25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

2020, Panel Surya di Atap Rumah

2020, Panel Surya di Atap Rumah
2020, Panel Surya di Atap Rumah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Krisis energi yang mengancam Indonesia memunculkan berbagai alternatif untuk penyelesaiannya. Salah satunya, melalui energi baru dan terbaharukan (EBT).

Salah satu wacana yang banyak bergulir adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun, karena dianggap terlalu berisiko, banyak yang menentangnya meski murah.

Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, menyebutkan bahwa PLTN merupakan pilihan terkahir bagi Indonesia dan tidak akan terpilih. “Masih banyak potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk mengatasi krisis energi,” jelas Rinaldy Dalimi dalam diskusi Energi Kita, di Jakarta, kemarin.

Misalnya, EBT yang ditargetkan sudah mencapai 25 persen dari kebutuhan nasional pada tahun 2025. Hal ini untuk menurunkan ketergantungan terhadap energi fosil. Ini menjadi salah satu alternatif energi bersih yang dimiliki Indonesia.

“Saya optimis 100%, tahun 2020 atap rumah masyarakat sudah menggunakan panel surya atau solar cell,” jelasnya. Hal ini disebabkan ia memprediksi bahwa harga panel surya akan turun drastis.

EBT ini sendiri sebenarnya sudah diterapkan sejak sekitar 30 tahun lalu. Namun harga yang terlalu mahal, membuat ini tidak populer di semua kalangan. Beberapa tahun lalu, harganya mencapai 10USD/ 1 Wp dan saat ini menjadi 2 USD/ 1 Wp. Prediksi tahun 2020, akan turun menjadi 1 USD/1 Wp.

Pada tahun 2020-2030, harga listrik solar cell dengan bio fuel akan berada pada titik keseimbangan atau setara. Selanjutnya, akan menjadi lebih murah. “Saya yakin banyak masyarakat akan memasang panel surya di atas atap,” jelas Rinaldy. Namun, sosialisasi ini tentunya perlu didukung oleh pemerintah. (lus/ang)

2020, Panel Surya di Atap Rumah
2020, Panel Surya di Atap Rumah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Krisis energi yang mengancam Indonesia memunculkan berbagai alternatif untuk penyelesaiannya. Salah satunya, melalui energi baru dan terbaharukan (EBT).

Salah satu wacana yang banyak bergulir adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun, karena dianggap terlalu berisiko, banyak yang menentangnya meski murah.

Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, menyebutkan bahwa PLTN merupakan pilihan terkahir bagi Indonesia dan tidak akan terpilih. “Masih banyak potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk mengatasi krisis energi,” jelas Rinaldy Dalimi dalam diskusi Energi Kita, di Jakarta, kemarin.

Misalnya, EBT yang ditargetkan sudah mencapai 25 persen dari kebutuhan nasional pada tahun 2025. Hal ini untuk menurunkan ketergantungan terhadap energi fosil. Ini menjadi salah satu alternatif energi bersih yang dimiliki Indonesia.

“Saya optimis 100%, tahun 2020 atap rumah masyarakat sudah menggunakan panel surya atau solar cell,” jelasnya. Hal ini disebabkan ia memprediksi bahwa harga panel surya akan turun drastis.

EBT ini sendiri sebenarnya sudah diterapkan sejak sekitar 30 tahun lalu. Namun harga yang terlalu mahal, membuat ini tidak populer di semua kalangan. Beberapa tahun lalu, harganya mencapai 10USD/ 1 Wp dan saat ini menjadi 2 USD/ 1 Wp. Prediksi tahun 2020, akan turun menjadi 1 USD/1 Wp.

Pada tahun 2020-2030, harga listrik solar cell dengan bio fuel akan berada pada titik keseimbangan atau setara. Selanjutnya, akan menjadi lebih murah. “Saya yakin banyak masyarakat akan memasang panel surya di atas atap,” jelas Rinaldy. Namun, sosialisasi ini tentunya perlu didukung oleh pemerintah. (lus/ang)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/