27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Tesla Pilih India?

Rencana produsen mobil listrik asal Amerika Serikat (AS) Tesla bangun pabrik di Indonesia sempat ramai dibicarakan. Perusahaan milik Elon Musk itu disebut lebih memilih India sebagai lokasi terbaru pabriknya, meski akhirnya pemerintah mengklarifikasi hal tersebut.

ELEGAN: Mobil listrik keluaran Tesla terkenal dengan desain yang elegan.ISTIMEWA/SUMUT POS.

Seorang Dispora Indonesia yang juga berprofesi sebagai Assistant Professor of Chemical and Environmental Engineering di Universitas Nottingham, Inggris, Bagus Putra Muljadi berbagi pandangannya soal hal itu. Menurutnya, alasan Tesla memilih India karena sektor penelitian dan pengembangannya dianggap lebih siap.

“Makanya Tesla lari ke India, nggak ke kita karena India punya 1 juta PhD daripada kita. Padahal kita punya 4.500 universitas bayangkan, China yang punya 5 kali penduduk (dari RI) saja hanya punya 2.000 universitas, Inggris cuma punya 100, Indonesia punya 4.500 tapi cuma 15% dosennya atau pengajarnya yang punya PhD artinya banyak dosen yang tidak tau riset itu apa, jadi itu masalahnya di Indonesia,” ujar Budi dalam diskusi virtual, Kamis (15/4).

Ia pun ikut mengomentari soal peleburan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia percaya ada keseriusan pemerintah di balik upaya tersebut.

Akan tetapi, ia meragukan soal prioritas keilmuan terutama terkait litbang tadi. Lalu, hal lain yang jadi PR buat pemerintah adalah soal memisahkan birokrasi dari sektor litbang di Indonesia.

“Kadang masalah di Kemenristek-BRIN itu bukan masalah kompeten, karena banyak profesor yang kuat di situ. Masalahnya adalah campur aduk antara keilmuan dengan birokrasi, jadi ilmuannya di situ jadi birokrat, birokrasi kan sarat dengan hierarki yang adalah musuh dari intelektual,” katanya.

Saran lainnya buat pemerintah adalah bagaimana membangun budaya egaliter dalam sektor litbang di Indonesia.

“Saya imbau BRIN kalau betul-betul serius, dia harus bisa memiliki budaya egaliter, jangan ada birokrat yang mendominasi, dibuat fair play, lalu punya grand narative 4 atau 5 prioritas saja, bikin Kopassus keilmuan, bikin pentagonnya, gitu,” imbuhnya.

Kopassus keilmuan yang dimaksud bagus adalah pemerintah bisa memilih 1.000-3.000 mahasiswa terpilih bergelar PhD yang ada di Indonesia lalu dikirim ke luar negeri untuk memperdalam keilmuannya. Mereka ditugaskan untuk membuat riset sebanyak-banyaknya soal Indonesia. Lalu, setelahnya dipulangkan kembali. (dtc/ram)

Rencana produsen mobil listrik asal Amerika Serikat (AS) Tesla bangun pabrik di Indonesia sempat ramai dibicarakan. Perusahaan milik Elon Musk itu disebut lebih memilih India sebagai lokasi terbaru pabriknya, meski akhirnya pemerintah mengklarifikasi hal tersebut.

ELEGAN: Mobil listrik keluaran Tesla terkenal dengan desain yang elegan.ISTIMEWA/SUMUT POS.

Seorang Dispora Indonesia yang juga berprofesi sebagai Assistant Professor of Chemical and Environmental Engineering di Universitas Nottingham, Inggris, Bagus Putra Muljadi berbagi pandangannya soal hal itu. Menurutnya, alasan Tesla memilih India karena sektor penelitian dan pengembangannya dianggap lebih siap.

“Makanya Tesla lari ke India, nggak ke kita karena India punya 1 juta PhD daripada kita. Padahal kita punya 4.500 universitas bayangkan, China yang punya 5 kali penduduk (dari RI) saja hanya punya 2.000 universitas, Inggris cuma punya 100, Indonesia punya 4.500 tapi cuma 15% dosennya atau pengajarnya yang punya PhD artinya banyak dosen yang tidak tau riset itu apa, jadi itu masalahnya di Indonesia,” ujar Budi dalam diskusi virtual, Kamis (15/4).

Ia pun ikut mengomentari soal peleburan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia percaya ada keseriusan pemerintah di balik upaya tersebut.

Akan tetapi, ia meragukan soal prioritas keilmuan terutama terkait litbang tadi. Lalu, hal lain yang jadi PR buat pemerintah adalah soal memisahkan birokrasi dari sektor litbang di Indonesia.

“Kadang masalah di Kemenristek-BRIN itu bukan masalah kompeten, karena banyak profesor yang kuat di situ. Masalahnya adalah campur aduk antara keilmuan dengan birokrasi, jadi ilmuannya di situ jadi birokrat, birokrasi kan sarat dengan hierarki yang adalah musuh dari intelektual,” katanya.

Saran lainnya buat pemerintah adalah bagaimana membangun budaya egaliter dalam sektor litbang di Indonesia.

“Saya imbau BRIN kalau betul-betul serius, dia harus bisa memiliki budaya egaliter, jangan ada birokrat yang mendominasi, dibuat fair play, lalu punya grand narative 4 atau 5 prioritas saja, bikin Kopassus keilmuan, bikin pentagonnya, gitu,” imbuhnya.

Kopassus keilmuan yang dimaksud bagus adalah pemerintah bisa memilih 1.000-3.000 mahasiswa terpilih bergelar PhD yang ada di Indonesia lalu dikirim ke luar negeri untuk memperdalam keilmuannya. Mereka ditugaskan untuk membuat riset sebanyak-banyaknya soal Indonesia. Lalu, setelahnya dipulangkan kembali. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/