25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Komitmen Kerja Sama dengan Stakeholder untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Wujudkan Ekonomi Berkelanjutan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil tumbuh sebesar 7,07% (yoy) di Triwulan II-2021, setelah turun cukup dalam pada periode sama tahun lalu. Perbaikan permintaan domestik telah membuat seluruh sektor usaha mengalami pertumbuhan positif di Triwulan II-2021. Pemulihan terjadi di berbagai sektor utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan juga mendorong aktivitas ekonomi lainnya di Indonesia.

“Hal ini telah memberikan optimisme kepada seluruh pelaku ekonomi. Memasuki Triwulan III-2021, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi yang diharapkan dapat meminimalisir dampak pengetatan pembatasan mobilitas yang dijalankan pada Juli-Agustus 2021,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Forum Dialog Sinar Mas – Economic Outlook 2022 bertema “Sinergi Korporasi dan Pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, Rabu (6/10).

Aktivitas manufaktur pun telah kembali ke level ekspansif di angka 52,2 pada September 2021. Selain itu, peningkatan impor barang modal dan bahan baku di Agustus 2021 menunjukkan bahwa aktivitas produksi mulai kembali bergerak.

Kinerja ekspor juga terus menunjukkan peningkatan sehingga Neraca Perdagangan Indonesia surplus selama 16 bulan berturut-turut. Pada Agustus lalu, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$4,74 miliar atau tertinggi sejak Desember 2006. Secara akumulatif sejak Januari-Agustus 2021, neraca perdagangan mencatat surplus US$19,17 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan capaian periode sama di 2020 sebesar US$10,96 miliar.

Menko Airlangga menjelaskan, beberapa faktor pendorong perbaikan kinerja perdagangan luar negeri di antaranya yaitu pulihnya ekonomi negara mitra dagang Indonesia dan super cycle tren kenaikan harga komoditas internasional seperti minyak mentah, batu bara, dan minyak sawit, crumb rubber, gold dan lainnya. Selain itu, kondisi nilai tukar relatif stabil dan cadangan devisa yang mencapai US$144,8 miliar pada akhir Agustus 2021.

Melihat hal tersebut, perekonomian nasional diharapkan dapat kembali tumbuh ekspansif pada Kuartal IV-2021 serta ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh di kisaran 3,7%-4,5% di 2021 dan 5,2% di 2022.       

Perbaikan kinerja sektoral pada periode 1 Januari hingga 31 Agustus 2021, telah mendukung penerimaan perpajakan yang diterima oleh negara. Penerimaan perpajakan di beberapa sektor utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan tumbuh positif daripada tahun lalu. Peningkatan penerimaan perpajakan ini selanjutnya akan mendukung peningkatan belanja yang berkualitas, termasuk dalam pelaksanaan Program PEN.

Realisasi Program PEN sendiri sampai 1 Oktober 2021 telah mencapai Rp411,72 triliun atau sebesar 55,3% dari pagu anggaran Rp744,7 triliun. Program penempatan dana Pemerintah di perbankan yang termasuk dalam Program PEN juga telah mendorong total penyaluran kredit sebesar Rp431,24 triliun.

Khusus untuk UMKM, program ini telah berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp243,8 triliun atau 56,53% dari total penyaluran kredit. Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan perluasan pada program penjaminan kredit korporasi yang akan dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada korporasi.

Serangkaian insentif fiskal juga telah diberikan untuk mendongkrak kinerja sektor usaha. Misalnya, insentif PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, Restitusi PPN, dan penurunan tarif PPh Badan. Tujuannya untuk membantu likuiditas dan keberlangsungan usaha. Pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal kepada sektor-sektor yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap perekonomian, seperti sektor properti dan otomotif.

“Mengingat potensi risiko meluasnya dampak Covid-19 yang dapat berlanjut hingga tahun depan, Pemerintah berkomitmen melanjutkan Program PEN pada 2022 juga. Alokasi anggarannya sebesar Rp321 triliun dan bersifat dinamis (dapat berubah sesuai kebutuhan),” ungkap Menko Airlangga.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi nasional juga didukung reformasi struktural dan simplifikasi regulasi melalui UU Cipta Kerja yang sudah mulai diimplementasikan. Salah satunya melalui sistem perizinan berbasis risiko (OSS-RBA) yang telah diluncurkan pada tanggal 9 Agustus 2021.

Pemerintah juga telah memperluas bidang usaha untuk penanaman modal disertai dengan insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Kemudian, juga mengakselerasi masuknya investasi ke dalam negeri melalui pembentukan Lembaga Pengelola Investasi.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan seluruh stakeholderdalam menangani pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi. Komitmen ini akan membantu dalam mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Menko Airlangga. (rep/fsr/*)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil tumbuh sebesar 7,07% (yoy) di Triwulan II-2021, setelah turun cukup dalam pada periode sama tahun lalu. Perbaikan permintaan domestik telah membuat seluruh sektor usaha mengalami pertumbuhan positif di Triwulan II-2021. Pemulihan terjadi di berbagai sektor utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan juga mendorong aktivitas ekonomi lainnya di Indonesia.

“Hal ini telah memberikan optimisme kepada seluruh pelaku ekonomi. Memasuki Triwulan III-2021, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi yang diharapkan dapat meminimalisir dampak pengetatan pembatasan mobilitas yang dijalankan pada Juli-Agustus 2021,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Forum Dialog Sinar Mas – Economic Outlook 2022 bertema “Sinergi Korporasi dan Pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, Rabu (6/10).

Aktivitas manufaktur pun telah kembali ke level ekspansif di angka 52,2 pada September 2021. Selain itu, peningkatan impor barang modal dan bahan baku di Agustus 2021 menunjukkan bahwa aktivitas produksi mulai kembali bergerak.

Kinerja ekspor juga terus menunjukkan peningkatan sehingga Neraca Perdagangan Indonesia surplus selama 16 bulan berturut-turut. Pada Agustus lalu, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$4,74 miliar atau tertinggi sejak Desember 2006. Secara akumulatif sejak Januari-Agustus 2021, neraca perdagangan mencatat surplus US$19,17 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan capaian periode sama di 2020 sebesar US$10,96 miliar.

Menko Airlangga menjelaskan, beberapa faktor pendorong perbaikan kinerja perdagangan luar negeri di antaranya yaitu pulihnya ekonomi negara mitra dagang Indonesia dan super cycle tren kenaikan harga komoditas internasional seperti minyak mentah, batu bara, dan minyak sawit, crumb rubber, gold dan lainnya. Selain itu, kondisi nilai tukar relatif stabil dan cadangan devisa yang mencapai US$144,8 miliar pada akhir Agustus 2021.

Melihat hal tersebut, perekonomian nasional diharapkan dapat kembali tumbuh ekspansif pada Kuartal IV-2021 serta ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh di kisaran 3,7%-4,5% di 2021 dan 5,2% di 2022.       

Perbaikan kinerja sektoral pada periode 1 Januari hingga 31 Agustus 2021, telah mendukung penerimaan perpajakan yang diterima oleh negara. Penerimaan perpajakan di beberapa sektor utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan tumbuh positif daripada tahun lalu. Peningkatan penerimaan perpajakan ini selanjutnya akan mendukung peningkatan belanja yang berkualitas, termasuk dalam pelaksanaan Program PEN.

Realisasi Program PEN sendiri sampai 1 Oktober 2021 telah mencapai Rp411,72 triliun atau sebesar 55,3% dari pagu anggaran Rp744,7 triliun. Program penempatan dana Pemerintah di perbankan yang termasuk dalam Program PEN juga telah mendorong total penyaluran kredit sebesar Rp431,24 triliun.

Khusus untuk UMKM, program ini telah berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp243,8 triliun atau 56,53% dari total penyaluran kredit. Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan perluasan pada program penjaminan kredit korporasi yang akan dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada korporasi.

Serangkaian insentif fiskal juga telah diberikan untuk mendongkrak kinerja sektor usaha. Misalnya, insentif PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, Restitusi PPN, dan penurunan tarif PPh Badan. Tujuannya untuk membantu likuiditas dan keberlangsungan usaha. Pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal kepada sektor-sektor yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap perekonomian, seperti sektor properti dan otomotif.

“Mengingat potensi risiko meluasnya dampak Covid-19 yang dapat berlanjut hingga tahun depan, Pemerintah berkomitmen melanjutkan Program PEN pada 2022 juga. Alokasi anggarannya sebesar Rp321 triliun dan bersifat dinamis (dapat berubah sesuai kebutuhan),” ungkap Menko Airlangga.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi nasional juga didukung reformasi struktural dan simplifikasi regulasi melalui UU Cipta Kerja yang sudah mulai diimplementasikan. Salah satunya melalui sistem perizinan berbasis risiko (OSS-RBA) yang telah diluncurkan pada tanggal 9 Agustus 2021.

Pemerintah juga telah memperluas bidang usaha untuk penanaman modal disertai dengan insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Kemudian, juga mengakselerasi masuknya investasi ke dalam negeri melalui pembentukan Lembaga Pengelola Investasi.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan seluruh stakeholderdalam menangani pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi. Komitmen ini akan membantu dalam mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Menko Airlangga. (rep/fsr/*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/