26 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

April, Harga Makanan dan Minuman Diprediksi Naik

JAKARTA- Beban industri makanan dan minuman makin berat. Setelah kenaikan upah minimum pekerja dan tarif listrik, para pebisnis makanan masih harus menghadapi beban kenaikan bahan baku makanan semacam bawang putih dan bawang merah.

Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), menuturkan, setelah kenaikan upah buruh dan tarif listrik saja, sudah ada beberapa pelaku pebisnis makanan yang menahan kenaikan harga.

Langkah ini terpaksa dilakukan untuk menghindari penurunan permintaan dari konsumen. “Masih ada yang mengorbankan marjin keuntungan dan memilih untuk tidak menaikkan harga daripada terjadi distorsi pasar,” kata Adhi kemarin.

Namun, adanya kenaikan bahan baku makanan, seperti bawang putih dan bawang merah membuat industri makanan tidak kuat lagi menanggung beban. Akhirnya, yang terjadi adalah, prediksi Adhi, para pebisnis makanan akan menaikkan harga produknya bulan depan (April).

Menurut Adhi, langkah mengorbankan marjin keuntungan sudah tidak bisa ditolelir dengan ketidakstabilan harga bahan baku ini. Jika terus menurunkan marjin, industri makanan bisa sakit. “Kami prediksi mulai April nanti harga semua produk makanan dan minuman akan naik hingga 10 persen,” kata dia.
Ia menyebut marjin keuntungan di industri makanan dan minuman cukup bervariasi. Antara 5 persen sampai 12 persen.

Saat ini, kenaikkan harga makanan sudah terjadi di tingkat ritel, yang besarnya antara 5 persen hingga 10 persen. Beberapa produk makanan yang sudah naik harganya adalah produk turunan terigu dan jus buah.

Meski harga produk makanan dan minuman naik, Adhi tetap optimistis pasar makanan dan minuman Indonesia masih bisa tumbuh positif sebesar 8 persen tahun ini dengan nilai pasar secara total sebesar Rp750 triliun.

Prediksi itu berkaca dari pertumbuhan ekonomi yang tetap positif tahun ini sehingga konsumsi makanan ikut naik sejalan terkereknya pendapatan masyarakat.

MS Hidayat, Menteri Perindustrian menyatakan kesepakatannya. Sektor makanan dan minuman masih sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan industri non migas tahun ini. Meski beban dari industri ini tidak ringan. Seperti kenaikan upah pekerja awal tahun ini membuat beban industri makanan dan minuman melonjak 7 persen hingga 9 persen. “Untungnya, pasar domestik kita masih bagus,” katanya.(net/jpnn)

JAKARTA- Beban industri makanan dan minuman makin berat. Setelah kenaikan upah minimum pekerja dan tarif listrik, para pebisnis makanan masih harus menghadapi beban kenaikan bahan baku makanan semacam bawang putih dan bawang merah.

Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), menuturkan, setelah kenaikan upah buruh dan tarif listrik saja, sudah ada beberapa pelaku pebisnis makanan yang menahan kenaikan harga.

Langkah ini terpaksa dilakukan untuk menghindari penurunan permintaan dari konsumen. “Masih ada yang mengorbankan marjin keuntungan dan memilih untuk tidak menaikkan harga daripada terjadi distorsi pasar,” kata Adhi kemarin.

Namun, adanya kenaikan bahan baku makanan, seperti bawang putih dan bawang merah membuat industri makanan tidak kuat lagi menanggung beban. Akhirnya, yang terjadi adalah, prediksi Adhi, para pebisnis makanan akan menaikkan harga produknya bulan depan (April).

Menurut Adhi, langkah mengorbankan marjin keuntungan sudah tidak bisa ditolelir dengan ketidakstabilan harga bahan baku ini. Jika terus menurunkan marjin, industri makanan bisa sakit. “Kami prediksi mulai April nanti harga semua produk makanan dan minuman akan naik hingga 10 persen,” kata dia.
Ia menyebut marjin keuntungan di industri makanan dan minuman cukup bervariasi. Antara 5 persen sampai 12 persen.

Saat ini, kenaikkan harga makanan sudah terjadi di tingkat ritel, yang besarnya antara 5 persen hingga 10 persen. Beberapa produk makanan yang sudah naik harganya adalah produk turunan terigu dan jus buah.

Meski harga produk makanan dan minuman naik, Adhi tetap optimistis pasar makanan dan minuman Indonesia masih bisa tumbuh positif sebesar 8 persen tahun ini dengan nilai pasar secara total sebesar Rp750 triliun.

Prediksi itu berkaca dari pertumbuhan ekonomi yang tetap positif tahun ini sehingga konsumsi makanan ikut naik sejalan terkereknya pendapatan masyarakat.

MS Hidayat, Menteri Perindustrian menyatakan kesepakatannya. Sektor makanan dan minuman masih sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan industri non migas tahun ini. Meski beban dari industri ini tidak ringan. Seperti kenaikan upah pekerja awal tahun ini membuat beban industri makanan dan minuman melonjak 7 persen hingga 9 persen. “Untungnya, pasar domestik kita masih bagus,” katanya.(net/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru