30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Terima Kasih BTPN Syariah

BERSAMA: Nasabah BTPN Syariah, Tuti Sriwahyuni menunjukkan usahanya yaitu pengumpul barang bekas kepada manajemen BTPN Syariah.

Tahun 2011 menjadi tahun yang bersejarah bagi Tuti Sriwahyuni (42). Pada tahun tersebut, sang suami, Paino Syahputra mengalami kecelakaan. Satu persatu harta simpanan mulai dijual untuk membayar pengobatan dan biaya kehidupan sehari-hari. Tidak mau berlarut, warga Lingkungan V, Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman Kisaran inipun mulai mempelajari bisnis barang bekas dan mencari pinjaman untuk modal awal.

“Semua saya mulai dari nol, dari mencari pinjaman hingga menjalankan bisnis. Walau awalnya berat, tetapi karena dibimbing suami dan orang lain, saya mampu menjalani dan Alhamdulillah, usaha ini tetap berjalan,” ujarnya.

Tuti mengisahkan, sejak sebelum menikah suaminya sudah menjadi pengumpul barang bekas atau botot. Bahkan, saat mereka menikah, uang bukan menjadi masalah karena suaminya sudah menjadi toke atau pembeli barang bekas. Berjalannya tahun, usaha botot ini terus berkembang. Bahkan, pelanggannya bukan hanya dari Kabupaten Asahan, tetapi dari berbagai daerah di Sumatera Utara.

Takdir berkata lain, harta yang dikumpulkan dari usaha botot tersebut satu-satu harus dijual. Yang tersisa hanya barang bekas yang tidak layak jual lagi.

“Kami memutuskan pindah. Dari sini saya mencoba mencari pinjaman untuk modal menjalankan usaha. Awalnya saya pinjam melalut ‘bapak koyak-koyak’ (rentenir,red). Bukan membantu, sebaliknya sangat mencekik leher. Apalagi pada saat itu, saya sedang tahap belajar dan kebutuhan anak yang sedang sekolah, benar-benar dalam tekanan yang sangat besar,” ungkapnya.

Tuti menjelaskan, saat meminjam dengan rentenir, dikenakan bunga sekitar 30 persen. Jadi, saat meminjam Rp1 juta, maka harus dikembalikan sebesar Rp1.300.000 dalam waktu 40 hari.

“Walau kita meminjam Rp1 juta, tetapi yang kita terima hanya Rp900.000. Uang nya dipotong Rp100 ribu untuk administrasi kata bapak itu,” jelasnya.

Tetapi, sejak 5 tahun yang lalu, doa Tuti sepertinya dikabulkan oleh Allah SWT. Bersama teman dan saudara satu lingkungan, Tuti berkenalan dengan Community Officer BTPN Syariah. Selain diberi kesempatan untuk mendapatkan pinjaman, Tuti dan bersama rekannya juga mendapatkan pembelajaran untuk disiplin dan cara mengumpulkan uang agar tidak telat membayar cicilan.

“Petugasnya sangat ramah dan sangat sabar untuk mengajari kita. Apalagi kita orang kampung, jadi harus dijelaskan secara berulang-ulang. Dan mereka benar-benar sabar. Saat mengutip juga sangat ramah. Dan para petugas itu bersedia mendengarkan keluh kesah kita. Saya beberapa kali curhat sama petugas,” ujarnya sambil tersenyum.

Karena disiplin dalam membayar dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, Tuti yang awalnya hanya mendapatkan pinjaman sekitar Rp2 juta, kini sudah menjadi Rp20 juta. Semua pinjaman tersebut dijadikan modal oleh Tuti.

“Alhamdulillah, saat ini kami sudah menjadi pengepul lagi. Anak-anak sekolahnya tidak terganggu, dan biaya pengobatan bapak juga tidak terganggu. Selain dapat bantuan dana dari BTPN Syariah, teman-teman lama bapak juga ikut membantu kami. Bahkan, ada yang bersedia ambil barang dulu baru bayar. Saya benar-benar berterima kasih,” ungkapnya sambil terharu.

Karena usaha yang dijalankan sudah semakin besar, kebutuhan usaha juga terus bertambah. Saat ini Tuti membutuhkan mesin pres untuk botol plastik bekas. Tetapi, dirinya mencoba untuk menahan diri untuk tidak terlalu ‘memaksakan’ diri untuk membeli mesin tersebut.

“Kata suami saya, satu-satu saja. Kalau memang sudah sangat mendesak baru dibeli,” lanjutnya.

Menunjukkan rasa syukurnya, Tuti tidak ‘mengiyakan’ saja bila ada pihak lain yang mengajak dirinya untuk mengajukan pinjaman. Baginya, pinjaman di BTPN Syariah saja sudah cukup membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan usaha dan keluarga.

“Ada pihak bank yang menawarkan pinjaman, tapi saya tolak. Saya mending sama BTPN Syariah saja. Satu bank sajalah,” tutupnya.

Sekretaris Camat Air Joman, Maslin Nainggolan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kehadiran BTPN Syariah ke beberapa desa di Air Joman. Baginya, kehadiran ‘Bankir Pemberdaya’ ini meningkatkan perekonomian warganya.

“Mereka dulu terjerat oleh rentenir. Tetapi kini mereka bisa berdikari. Warga menjadi lebih kreatif karena mereka memikirkan dagangan yang menarik, dan jadi sangat jarang bergosip,” ungkapnya.

Maslih Nainggolan menyatakan, untuk penduduk di desa meminjam di rentenir menjadi solusi yang paling cepat, karena langsung cair. Tetapi, di BTPN Syariah juga bisa dikatakan cepat karena tidak mencapai waktu hingga berbulan-bulan. “Enaknya di BTPN Syariah ini, selain dapat pinjaman, kita juga mendapat pendidikan. Bahkan, kabarnya para petugas terbiasa berkomunikasi dan memberikan ide-ide segar untuk para nasabahnya,” tutupnya. (ram)

BERSAMA: Nasabah BTPN Syariah, Tuti Sriwahyuni menunjukkan usahanya yaitu pengumpul barang bekas kepada manajemen BTPN Syariah.

Tahun 2011 menjadi tahun yang bersejarah bagi Tuti Sriwahyuni (42). Pada tahun tersebut, sang suami, Paino Syahputra mengalami kecelakaan. Satu persatu harta simpanan mulai dijual untuk membayar pengobatan dan biaya kehidupan sehari-hari. Tidak mau berlarut, warga Lingkungan V, Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman Kisaran inipun mulai mempelajari bisnis barang bekas dan mencari pinjaman untuk modal awal.

“Semua saya mulai dari nol, dari mencari pinjaman hingga menjalankan bisnis. Walau awalnya berat, tetapi karena dibimbing suami dan orang lain, saya mampu menjalani dan Alhamdulillah, usaha ini tetap berjalan,” ujarnya.

Tuti mengisahkan, sejak sebelum menikah suaminya sudah menjadi pengumpul barang bekas atau botot. Bahkan, saat mereka menikah, uang bukan menjadi masalah karena suaminya sudah menjadi toke atau pembeli barang bekas. Berjalannya tahun, usaha botot ini terus berkembang. Bahkan, pelanggannya bukan hanya dari Kabupaten Asahan, tetapi dari berbagai daerah di Sumatera Utara.

Takdir berkata lain, harta yang dikumpulkan dari usaha botot tersebut satu-satu harus dijual. Yang tersisa hanya barang bekas yang tidak layak jual lagi.

“Kami memutuskan pindah. Dari sini saya mencoba mencari pinjaman untuk modal menjalankan usaha. Awalnya saya pinjam melalut ‘bapak koyak-koyak’ (rentenir,red). Bukan membantu, sebaliknya sangat mencekik leher. Apalagi pada saat itu, saya sedang tahap belajar dan kebutuhan anak yang sedang sekolah, benar-benar dalam tekanan yang sangat besar,” ungkapnya.

Tuti menjelaskan, saat meminjam dengan rentenir, dikenakan bunga sekitar 30 persen. Jadi, saat meminjam Rp1 juta, maka harus dikembalikan sebesar Rp1.300.000 dalam waktu 40 hari.

“Walau kita meminjam Rp1 juta, tetapi yang kita terima hanya Rp900.000. Uang nya dipotong Rp100 ribu untuk administrasi kata bapak itu,” jelasnya.

Tetapi, sejak 5 tahun yang lalu, doa Tuti sepertinya dikabulkan oleh Allah SWT. Bersama teman dan saudara satu lingkungan, Tuti berkenalan dengan Community Officer BTPN Syariah. Selain diberi kesempatan untuk mendapatkan pinjaman, Tuti dan bersama rekannya juga mendapatkan pembelajaran untuk disiplin dan cara mengumpulkan uang agar tidak telat membayar cicilan.

“Petugasnya sangat ramah dan sangat sabar untuk mengajari kita. Apalagi kita orang kampung, jadi harus dijelaskan secara berulang-ulang. Dan mereka benar-benar sabar. Saat mengutip juga sangat ramah. Dan para petugas itu bersedia mendengarkan keluh kesah kita. Saya beberapa kali curhat sama petugas,” ujarnya sambil tersenyum.

Karena disiplin dalam membayar dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, Tuti yang awalnya hanya mendapatkan pinjaman sekitar Rp2 juta, kini sudah menjadi Rp20 juta. Semua pinjaman tersebut dijadikan modal oleh Tuti.

“Alhamdulillah, saat ini kami sudah menjadi pengepul lagi. Anak-anak sekolahnya tidak terganggu, dan biaya pengobatan bapak juga tidak terganggu. Selain dapat bantuan dana dari BTPN Syariah, teman-teman lama bapak juga ikut membantu kami. Bahkan, ada yang bersedia ambil barang dulu baru bayar. Saya benar-benar berterima kasih,” ungkapnya sambil terharu.

Karena usaha yang dijalankan sudah semakin besar, kebutuhan usaha juga terus bertambah. Saat ini Tuti membutuhkan mesin pres untuk botol plastik bekas. Tetapi, dirinya mencoba untuk menahan diri untuk tidak terlalu ‘memaksakan’ diri untuk membeli mesin tersebut.

“Kata suami saya, satu-satu saja. Kalau memang sudah sangat mendesak baru dibeli,” lanjutnya.

Menunjukkan rasa syukurnya, Tuti tidak ‘mengiyakan’ saja bila ada pihak lain yang mengajak dirinya untuk mengajukan pinjaman. Baginya, pinjaman di BTPN Syariah saja sudah cukup membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan usaha dan keluarga.

“Ada pihak bank yang menawarkan pinjaman, tapi saya tolak. Saya mending sama BTPN Syariah saja. Satu bank sajalah,” tutupnya.

Sekretaris Camat Air Joman, Maslin Nainggolan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kehadiran BTPN Syariah ke beberapa desa di Air Joman. Baginya, kehadiran ‘Bankir Pemberdaya’ ini meningkatkan perekonomian warganya.

“Mereka dulu terjerat oleh rentenir. Tetapi kini mereka bisa berdikari. Warga menjadi lebih kreatif karena mereka memikirkan dagangan yang menarik, dan jadi sangat jarang bergosip,” ungkapnya.

Maslih Nainggolan menyatakan, untuk penduduk di desa meminjam di rentenir menjadi solusi yang paling cepat, karena langsung cair. Tetapi, di BTPN Syariah juga bisa dikatakan cepat karena tidak mencapai waktu hingga berbulan-bulan. “Enaknya di BTPN Syariah ini, selain dapat pinjaman, kita juga mendapat pendidikan. Bahkan, kabarnya para petugas terbiasa berkomunikasi dan memberikan ide-ide segar untuk para nasabahnya,” tutupnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/