25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rupiah Melemah Tajam, Jangan Dianggap Sepele

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa hari terakhir membuat panas dingin pelaku pasar. Butuh upaya ekstra untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dan pemerintah atau Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal, harus bahu membahu menjaga rupiah. “Kalau mau rupiah stabil, kuncinya adalah pelonggaran moneter dan fiskal,” ujarnya saat dihubungi Senin (8/6).

Menurut Ryan, dampak depresiasi tajam rupiah tidak bisa dianggap sepele. Dia menyebut, depresiasi rupiah saling kait mengait dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kucuran kredit perbankan yang makin seret, hingga ekspansi sektor riil yang terhambat. “Saat ini, semua indikator makroekonomi dan perbankan memburuk,” katanya.

Tanpa bermaksud menakut-nakuti, Ryan menyebut jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka bisa menggerus kepercayaan pasar maupun masyarakat terhadap rupiah. Akibatnya, dolar makin diburu sehingga memicu berlanjutnya siklus pelemahan rupiah. Karena itu, pemerintah harus tampil di garda terdepan untuk menggairahkan kembali perekonomian.”
Bagaimana caranya? Percepat pembangunan infrastruktur agar makin banyak perputaran uang sehingga roda ekonomi bergerak. Kementerian/Lembaga juga harus berupaya keras agar penyerapan anggaran bisa dilakukan dengan lancar, tidak menumpuk di akhir tahun seperti selama ini. “Jangan sampai proyek-proyek itu mandeg atau terlambat,” ucapnya.

Kemarin, depresiasi rupiah memang mulai memantik kekhawatiran. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin menunjukkan rupiah ditutup di level 13.360 per dolar AS (USD). Ini merupakan level terendah sejak era krisis moneter 1998.

Sementara itu di pasar spot, rupiah melemah lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah kemarin ditutup di level 13.385 per USD, melemah 95 poin atau 0,71 persen dibanding penutupan Jumat pekan lalu. Sepanjang perdagangan kemarin, mayoritas mata uang di kawasan Asia Pasifik memang terdepresiasi terhadap USD.”
Dari 13 mata uang, 10 melemah dan hanya tiga yang mampu menguat terhadap USD, yakni yen Jepang, dolar Hongkong, dan baht Thailand. Pelemahan rupiah yang sebesar 0,71 persen, rupanya tidak separah mata uang negara lain. Misalnya, ringgit Malaysia yang terjerembab hingga 1,42 persen, lalu won Korea Selatan 1,09 persen, peso Filipina 0,78 persen, dan dolar Taiwan 0,77 persen. (owi/ken/gen/dee)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa hari terakhir membuat panas dingin pelaku pasar. Butuh upaya ekstra untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dan pemerintah atau Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal, harus bahu membahu menjaga rupiah. “Kalau mau rupiah stabil, kuncinya adalah pelonggaran moneter dan fiskal,” ujarnya saat dihubungi Senin (8/6).

Menurut Ryan, dampak depresiasi tajam rupiah tidak bisa dianggap sepele. Dia menyebut, depresiasi rupiah saling kait mengait dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kucuran kredit perbankan yang makin seret, hingga ekspansi sektor riil yang terhambat. “Saat ini, semua indikator makroekonomi dan perbankan memburuk,” katanya.

Tanpa bermaksud menakut-nakuti, Ryan menyebut jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka bisa menggerus kepercayaan pasar maupun masyarakat terhadap rupiah. Akibatnya, dolar makin diburu sehingga memicu berlanjutnya siklus pelemahan rupiah. Karena itu, pemerintah harus tampil di garda terdepan untuk menggairahkan kembali perekonomian.”
Bagaimana caranya? Percepat pembangunan infrastruktur agar makin banyak perputaran uang sehingga roda ekonomi bergerak. Kementerian/Lembaga juga harus berupaya keras agar penyerapan anggaran bisa dilakukan dengan lancar, tidak menumpuk di akhir tahun seperti selama ini. “Jangan sampai proyek-proyek itu mandeg atau terlambat,” ucapnya.

Kemarin, depresiasi rupiah memang mulai memantik kekhawatiran. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin menunjukkan rupiah ditutup di level 13.360 per dolar AS (USD). Ini merupakan level terendah sejak era krisis moneter 1998.

Sementara itu di pasar spot, rupiah melemah lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah kemarin ditutup di level 13.385 per USD, melemah 95 poin atau 0,71 persen dibanding penutupan Jumat pekan lalu. Sepanjang perdagangan kemarin, mayoritas mata uang di kawasan Asia Pasifik memang terdepresiasi terhadap USD.”
Dari 13 mata uang, 10 melemah dan hanya tiga yang mampu menguat terhadap USD, yakni yen Jepang, dolar Hongkong, dan baht Thailand. Pelemahan rupiah yang sebesar 0,71 persen, rupanya tidak separah mata uang negara lain. Misalnya, ringgit Malaysia yang terjerembab hingga 1,42 persen, lalu won Korea Selatan 1,09 persen, peso Filipina 0,78 persen, dan dolar Taiwan 0,77 persen. (owi/ken/gen/dee)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/