SUMUTPOS.CO – Ketua Asosiasi Pengusaha Pemakai Gas (Apigas) Sumatera Utara Johan Brien mengatakan, produksi gas dari Sumur Benggala 1 Kabupaten Langkat yang hanya menghasilkan 2,5 million standard cubic feet per day (mmscfd) dianggap tak optimal jika dibagi-bagi.
“Memang saya belum mendapat pernyataan resmi dari pihak-pihak, terkait beroperasinya Gas Benggala sejak 24 Oktober lalu, serta masuk pada jalur eksisting di Field Pangkalan Susu dan sesuai Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) yang sudah dimiliki. Tapi menurut saya, produksi gas Benggala tak optimal dibagi-bagi karena kita krisis gas untuk industri,” ujar Johan.
Menurutnya, perusahaan besar yang memakai konsep Ecogreen saja membutuhkan Gas sebesar 0,9 mmscfd. Jadi, jika hanya peruntukan industri hanya setengah dari hasil yakni 1,25 mmscfd, maka tentu saja jumlah itu sangat kurang. Padahal, kesulitan industri atau perusahaan saat ini, terkait juga dengan nasib pekerja yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang.”Pengusaha berharap pemerintah menginstruksikan gas itu untuk industri secara keseluruhan hasil ekplorasinya, bukan ke PLN atau kepentingan lainnya,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Parlindungan Purba mengatakan, pengusaha berharap produksi Gas Benggala keseluruhannya diperuntukan ke industri. “Maka cukup membantu untuk mengatasi krisis gas yang semakin mencemaskan. Apalagi yang harus kita pikirkan, tidak ada lagi solusi yang paling cepat mengatasi kekurangan gas di industri, kecuali dari hasil produksi Sumur Benggala itu. Walaupun jumlahnya tidak optimal dari yang diperkirakan tapi sangat berarti bagi para industri,” katanya.
Dikatakan Parlindungan, pentingnya mengutamakan industri Sumut karena merupakan bentengnya perekonomian. Gas benggala saat ini adalah nafas industri untuk kemajuan Sumut.
Walau begitu, Parlindungan tak menampik jika kebutuhan masyarakat akan listrik juga urgent. Tapi, untuk PLN sendiri masih banyak energi yang dapat dieksplor dalam waktu dekat ini, misalnya listrik dari Inalum melalui PLTA Sigura-guranya.
“Jadi, pemerintah pusat harus konkrit melihat permasalahan dari sudut pandang yang tepat. Misalnya industri, hanya terbatas energi yang dapat dipergunakannya. Apalagi kekurangan energi yang sangat parah bagi industri ini sudah berlangsung selama 5 bulan lamanya,” tegasnya. (tri)