar 24,07 persen,” tutur Bismark.

Ia juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil Provinsi Sumatera Utara di triwulan I-2019 naik sebesar 4,66 persen dibanding triwulan IV-2018 (q-to-q).

“Jenis industri yang mengalami kenaikan antara lain industri alat angkutan lainnya sebesar 24,16 persen, industri makanan sebesar 17,36 persen dan industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 16,93 persen,” tandasnya.

Untuk diketahui, Pembangunan bidang industri manufaktur merupakan bagian integral dari pembangunan baik nasional maupun daerah yang harus direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga pembangunan bidang industri manufaktur dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Disamping itu perlu adanya kelanjutan fungsi sumber daya industri manufaktur itu sendiri untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat Sumut serta rakyat Indonesia pada umumnya.

Sektor industri manufaktur sebagai salah satu sektor andalan pembangunan nasional terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Selain memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), juga memiliki peran penting dalam penciptaan lapangan kerja baru yang akan berdampak pada semakin menurunnya angka pengangguran.

Ekspor dan Impor Naik

Nilai ekspor di Sumatera Utara (Sumut) mengalami kenaikan pada bulan Maret 2019 sebesar 14,35 persen. Bila dibandingkan dengan bulan Maret 2018, dengan nilai ekspor atau mengalami penurunan sebesar 13,24 persen.

Bismark SP Sitinjak mengatakan nilai ekspor melalui pelabuhan muat di wilayah Sumut, yakni di Pelabuhan Belawan.

“Di bulan Maret 2019 mengalami kenaikan dibandingkan bulan Februari 2019, yaitu dari US$575,62 juta menjadi US$658,20 juta atau naik sebesar 14,35 persen,” ungkap Bismark.

Bismark menjelaskan bahwa kenaikan nilai ekspor Sumut di bulan Maret 2019 terhadap Februari 2019 terjadi pada golongan lemak dan minyak hewan/ nabati (HS 08) sebesar US$39,20 juta (18,72%) diikuti bahan kimia organik (HS 29) sebesar US$7,46 juta (29,71%) dan karet dan barang dari karet (HS 40) sebesar US$6,64 juta (8,14%).

“Sedangkan penurunan ekspor terjadi pada golongan kopi, teh, rempah-rempah (HS 09) sebesar US$294 ribu (-0,81%),” jelas Bismark.

Untuk ekspor ke Tiongkok pada Maret 2019 merupakan yang terbesar yaitu US$71,96 juta diikuti Amerika Serikat sebesar US$70,48 juta dan Belanda sebesar US$43,28 juta dengan kontribusi ketiganya mencapai 28,22persen.

Sementara itu, nilai impor melalui Sumut di bulan Maret 2019 atas dasar CIF (cost, insurance & freight) sebesar US$383,51 juta, atau naik sebesar 29,17 persen dibandingkan bulan Februari 2019 yang mencapai US$296,90 juta.

“Bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, nilai impor mengalami penurunan sebesar 3,97 persen,” kata Bismark.

Bismark menjelaskan Nilai impor bulan Maret 2019 dibanding bulan Februari 2019, barang modal naik sebesar 7,67 persen, bahan baku/penolong naik sebesar 33,62 persen dan barang konsumsi turun sebesar 20,31 persen.

“Pada Maret 2019, golongan barang yang mengalami kenaikan nilai impor terbesar adalah bahan kimia anorganik (HS 28) sebesar US$28,16 juta (440,13%), diikuti ampas/sisa industri makanan (HS 23) sebesar US$14,00 juta (79,19%) dan mesin-mesin/ pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$12,36 juta (33,49%),” urainya.

Sedangkan golongan barang yang mengalami penurunan nilai impor terbesar yaitu benda-benda dari besi dan baja (HS 73) sebesar US$4,18 juta (-30,86%) diikuti besi dan baja (HS 72) sebesar US$3,12 juta (-18,07%) dan mesin/peralatan listrik (HS 85) sebesar US$1,70 (-8,04%).

“Nilai impor bulan Maret 2019 dari Tiongkok merupakan yang terbesar yaitu US$79,10 juta dengan perannya mencapai 20,62 persen dari total impor Sumatera Utara, diikuti Singapura sebesar US$43,10 juta (11,24%), dan Malaysia sebesar US$36,05 juta (9,40%),” pungkasnya. (gus/ram)

Triadi Wibowo/Sumut pos
ANGKUT: Pengangkutan barang di pelabuhan BICT Belawan berjalan normal saat awal Ramadan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumter Utara (Sumut) menyebutkan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di Sumut pada triwulan I tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 3,91 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018 (y-on-y).

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut, Bismark SP Sitinjak menyatakan penurunan ini terutama disebabkan turunnya pertumbuhan produksi industri pengolahan tembakau sebesar 35,37 persen.

“Kemudian, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 16,85 persen, industri makanan sebesar 12,67 persen dan industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 6,61 persen,” jelas Bismark.

BPS juga merilisi, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (q-to-q) di Sumut di triwulan I tahun 2019 turun sebesar 9.33 persen jika dibandingkan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan IV tahun 2018.

Jenis industri yang mengalami penurunan yaitu industri pengolahan tembakau sebesar 28,70 persen, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 22,26 persen, dan industri makanan sebesar15,64 persen.

Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil di Sumut pada triwulan I-2019 naik sebesar 14,98 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018 (y-on-y).

“Jenis industri yang mengalami kenaikan antara lain industri alat angkutan lainnya sebesar 51,69 persen, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 47,80 persen, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan sebesar 24,07 persen,” tutur Bismark.

Ia juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil Provinsi Sumatera Utara di triwulan I-2019 naik sebesar 4,66 persen dibanding triwulan IV-2018 (q-to-q).

“Jenis industri yang mengalami kenaikan antara lain industri alat angkutan lainnya sebesar 24,16 persen, industri makanan sebesar 17,36 persen dan industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 16,93 persen,” tandasnya.

Untuk diketahui, Pembangunan bidang industri manufaktur merupakan bagian integral dari pembangunan baik nasional maupun daerah yang harus direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga pembangunan bidang industri manufaktur dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Disamping itu perlu adanya kelanjutan fungsi sumber daya industri manufaktur itu sendiri untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat Sumut serta rakyat Indonesia pada umumnya.

Sektor industri manufaktur sebagai salah satu sektor andalan pembangunan nasional terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Selain memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), juga memiliki peran penting dalam penciptaan lapangan kerja baru yang akan berdampak pada semakin menurunnya angka pengangguran.

Ekspor dan Impor Naik

Nilai ekspor di Sumatera Utara (Sumut) mengalami kenaikan pada bulan Maret 2019 sebesar 14,35 persen. Bila dibandingkan dengan bulan Maret 2018, dengan nilai ekspor atau mengalami penurunan sebesar 13,24 persen.

Bismark SP Sitinjak mengatakan nilai ekspor melalui pelabuhan muat di wilayah Sumut, yakni di Pelabuhan Belawan.

“Di bulan Maret 2019 mengalami kenaikan dibandingkan bulan Februari 2019, yaitu dari US$575,62 juta menjadi US$658,20 juta atau naik sebesar 14,35 persen,” ungkap Bismark.

Bismark menjelaskan bahwa kenaikan nilai ekspor Sumut di bulan Maret 2019 terhadap Februari 2019 terjadi pada golongan lemak dan minyak hewan/ nabati (HS 08) sebesar US$39,20 juta (18,72%) diikuti bahan kimia organik (HS 29) sebesar US$7,46 juta (29,71%) dan karet dan barang dari karet (HS 40) sebesar US$6,64 juta (8,14%).

“Sedangkan penurunan ekspor terjadi pada golongan kopi, teh, rempah-rempah (HS 09) sebesar US$294 ribu (-0,81%),” jelas Bismark.

Untuk ekspor ke Tiongkok pada Maret 2019 merupakan yang terbesar yaitu US$71,96 juta diikuti Amerika Serikat sebesar US$70,48 juta dan Belanda sebesar US$43,28 juta dengan kontribusi ketiganya mencapai 28,22persen.

Sementara itu, nilai impor melalui Sumut di bulan Maret 2019 atas dasar CIF (cost, insurance & freight) sebesar US$383,51 juta, atau naik sebesar 29,17 persen dibandingkan bulan Februari 2019 yang mencapai US$296,90 juta.

“Bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, nilai impor mengalami penurunan sebesar 3,97 persen,” kata Bismark.

Bismark menjelaskan Nilai impor bulan Maret 2019 dibanding bulan Februari 2019, barang modal naik sebesar 7,67 persen, bahan baku/penolong naik sebesar 33,62 persen dan barang konsumsi turun sebesar 20,31 persen.

“Pada Maret 2019, golongan barang yang mengalami kenaikan nilai impor terbesar adalah bahan kimia anorganik (HS 28) sebesar US$28,16 juta (440,13%), diikuti ampas/sisa industri makanan (HS 23) sebesar US$14,00 juta (79,19%) dan mesin-mesin/ pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$12,36 juta (33,49%),” urainya.

Sedangkan golongan barang yang mengalami penurunan nilai impor terbesar yaitu benda-benda dari besi dan baja (HS 73) sebesar US$4,18 juta (-30,86%) diikuti besi dan baja (HS 72) sebesar US$3,12 juta (-18,07%) dan mesin/peralatan listrik (HS 85) sebesar US$1,70 (-8,04%).

“Nilai impor bulan Maret 2019 dari Tiongkok merupakan yang terbesar yaitu US$79,10 juta dengan perannya mencapai 20,62 persen dari total impor Sumatera Utara, diikuti Singapura sebesar US$43,10 juta (11,24%), dan Malaysia sebesar US$36,05 juta (9,40%),” pungkasnya. (gus/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/