25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemerintah Hindari Utang Inalum

JAKARTA- Pertemuan antara perwakilan pemegang saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) dengan pemerintah Indonesia dilakukan setiap dua minggu sekali, namun pembahasan masalah nilai aset PT Inalum belum juga dapat disepakati. Padahal berdasarkan perjanjian RI-Jepang yang ditandatangani 7 Juli 1975 lalu, kontrak kerjasama berakhir 31 Oktober 2013.

“Dari pertemuan minggu kemarin, hasilnya masih sama. Hitung-hitungan angka dia (NAA) dengan kita, sama sekali belum sama,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono kepada koran ini di Jakarta, Senin (15/7).

Sayangnya Agus belum bersedia merinci berapa besaran nilai aset PT Inalum berdasarkan perhitungan yang dilakukan pemerintah untuk kemudian dibayarkan kepada NAA sebagai kompensasi pelepasan seluruh aset milik konsorsium Jepang. Demikian juga saat ditanya berapa angka yang diinginkan pihak Jepang.

Agus hanya menjelaskan bahwa perbedaan yang ada saat ini sudah semakin mendekati kesepahaman. Dimana jika Jepang menginginkan kisaran angka di ambang batas atas, pemerintah bertahan pada kisaran memberi kompensasi pada angka ambang batas bawah.

“Dalam transaksi atau nilai buku itu kan ada batas atas dan batas bawah. Biasalah, mereka kan perusahaan 12 konsorsium. Jadi selalu menginginkan nilai tertinggi. Tapi ini komunikasi masih tetap berjalan terus,” ujarnya.

Menurut Agus, bertahannya sikap pemerintah memberikan kompensasi sebesar nilai batas ambang bawah, bukan tanpa sebab. Karena tidak ingin tagihan-tagihan utang perusahaan nantinya ditanggung oleh Indonesia. Karena itu perhitungan utang Inalum yang ada saat ini dimasukkan sebagai bagian dari kompensasi, sehingga mengurangi nilai aset yang ada.

“Nah waktu tagihan-tagihan hutang tersebut kita masukkan ke dalam kompensasi, mereka tidak setuju. Makanya pembicaraan lebih lanjut masih akan terus dilakukan. Intinya kita ingin pada saat Inalum 100 persen menjadi milik negara, semua permasalahan telah selesai di atasi. Karena Inalum itu kan perusahaan, dan biasanya setiap perusahaan tentu bisa saja ada hutang lain-lain,” katanya.

Karena itu menurut Agus, dalam pertemuan berikut perbedaan nilai aset masih menjadi pokok pembahasan. Ia yakin, jika dilakukan dengan kepala dingin, maka perbedaan tentu akan menemukan titik temu sehingga kesepakatan dapat segera dicapai dan Inalum sepenuhnya menjadi milik Indonesia.
“Pertemuan berikutnya mungkin akan kita gelar minggu depan. Tapi komunikasi tetap berjalan terus. Karena tidak bisa lama-lama, sebab Oktober sudah harus selesai,” ujarnya.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS.Hidayat, mengaku dari beberapa kali perundingan yang telah dilakukan, kedua belah pihak paling tidak telah menyepakati lima hal. Di antaranya, mekanisme transaksi dilakukan melalui transaksi pengambilalihan saham, di mana nilainya berdasarkan nilai buku aset. Hal lain, transaksi pengambilalihan dilaksanakan pada 1 November 2013, berdasarkan harga sementara (provisial price) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Terkait penentuan provisial price, disepakati berdasarkan finacial statement dan tax return untuk tahun fiskal per 31 Maret 2013, tanpa memperhitungkan proyeksi net income PT Inalum dari April-Oktober 2013. (gir)

JAKARTA- Pertemuan antara perwakilan pemegang saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) dengan pemerintah Indonesia dilakukan setiap dua minggu sekali, namun pembahasan masalah nilai aset PT Inalum belum juga dapat disepakati. Padahal berdasarkan perjanjian RI-Jepang yang ditandatangani 7 Juli 1975 lalu, kontrak kerjasama berakhir 31 Oktober 2013.

“Dari pertemuan minggu kemarin, hasilnya masih sama. Hitung-hitungan angka dia (NAA) dengan kita, sama sekali belum sama,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono kepada koran ini di Jakarta, Senin (15/7).

Sayangnya Agus belum bersedia merinci berapa besaran nilai aset PT Inalum berdasarkan perhitungan yang dilakukan pemerintah untuk kemudian dibayarkan kepada NAA sebagai kompensasi pelepasan seluruh aset milik konsorsium Jepang. Demikian juga saat ditanya berapa angka yang diinginkan pihak Jepang.

Agus hanya menjelaskan bahwa perbedaan yang ada saat ini sudah semakin mendekati kesepahaman. Dimana jika Jepang menginginkan kisaran angka di ambang batas atas, pemerintah bertahan pada kisaran memberi kompensasi pada angka ambang batas bawah.

“Dalam transaksi atau nilai buku itu kan ada batas atas dan batas bawah. Biasalah, mereka kan perusahaan 12 konsorsium. Jadi selalu menginginkan nilai tertinggi. Tapi ini komunikasi masih tetap berjalan terus,” ujarnya.

Menurut Agus, bertahannya sikap pemerintah memberikan kompensasi sebesar nilai batas ambang bawah, bukan tanpa sebab. Karena tidak ingin tagihan-tagihan utang perusahaan nantinya ditanggung oleh Indonesia. Karena itu perhitungan utang Inalum yang ada saat ini dimasukkan sebagai bagian dari kompensasi, sehingga mengurangi nilai aset yang ada.

“Nah waktu tagihan-tagihan hutang tersebut kita masukkan ke dalam kompensasi, mereka tidak setuju. Makanya pembicaraan lebih lanjut masih akan terus dilakukan. Intinya kita ingin pada saat Inalum 100 persen menjadi milik negara, semua permasalahan telah selesai di atasi. Karena Inalum itu kan perusahaan, dan biasanya setiap perusahaan tentu bisa saja ada hutang lain-lain,” katanya.

Karena itu menurut Agus, dalam pertemuan berikut perbedaan nilai aset masih menjadi pokok pembahasan. Ia yakin, jika dilakukan dengan kepala dingin, maka perbedaan tentu akan menemukan titik temu sehingga kesepakatan dapat segera dicapai dan Inalum sepenuhnya menjadi milik Indonesia.
“Pertemuan berikutnya mungkin akan kita gelar minggu depan. Tapi komunikasi tetap berjalan terus. Karena tidak bisa lama-lama, sebab Oktober sudah harus selesai,” ujarnya.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS.Hidayat, mengaku dari beberapa kali perundingan yang telah dilakukan, kedua belah pihak paling tidak telah menyepakati lima hal. Di antaranya, mekanisme transaksi dilakukan melalui transaksi pengambilalihan saham, di mana nilainya berdasarkan nilai buku aset. Hal lain, transaksi pengambilalihan dilaksanakan pada 1 November 2013, berdasarkan harga sementara (provisial price) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Terkait penentuan provisial price, disepakati berdasarkan finacial statement dan tax return untuk tahun fiskal per 31 Maret 2013, tanpa memperhitungkan proyeksi net income PT Inalum dari April-Oktober 2013. (gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/