JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT ASI Pudjiastuti Aviation menganggarkan investasi USD 30 juta sampai USD 50 juta untuk membeli pesawat baru tahun ini. Pemilik maskapai penerbangan Susi Air itu memproklamirkan diri sebagai first class commuter airline di tanah air.
Owner sekaligus CEO Susi Air, Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya menganggarkan dana sebesar itu untuk menambah sedikitnya 10 pesawat tahun ini. Perempuan kelahiran Pangandaran, 15 Januari 1965. itu saat ini sedang menjajaki pinjaman perbankan untuk mendapatkan dana investasi. “Sumber investasi perbankan saja. Terutama BRIÂ karena selama ini sudah sering kerja sama dengan kita,” ujarnya saat paparan kinerja dan rencana bisnis di Jakarta kemarin.
Sampai akhir tahun lalu, Susi Air memiliki 49 pesawat dan telah melakukan 56 ribu penerbangan atau 47 ribu jam terbang. Susi yang memulai bisnisnya dari jual beli ikan itu mengatakan, penambahan armada terutama untuk membuka rute baru dari yang ada saat ini sebanyak 195 rute dan 162 destinasi.
“Di Jawa saja masih banyak rute yang belum kita isi, terutama ke jalur pelosok (non-kota besar). Rencana kita mau isi penuh jalur Sumatera karena tinggal beberapa saja bolongnya di sisi timur. Kalau sisi barat sudah kita isi semua. Nanti disambung ke Batam,” tekadnya.
Untuk rute Jawa, Susi Air ingin mengembangkan yang ada saat ini terutama dari Cilacap ke Semarang dan diteruskan sampai ke Karimun Jawa. Setelah itu dibuka lagi jalur ke Sumenep, Surabaya, Banyuwangi, dan Denpasar. Susi Air menargetkan pertumbuhan jumlah maskapai antara 10-20 persen per tahun.
Meski begitu, kata Susi, pihaknya tetap fokus sebagai maskapai penerbangan perintis yang berbeda dengan maskapai komersial pada umumnya. Karena itu, Susi enggan mengambil rute kosong yang ditinggal maskapai Merpati. “Kita kan masih kecil. Seperti ini saja, istilahnya first class commuter airline atau teman-teman sering meledeknya first class mikro airline,” kata Susi lantas tertawa.
Selain membuka tambahan jalur komersial untuk penumpang umum, pihaknya juga mengoptimalkan bisnis pengiriman ikan dan lobster sebagai cikal bakal berdirinya maskapai ini. “Selain di Pangandaran, salah satu hasil kegiatan ekonomi terutama lobster ada di Simeuleu, Aceh. Kita mau buka lobster di Nias, Mentawai, Enggano, dan sampai ke Kupang,” akunya.
Atas dasar itu, pihaknya akan membuka empat stasiun baru untuk lobster yang mayoritas diekspor ke beberapa negara melalui Jakarta. Pengiriman melalui penerbangan dinilai Susi sangat penting untuk menjaga lobsternya tetap hidup. “Kadang-kadang gara-gara transportasi harganya jadi beda jauh. Jika mati harganya bisa Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu (per kg) dan kalau hidup Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta,” ulasnya.
Bisnis lobster memberikan omzet Rp 35 miliar terhadap pendapatan perseroan per tahun. Tahun lalu Susi Air mengangkut 350 ribu penumpang atau naik 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total revenue sekitar USD 40 juta. “Tapi kalau dari sisi buku, tahun lalu kita rugi kurs Rp 20 miliar. Kalau operation ada untung tapi tipis sekali. Bisnis carter alias sewa pesawat memberi kontribusi 30 persen dan selebihnya kontribusi dari komersial dan kargo.” (gen/oki)