JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, keputusan pemerintah membatalkan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi telah membuat Pertamina rugi.
Untuk pertamax, misalnya, harga keekonomiannya Rp 9.600 per liter, tetapi harus dijual Rp 8.800. Artinya, ada selisih Rp 800 tiap liter. Kondisi tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah.
”Sudah disampaikan ke pemerintah dan kondisi itu dipahami. Penyesuaian harga tetap dilakukan tidak lama lagi,” terangnya.
Penundaan menambah beban Pertamina yang mengalami kerugian pada Januari dan Februari di sektor hilir. Namun, pada Maret mereka sudah mulai mendapat keuntungan sampai USD 28 juta.
Seperti diberitakan, keuntungan berbagai sektor pada kuartal pertama 2015 sedikitnya USD 46,25 juta atau sekitar Rp 601 miliar. Pertamina menyebut jurus efisiensi sebagai upaya menekan kerugian. ”Akan kami maksimalkan berbagai efisiensi sehingga bisa menutupi selisih,” ucapnya.
Jika dihitung kasar, kerugian Pertamina akibat penundaan itu mencapai Rp 5,6 miliar per hari. Dengan asumsi, Rp 800 dikalikan konsumsi harian pertamax yang mencapai 7.000 kiloliter. Itu untuk satu jenis bahan bakar. Padahal, yang ditangani Pertamina bukan hanya pertamax.
Penundaan tersebut, lanjut Wianda, seharusnya tidak berlangsung lama. Pertamina sudah meminta secepatnya harga BBM nonsubsidi bisa disesuaikan. Soal kapan tepatnya, dia belum tahu pasti. Yang jelas tetap dalam bulan ini dan tidak terlalu lama lagi.
”Kami mencari timing yang pas. Pertamina sudah memahami keinginan pemerintah,” katanya. (dim/dyn/ken/c9/sof)