PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Dikenal sebagai perusahaan tambang yang menerapkan usaha berkelanjutan, PT Agincourt Resources selaku pengelola Tambang Emas Martabe di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, mulai menerapkan Martabe Improvement Program (MIP). Yakni, usaha berkelanjutan Tambang Emas Martabe untuk mengoptimalisasi aset, penggunaan biaya, efisiensi dan produktivitas, serta meningkatkan arus kas.
“Target kami adalah menjadi produsen emas yang efisien dengan AISC di bawah 600 dolar AS per ounce (1 ounce = 31,1 gram) dan memproduksi lebih dari 300.000 ounce per tahun,” kata Senior Manager Mining PT Agincourt Resources, Rahmat Lubis, dalam orientasi lanjutan bagi media tentang pertambangan Indonesia dan dunia yang digelar PT Agincourt Resources selaku pengelola Tambang Emas Martabe di Parapat, Senin (11/3/2019).
Untuk mencapai target itu, Tambang Emas Martabe mengoptimalisasi produksi tambang dan kapasitas pabrik pengolahan maksimal 5,5 mtpa. Selain itu, juga mengurangi biaya produksi, material, suplai, dan servis, serta menurunkan pembiayaan unit.
“Untuk mengurangi biaya-biaya, kami menerapkan efisiensi di berbagai bidang. Misalnya untuk listrik, kami mengurangi biaya dengan menggunakan listrik yang disuplai PLTP Sarulla. Biaya yang kami keluarkan tinggal 30 persen dari biaya genset yang sebelumnya kami gunakan. Untuk konsumsi ikan, selama ini perusahaan membeli ikan dari Jakarta. Sekarang cukup membeli ikan dari Sibolga, tanpa menurunkan standar kualitas ikan. Sebelumnya kami mendatangkan ahli servis AC dari Medan. Sekarang, kami memanggil ahli service dari Batangtoru, dengan keahlian yang sama. Hal-hal seperti itu bisa mengurangi biaya tanpa mengurangi kualitas,” kata pria yang sudah 8 tahun bekerja di Tambang Emas Martabe ini.
Untuk penambangan, perusahaan melakukan efisiensi dari segi produktivitas dengan tetap bekerja selama 24 jam, meski hari libur. Tentu dengan tetap menghormati hak-hak karyawan yang menjalankan ibadah. Armada truk/pengangkutan juga dibebani performa operasional, untuk memaksimalkan penggunaan aset.
Untuk mill to mill, perusahaan menerapkan efisiensi peledakan bebatuan semaksimal mungkin, dengan melatih karyawan bagian peledakan agar mampu meledakkan bebatuan dengan sekali ledakan saja. “Soalnya, biaya bahan peledak itu mahal,” kata Rahmat sembari tertawa lebar.
Efisiensi juga diterapkan di bagian pabrik pengolahan, dengan menerapkan produktivitas SAG, yakni menaikkan parameter, kecepatan, charge, beban dan otomatisasi. “Tambang Emas Martabe menerapkan lima kali penggilingan bebatuan hingga menjadi sehalus tepung, sebelum dilarutkan dengan Sianida untuk menangkap partikel emasnya. Karena rasio emas di bebatuan hanya 2 gram per satu ton bebatuan, tambang membutuhkan 10 ribu ton bebatuan per hari hanya untuk mendapatkan 1 kg emas,” jelasnya.
Karena perusahaan tambang emas adalah perusahan yang membutuhkan modal triliunan rupiah, plus triliunan rupiah lagi untuk eksplorasi potensi cadangan emas, menurut Rahmat, perusahaan perlu melakukan efisiensi biaya untuk .
“Hingga saat ini, umur Tambang Emas Martabe diprediksi aktif hingga tahun 2033, dengan penemuan cadangan emas menjadi 4,8 juta ounce di 3 pit, yakni Pit Purnama, Pit Barani, dan Pit Ramba Joring. Penambahan usia tambang otomatis akan menambah manfaat dan kontribusi ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah,” kata Rahmat.
Cadangan emas, menurutnya, rutin dihitung ulang karena prediksinya bisa berubah-ubah. “Cadangan itu sulit diprediksi. Untuk itulah, perusahaan terus menerus melakukan eksplorasi untuk mencari cadangan emas yang bisa memperpanjang umur tambang,” katanya. (mea)