26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Syarat Lelang WK Migas Lebih Lunak

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) berencana melelang 15 wilayah kerja (WK) minyak dan gas (migas) pada Mei mendatang. Perinciannya, 10 wilayah kerja konvensional dan 5 wilayah kerja nonkonvensional.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja menyatakan, seluruh lelang menggunakan skema bagi hasil berupa gross split untuk menggantikan skema cost recovery. Dengan skema gross split, pemerintah memperoleh bagian minyak dan gas bumi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase bagi hasil selama ini.

Namun, bagian minyak dan gas yang diterima pemerintah itu utuh karena tidak lagi dikurangi penggantian biaya operasional untuk kegiatan eksploitasi minyak yang ditagihkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Menurut Wirat, skema gross split lebih disukai KKKS lantaran arus kasnya tidak terpengaruh durasi pengembalian biaya operasional dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Untuk lelang pada semester pertama tahun ini, ada 15 WK. Semua akan ditawarkan dalam PSC (production sharing contract) gross split,” ujarnya di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin (11/4).

Bukan hanya skema gross split, pemerintah juga meminta bonus tanda tangan (signature bonus) dengan sistem lelang terbuka. Nanti peserta lelang menyebutkan jaminan kemampuan keuangan tersebut dalam dokumen lelang wilayah kerja migas. Jadi, antara pemerintah dan peserta lelang, dimungkinkan terjadi tawar-menawar nilai signature bonus. Tawar-menawar terjadi karena potensi dan tantangan setiap wilayah kerja migas berbeda-beda.

“Dulu kan (signature bonus) dibatasi sekian. Ada owner estimate karena bentuk cekungan (wilayah kerja migas, Red) punya karakter masing-masing. Datanya berbeda dan potensi juga berbeda-beda,” kata guru besar ITB tersebut.

Bila ada wilayah kerja yang tidak laku dalam lelang tahun ini, pemerintah langsung melakukan evaluasi dan perbaikan penawaran. WK itu selanjutnya dilelang lagi pada semester kedua tahun ini. Sejumlah wilayah kerja konvensional yang ditawarkan adalah WK Durian di Kepulauan Riau; Tanimbar di Maluku; Mamberamo di Papua; Andaman 1, Andaman 2, dan South Tuna di Kepulauan Riau; serta Merak di Banten–Lampung. Selain itu, Pekawai di Kalimantan Timur, West Yamdena di Maluku, dan Kasuari 3 di Papua Barat.

Wilayah kerja nonkonvensional yang akan dilelang adalah shale hidrokarbon, Jambi 1, dan Jambi 2. Selain minyak dan gas bumi, pemerintah bakal melelang wilayah kerja metana batu bara Raja, Bungamas, dan West Air Komering di Sumatera Selatan.

Penggunaan sistem gross split juga menjadi upaya pemerintah untuk mengurangi pembayaran cost recovery yang terus meningkat meski produksi migas terus menurun. Pada 2015, cost recovery yang dikeluarkan pemerintah mencapai USD 13,9 miliar atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas tahun lalu yang mencapai USD 12,86 miliar.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan dana cost recovery sebesar USD 10,4 miliar di APBN 2017. Angka tersebut meningkat dari alokasi dana cost recovery USD 8,5 miliar selama 2016. (noe/jpg)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) berencana melelang 15 wilayah kerja (WK) minyak dan gas (migas) pada Mei mendatang. Perinciannya, 10 wilayah kerja konvensional dan 5 wilayah kerja nonkonvensional.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja menyatakan, seluruh lelang menggunakan skema bagi hasil berupa gross split untuk menggantikan skema cost recovery. Dengan skema gross split, pemerintah memperoleh bagian minyak dan gas bumi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase bagi hasil selama ini.

Namun, bagian minyak dan gas yang diterima pemerintah itu utuh karena tidak lagi dikurangi penggantian biaya operasional untuk kegiatan eksploitasi minyak yang ditagihkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Menurut Wirat, skema gross split lebih disukai KKKS lantaran arus kasnya tidak terpengaruh durasi pengembalian biaya operasional dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Untuk lelang pada semester pertama tahun ini, ada 15 WK. Semua akan ditawarkan dalam PSC (production sharing contract) gross split,” ujarnya di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin (11/4).

Bukan hanya skema gross split, pemerintah juga meminta bonus tanda tangan (signature bonus) dengan sistem lelang terbuka. Nanti peserta lelang menyebutkan jaminan kemampuan keuangan tersebut dalam dokumen lelang wilayah kerja migas. Jadi, antara pemerintah dan peserta lelang, dimungkinkan terjadi tawar-menawar nilai signature bonus. Tawar-menawar terjadi karena potensi dan tantangan setiap wilayah kerja migas berbeda-beda.

“Dulu kan (signature bonus) dibatasi sekian. Ada owner estimate karena bentuk cekungan (wilayah kerja migas, Red) punya karakter masing-masing. Datanya berbeda dan potensi juga berbeda-beda,” kata guru besar ITB tersebut.

Bila ada wilayah kerja yang tidak laku dalam lelang tahun ini, pemerintah langsung melakukan evaluasi dan perbaikan penawaran. WK itu selanjutnya dilelang lagi pada semester kedua tahun ini. Sejumlah wilayah kerja konvensional yang ditawarkan adalah WK Durian di Kepulauan Riau; Tanimbar di Maluku; Mamberamo di Papua; Andaman 1, Andaman 2, dan South Tuna di Kepulauan Riau; serta Merak di Banten–Lampung. Selain itu, Pekawai di Kalimantan Timur, West Yamdena di Maluku, dan Kasuari 3 di Papua Barat.

Wilayah kerja nonkonvensional yang akan dilelang adalah shale hidrokarbon, Jambi 1, dan Jambi 2. Selain minyak dan gas bumi, pemerintah bakal melelang wilayah kerja metana batu bara Raja, Bungamas, dan West Air Komering di Sumatera Selatan.

Penggunaan sistem gross split juga menjadi upaya pemerintah untuk mengurangi pembayaran cost recovery yang terus meningkat meski produksi migas terus menurun. Pada 2015, cost recovery yang dikeluarkan pemerintah mencapai USD 13,9 miliar atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas tahun lalu yang mencapai USD 12,86 miliar.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan dana cost recovery sebesar USD 10,4 miliar di APBN 2017. Angka tersebut meningkat dari alokasi dana cost recovery USD 8,5 miliar selama 2016. (noe/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/