JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satgas Waspada Investasi memperkirakan kerugian akibat investasi bodong dalam 10 tahun terakhir (2008–2018) sekitar Rp 88,8 triliun. Mudah tergiur bunga yang tinggi dan ketidakpahaman masyarakat terhadap investasi menjadi penyebab utama banyaknya orang yang tertipu investasi bodong. Total kerugian itu belum memperhitungkan kasus financial technology (fintech) pinjaman (lending) maupun mata uang virtual (cryptocurrency) ilegal.
“Angkanya terus meningkat karena sangat mudah orang menawarkan produk ilegal dengan teknologi saat ini,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing seperti dikutip Jawa Pos di Jakarta, Sabtu (6/4).
Menurut dia, banyak fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal saat ini akibat tingginya demand masyarakat. Pihaknya terus mendorong masyarakat memilih dari 99 fintech yang sudah terdaftar di OJK jika mau melakukan pinjaman. “Agar masyarakat terlindungi dan tidak masuk ke dalam kerugian oleh fintech ilegal dan investasi ilegal ini,” tuturnya.
Pihaknya terus mengedukasi masyarakat untuk mencari yang legal dan logis jika akan berinvestasi. Sebab, mayoritas korban investasi bodong berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. “Tolonglah berpikir jika ada penawaran-penawaran, alangkah anehnya bunga 5 sampai 10 persen per bulan,” tegasnya.
Misalnya, Pandawa Group di Depok yang menjanjikan keuntungan 10 persen per bulan memakan korban 549 ribu nasabah dengan kerugian Rp 3,8 triliun. Dream for Freedom menelan korban 700 ribu orang dengan total nilai kerugian Rp 3,5 triliun. Kemudian, PT Cakrabuana Sukses Indonesia dengan 170 ribu korban mengakibatkan total kerugian Rp 1,6 triliun. “Ada juga yang menggunakan testimoni tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga banyak yang ikut,” ungkapnya.
Investasi ilegal yang paling banyak tercatat adalah multilevel marketing (MLM) dan perdagangan berjangka komoditas (PBK). Masing-masing 30 persen dan 25 persen. Kepala Bagian Penindakan Pelanggaran Transaksi Bappebti Taufik menyatakan, tidak semua PBK aman. Jadi, masyarakat juga perlu berhati-hati dengan PBK ilegal. PBK ilegal kerap menawarkan keuntungan yang tidak masuk akal. “Jangan mudah tergiur,” tandasnya. (jpc/ram)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satgas Waspada Investasi memperkirakan kerugian akibat investasi bodong dalam 10 tahun terakhir (2008–2018) sekitar Rp 88,8 triliun. Mudah tergiur bunga yang tinggi dan ketidakpahaman masyarakat terhadap investasi menjadi penyebab utama banyaknya orang yang tertipu investasi bodong. Total kerugian itu belum memperhitungkan kasus financial technology (fintech) pinjaman (lending) maupun mata uang virtual (cryptocurrency) ilegal.
“Angkanya terus meningkat karena sangat mudah orang menawarkan produk ilegal dengan teknologi saat ini,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing seperti dikutip Jawa Pos di Jakarta, Sabtu (6/4).
Menurut dia, banyak fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal saat ini akibat tingginya demand masyarakat. Pihaknya terus mendorong masyarakat memilih dari 99 fintech yang sudah terdaftar di OJK jika mau melakukan pinjaman. “Agar masyarakat terlindungi dan tidak masuk ke dalam kerugian oleh fintech ilegal dan investasi ilegal ini,” tuturnya.
Pihaknya terus mengedukasi masyarakat untuk mencari yang legal dan logis jika akan berinvestasi. Sebab, mayoritas korban investasi bodong berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. “Tolonglah berpikir jika ada penawaran-penawaran, alangkah anehnya bunga 5 sampai 10 persen per bulan,” tegasnya.
Misalnya, Pandawa Group di Depok yang menjanjikan keuntungan 10 persen per bulan memakan korban 549 ribu nasabah dengan kerugian Rp 3,8 triliun. Dream for Freedom menelan korban 700 ribu orang dengan total nilai kerugian Rp 3,5 triliun. Kemudian, PT Cakrabuana Sukses Indonesia dengan 170 ribu korban mengakibatkan total kerugian Rp 1,6 triliun. “Ada juga yang menggunakan testimoni tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga banyak yang ikut,” ungkapnya.
Investasi ilegal yang paling banyak tercatat adalah multilevel marketing (MLM) dan perdagangan berjangka komoditas (PBK). Masing-masing 30 persen dan 25 persen. Kepala Bagian Penindakan Pelanggaran Transaksi Bappebti Taufik menyatakan, tidak semua PBK aman. Jadi, masyarakat juga perlu berhati-hati dengan PBK ilegal. PBK ilegal kerap menawarkan keuntungan yang tidak masuk akal. “Jangan mudah tergiur,” tandasnya. (jpc/ram)