30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemerintah akan Batasi Uang Tunai yang Boleh Dibawa

Seorang memegang uang kertas Rupiah.
Seorang memegang uang kertas Rupiah.

JAKARTA, SUMUTPOS – Pemerintah saat ini mempertimbangkan untuk menerbitkan aturan yang membatasi seseorang membawa jumlah uang tunai. Ini dilakukan untuk mencegah praktik korupsi.

Rencana ini terungkap dalam pertemuan antara Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf di kantor Setkab, Jakarta, Rabu, (19/3).

Kepala PPATK Muhamad Yusuf menyatakan pihaknya mendukung rencana penerbitan aturan tentang Cros Border Cash Carrying (CBCC)  atau Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) yang sedang dikaji pemerintah itu.

Ia menyebutkan, uang asing dalam pecahan besar itu saat ini menjadi salah satu alat suap yang semakin banyak digunakan koruptor.

“Penggunaan transaksi tunai pada lapisan masyarakat ini diduga untuk maksud mempersulit upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana, atau dengan maksud memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana,” kata Muhammad Yusuf seperti yang dikutip dari laman resmi Setkab.go.id, Rabu.

Penerbitan aturan CBCC baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Presiden (Perpres) ini diharapkan akan memberi kewenangan kepada petugas bea cukai untuk melakukan tindakan fisik, termasuk menggeledah setiap orang yang dicurigai PPATK. Asumsinya, uang-uang tersebut bisa digunakan untuk suap.

Mengenai cara membatasi pembawaan uang tunai, Yusuf mencontohkan, misalnya orang yang menukarkan SGD 10 ribu perlu dimintakan Kartu Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP), bisa juga meminta rekomendasi atasan.

“Dengan demikian, bisa diketahui apakah orang ini wajar menukarkan uang sebanyak itu, apakah ia relevan mempunyai uang sebanyak itu,” sambung Yusuf.

Yusuf juga menyebutkan, pihaknya akan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang pencairan uang SGD 10 ribu di Indonesia. Selain dolar Singapura, surat edaran tersebut diharapkan juga untuk melarang penukaran uang asing (termasuk dolar AS) dalam pecahan besar.

Tanpa surat edaran, lanjut Yusuf, akan sulit melarang praktik-praktik yang berindikasi tindak kejahatan korupsi, karena transaksi perbankan tidak bisa dibatasi.

“Aturan pembatasan transaksi tunai perbankan, diharapkan akan membatasi transaksi tunai, menggunakan uang asing, dan akan membantu mengurangi tingkat korupsi dan politik uang,” tandas Yusuf. (flo/jpnn)

Seorang memegang uang kertas Rupiah.
Seorang memegang uang kertas Rupiah.

JAKARTA, SUMUTPOS – Pemerintah saat ini mempertimbangkan untuk menerbitkan aturan yang membatasi seseorang membawa jumlah uang tunai. Ini dilakukan untuk mencegah praktik korupsi.

Rencana ini terungkap dalam pertemuan antara Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf di kantor Setkab, Jakarta, Rabu, (19/3).

Kepala PPATK Muhamad Yusuf menyatakan pihaknya mendukung rencana penerbitan aturan tentang Cros Border Cash Carrying (CBCC)  atau Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) yang sedang dikaji pemerintah itu.

Ia menyebutkan, uang asing dalam pecahan besar itu saat ini menjadi salah satu alat suap yang semakin banyak digunakan koruptor.

“Penggunaan transaksi tunai pada lapisan masyarakat ini diduga untuk maksud mempersulit upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana, atau dengan maksud memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana,” kata Muhammad Yusuf seperti yang dikutip dari laman resmi Setkab.go.id, Rabu.

Penerbitan aturan CBCC baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Presiden (Perpres) ini diharapkan akan memberi kewenangan kepada petugas bea cukai untuk melakukan tindakan fisik, termasuk menggeledah setiap orang yang dicurigai PPATK. Asumsinya, uang-uang tersebut bisa digunakan untuk suap.

Mengenai cara membatasi pembawaan uang tunai, Yusuf mencontohkan, misalnya orang yang menukarkan SGD 10 ribu perlu dimintakan Kartu Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP), bisa juga meminta rekomendasi atasan.

“Dengan demikian, bisa diketahui apakah orang ini wajar menukarkan uang sebanyak itu, apakah ia relevan mempunyai uang sebanyak itu,” sambung Yusuf.

Yusuf juga menyebutkan, pihaknya akan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang pencairan uang SGD 10 ribu di Indonesia. Selain dolar Singapura, surat edaran tersebut diharapkan juga untuk melarang penukaran uang asing (termasuk dolar AS) dalam pecahan besar.

Tanpa surat edaran, lanjut Yusuf, akan sulit melarang praktik-praktik yang berindikasi tindak kejahatan korupsi, karena transaksi perbankan tidak bisa dibatasi.

“Aturan pembatasan transaksi tunai perbankan, diharapkan akan membatasi transaksi tunai, menggunakan uang asing, dan akan membantu mengurangi tingkat korupsi dan politik uang,” tandas Yusuf. (flo/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/