29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

PLN PeDe tanpa Solar Pertamina

Logo PLN
Logo PLN

SUMUTPOS.CO – Selain soal gas, Pertamina juga masih punya ‘masalah’ denagn pembatasan bahan bakar minyak (BBM), terutama solar untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hingga kemarin, Pertamina tetap ngotot memangkas 50 persen suplai solar ke PLN. Suplai akan dilanjutkan jika kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepakat soal harga.

Rupanya, PLN, tak khawatir terhadap aksi pengurangan pasokan BBM oleh PT Pertamina. BUMN listrik PeDe (percaya diri) karena mengaku masih punya beberapa pemasok BBM lainnya. Dengan begitu, kebutuhan BBM PT PLN diakui masih bisa dipenuhi.

Direktur Gas dan BBM PT PLN Suryadi Mardjoeki mengungkapkan, total kebutuhan BBM PT PLN pada 2014 mencapai 6,4 juta kiloliter (kl). Hingga Juni 2014, pihaknya mengaku telah menyerap 55 persen dari total kebutuhan tersebut. Dari realisasi tersebut, 750 ribu-1 juta kl didapat dari badan usaha lain yakni PT Aneka Kimia Raya (AKR) dan Kutilang Paksi Mas (KPM).

“Prinsipnya, mereka siap membantu kami bilang Pertamina tidak menyuplai. Tapi kami masih berharap pertamina tetap menyuplai,” jelasnya di Jakarta kemarin

“Dia menambahkan, persilisihan yang mengarah kepada aski pengurangan volume pasokan sebenarnya tak perlu terjadi. Sebagai sesama BUMN, Suryadi menilai tak perlu ada keributan dalam menyelesaikan permasalahan.

“Semua ini bergantung kepada keuangan negara. Bukan PLN yang tidak mau dengan harga Pertamina. Tapi karena ini mempengaruhi subsidi listrik. Jadi kami harus menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan,” jelasnya.

Dia menegaskan, pihaknya sudah menyetujui untuk membayar BBM untuk periode Juli-Desember 2014. Kesepakatannya adalah formula 109,5 persen dari MOPS untuk BBM jenis High Speed Diesel (HSD) dan 111 persen dari MOPS untuk BBM jenis Marine Fuel Oil (MFO). Namun, untuk harga 2013 dan semester I 2014 masih menunggu persetujuan dari Direkorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

“Meski mendengar alasan tersebut, pihak PT Pertamina mengaku masih kukuh dalam keputusan mengurangi pasokan BBM menjadi setengah. Hal tersebut dikarenakan kontrak yang dilakukan murni berbasis bisnis. Karena itu, kerugian yang diterima Pertamina akibat penyaluran dinilai alasan yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut.

“Pada semester I 2014, kami rugi USD 43 juta akibat menyalurkan BBM ke PLN tanpa ada kesepakatan kontrak baru. Tentu itu ironis mengingat PT PLN mencatat keuntungan Rp12 triliun pada 2014 ini. Lagipula, tidak ada undang-undang yang mewajibkan Pertamina memasok BBM ke PLN,” terangnya.

Dia pun mengaku memberikan keleluasaan kepada PT PLN dalam merespon keputusan tersebut. Pihaknya pun tak keberatan jika PT PLN membeli kebutuhan yang dipotong oleh Pertamina pada pihak lain. “Silahkan saja. Kami memang bukan pemasok satu-satunya untuk mereka,” ujarnya.

 

Dahlan: Itu Urusan orang Pintar

Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan punya alasan tersendiri mengapa pada rapat bersama tiga dirut BUMN bidang energi Senin (11/8), tak membahas ataupun menyinggung soal perbedaan selisih harga jual beli solar, antara Pertamina-PLN.

Dahlan yakin, dua dirut BUMN tersebut masih mampu dan bisa mengatasi persoalan selisih harga tersebut. Ia pun tak segan memuji dua dirut tersebut.

“Solar tidak dibahas dan saya tidak mau membahas itu, karena itu urusan dua orang pintar. Dirut Pertamina pintar sekali, PLN juga pintar sekali. Ya sudahlah, dua orang pintar masak tidak bisa selesaikan ini. Dua orang ini lebih pintar dari saya,” ucap Dahlan di kantornya, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (11/8).

Dalam hal ini, Dahlan menilai baik PLN maupun Pertamina ada dalam posisi yang benar, keduanya tidak berada dalam posisi yang salah. Ia juga melihat perselisihan harga solar ini masih tergolong wajar dalam transaksi jual beli.

“Pertamina betul dan PLN juga betul, sebab kalau pun diurus oleh pemerintah, maka tidak cukup oleh menteri BUMN saja, kaitannya sama subsidi dan macem-macem,” terangnya.

“Saya tidak mau menyalahkan yang betul, pasti ketemulah solusinya. Dua-duanya betul, kalau dua-dua nya salah baru sulit untuk memutuskan,” imbuh mantan Dirut PLN ini. (bil/chi/jpnn/rbb)

Logo PLN
Logo PLN

SUMUTPOS.CO – Selain soal gas, Pertamina juga masih punya ‘masalah’ denagn pembatasan bahan bakar minyak (BBM), terutama solar untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hingga kemarin, Pertamina tetap ngotot memangkas 50 persen suplai solar ke PLN. Suplai akan dilanjutkan jika kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepakat soal harga.

Rupanya, PLN, tak khawatir terhadap aksi pengurangan pasokan BBM oleh PT Pertamina. BUMN listrik PeDe (percaya diri) karena mengaku masih punya beberapa pemasok BBM lainnya. Dengan begitu, kebutuhan BBM PT PLN diakui masih bisa dipenuhi.

Direktur Gas dan BBM PT PLN Suryadi Mardjoeki mengungkapkan, total kebutuhan BBM PT PLN pada 2014 mencapai 6,4 juta kiloliter (kl). Hingga Juni 2014, pihaknya mengaku telah menyerap 55 persen dari total kebutuhan tersebut. Dari realisasi tersebut, 750 ribu-1 juta kl didapat dari badan usaha lain yakni PT Aneka Kimia Raya (AKR) dan Kutilang Paksi Mas (KPM).

“Prinsipnya, mereka siap membantu kami bilang Pertamina tidak menyuplai. Tapi kami masih berharap pertamina tetap menyuplai,” jelasnya di Jakarta kemarin

“Dia menambahkan, persilisihan yang mengarah kepada aski pengurangan volume pasokan sebenarnya tak perlu terjadi. Sebagai sesama BUMN, Suryadi menilai tak perlu ada keributan dalam menyelesaikan permasalahan.

“Semua ini bergantung kepada keuangan negara. Bukan PLN yang tidak mau dengan harga Pertamina. Tapi karena ini mempengaruhi subsidi listrik. Jadi kami harus menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan,” jelasnya.

Dia menegaskan, pihaknya sudah menyetujui untuk membayar BBM untuk periode Juli-Desember 2014. Kesepakatannya adalah formula 109,5 persen dari MOPS untuk BBM jenis High Speed Diesel (HSD) dan 111 persen dari MOPS untuk BBM jenis Marine Fuel Oil (MFO). Namun, untuk harga 2013 dan semester I 2014 masih menunggu persetujuan dari Direkorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

“Meski mendengar alasan tersebut, pihak PT Pertamina mengaku masih kukuh dalam keputusan mengurangi pasokan BBM menjadi setengah. Hal tersebut dikarenakan kontrak yang dilakukan murni berbasis bisnis. Karena itu, kerugian yang diterima Pertamina akibat penyaluran dinilai alasan yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut.

“Pada semester I 2014, kami rugi USD 43 juta akibat menyalurkan BBM ke PLN tanpa ada kesepakatan kontrak baru. Tentu itu ironis mengingat PT PLN mencatat keuntungan Rp12 triliun pada 2014 ini. Lagipula, tidak ada undang-undang yang mewajibkan Pertamina memasok BBM ke PLN,” terangnya.

Dia pun mengaku memberikan keleluasaan kepada PT PLN dalam merespon keputusan tersebut. Pihaknya pun tak keberatan jika PT PLN membeli kebutuhan yang dipotong oleh Pertamina pada pihak lain. “Silahkan saja. Kami memang bukan pemasok satu-satunya untuk mereka,” ujarnya.

 

Dahlan: Itu Urusan orang Pintar

Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan punya alasan tersendiri mengapa pada rapat bersama tiga dirut BUMN bidang energi Senin (11/8), tak membahas ataupun menyinggung soal perbedaan selisih harga jual beli solar, antara Pertamina-PLN.

Dahlan yakin, dua dirut BUMN tersebut masih mampu dan bisa mengatasi persoalan selisih harga tersebut. Ia pun tak segan memuji dua dirut tersebut.

“Solar tidak dibahas dan saya tidak mau membahas itu, karena itu urusan dua orang pintar. Dirut Pertamina pintar sekali, PLN juga pintar sekali. Ya sudahlah, dua orang pintar masak tidak bisa selesaikan ini. Dua orang ini lebih pintar dari saya,” ucap Dahlan di kantornya, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (11/8).

Dalam hal ini, Dahlan menilai baik PLN maupun Pertamina ada dalam posisi yang benar, keduanya tidak berada dalam posisi yang salah. Ia juga melihat perselisihan harga solar ini masih tergolong wajar dalam transaksi jual beli.

“Pertamina betul dan PLN juga betul, sebab kalau pun diurus oleh pemerintah, maka tidak cukup oleh menteri BUMN saja, kaitannya sama subsidi dan macem-macem,” terangnya.

“Saya tidak mau menyalahkan yang betul, pasti ketemulah solusinya. Dua-duanya betul, kalau dua-dua nya salah baru sulit untuk memutuskan,” imbuh mantan Dirut PLN ini. (bil/chi/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/