JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Money changer diultimatum untuk mengurus izin hingga 7 April mendatang. Bank Indonesia tak akan memberikan toleransi lanjutan di luar tenggat itu. Pasalnya, waktu yang diberikan cukup panjang, yakni sekitar enam bulan. Bank sentral mencatat 612 money changer belum memiliki izin usaha.
Padahal, money changer wajib mengantongi izin karena potensial dan rawan untuk disalahgunakan. Misalnya, menjadi tempat pencucian uang atau money laundering, narkotika, hingga pendanaan aksi terorisme.
Untuk mendapat izin, money changer harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT). Kepemilikan saham money changer juga sepenuhnya harus dimiliki warga negara asing (WNA).
”Itu sudah menjadi ketetapan baku. Money changer harus berbadan hukum berupa PT,” tutur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean.
Sebetulnya, untuk mengurus izin itu tidak terlalu rumit. Pemilik money changer hanya membutuhkan sejumlah dokumen didaftarkan. Misalnya, fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar badan hukum PT.
Selain itu, fotokopi pengesahan badan hukum dari otoritas berwenang dan fotokopi surat keterangan domisili usaha.
Selanjutnya, pemilik money changer juga wajib melampirkan fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP), struktur organisasi, fotokopi rekening koran dari giro, tabungan, atau bilyet deposito atas nama perusahaan, laporan keuangan perusahaan, dan surat keterangan fiskal satu tahun terakhir.
Money changer juga harus mempunyai modal disetor minimal Rp 250 juta di DKI Jakarta, Kota Denpasar (Bali), Kabupaten Badung (Bali) dan Kota Batam.
Sedangkan untuk di luar wilayah itu cukup Rp 100 juta. Berdasar Peraturan BI (PBI) Nomor 18 Tahun 2016 money changer hanya diperbolehkan melayani penukaran valuta asing hingga pembelian travel cheque. (jpnn/ram)