27.8 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Terkesan Ditutupi Penyidik Tipikor

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Kabid Humas Poldasu, Rina Sari Ginting.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Proses penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Patung Anugerah di kawasan Bukit GM dan Labuan Angin, Tapanuli Tengah (Tapteng) yang diduga melibatkan mantan Bupati Tapteng, Tuani Lumban Tobing, terkesan ditutupi oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut.

Hal itu terbukti ketika wartawan menanyakan perkembangan kasus yang menelan anggaran Rp9 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2008.

Bidang Humas Polda Sumut dengan Subdit III/Tipikor Res Krimsus saling buang badan ketika ditanya hal tersebut, kemarin (20/2). “Silahkan ke Humas saja. Mohon maaf, kami tidak punya kewenangan,” ujar Kasubdit III/Tipikor Res Krimsus Polda Sumut, AKBP Dedy Kurnia.

Guna mengetahui lebih dalam proses penyelidikan kasus dugaan korupsi ini, wartawan bertanya kepada Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting. Sayang, jawaban yang diperoleh tak memuaskan. Bahkan, mantan Kapolres Binjai itu juga terkesan menghindar. “Bisa ditanyakan langsung ke Tipikor saja ya,” ujar Rina.

Menanggapi hal ini, pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PusHpa) Sumut, Nuriono menilai, tak kunjung selesainya penanganan kasus tersebut mengindikasikan bahwa polisi telah ‘menyandera’ Tuani Lumban Tobing yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.

“Kita khawatir ada proses bargaining yang telah terjadi untuk sengaja memperlambat kasus ini. Padahal, kasus korupsi adalah skala prioritas yang harus segera dituntaskan,” ungkap mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini.

Ketidakjelasan penuntasan kasus itu, sambung dia, hal tersebut menunjukkan Polda Sumut tak bertanggungjawab. Sejatinya, hal itu dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebab, publik juga ingin tahu bagaimana kelanjutan perkembangan kasus tersebut.

“Dengan tidak adanya pertanggungjawaban Polda Sumut ke publik, sama halnya penyidikan yang dilakukan tidak akuntable. Sehingga, kita patut mengkhawatirkan kalau sudah ada bargaining antara penyidik dengan mantan bupati itu,” pungkas dia.

Diketahui, penyidik Tipikor Poldasu telah menggandeng tim ahli konstruksi dari Universitas Sumatera Utara (USU) guna melakukan penelitian konstruksi. Selain itu, penyidik juga telah berkordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut. Sejauh ini, penyidik sudah mengambil keterangan terhadap puluhan saksi.

Baik itu dari Pemkab Tapteng tersasuk tim pengadaan tanah, Dinas Kehutanan. Tak ketinggalan, Tuani Lumban Tobing yang merupakan Ketua DPD Partai Hanura ini juga sudah diambil keterangannya. Dalam kasus ini, penyidik Tipikor juga berkodinasi dengan penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) guna mendalami dugaan perambahan hutan dalam mendirikan patung wisata rohani tersebut. Sebab, pembukaan jalan dan lokasi itu mengucurkan anggaran Rp9 miliar. Di mana, Patung Anugerah itu didatangkan dari Bandung. Namun belakangan, terkuak bukit itu merupakan kawasan hutan lindung. Alhasil, pembangunan dihentikan dan berpindah ke Bukit Labuhan Angin. (ted/yaa)

 

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Kabid Humas Poldasu, Rina Sari Ginting.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Proses penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Patung Anugerah di kawasan Bukit GM dan Labuan Angin, Tapanuli Tengah (Tapteng) yang diduga melibatkan mantan Bupati Tapteng, Tuani Lumban Tobing, terkesan ditutupi oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut.

Hal itu terbukti ketika wartawan menanyakan perkembangan kasus yang menelan anggaran Rp9 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2008.

Bidang Humas Polda Sumut dengan Subdit III/Tipikor Res Krimsus saling buang badan ketika ditanya hal tersebut, kemarin (20/2). “Silahkan ke Humas saja. Mohon maaf, kami tidak punya kewenangan,” ujar Kasubdit III/Tipikor Res Krimsus Polda Sumut, AKBP Dedy Kurnia.

Guna mengetahui lebih dalam proses penyelidikan kasus dugaan korupsi ini, wartawan bertanya kepada Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting. Sayang, jawaban yang diperoleh tak memuaskan. Bahkan, mantan Kapolres Binjai itu juga terkesan menghindar. “Bisa ditanyakan langsung ke Tipikor saja ya,” ujar Rina.

Menanggapi hal ini, pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PusHpa) Sumut, Nuriono menilai, tak kunjung selesainya penanganan kasus tersebut mengindikasikan bahwa polisi telah ‘menyandera’ Tuani Lumban Tobing yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.

“Kita khawatir ada proses bargaining yang telah terjadi untuk sengaja memperlambat kasus ini. Padahal, kasus korupsi adalah skala prioritas yang harus segera dituntaskan,” ungkap mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini.

Ketidakjelasan penuntasan kasus itu, sambung dia, hal tersebut menunjukkan Polda Sumut tak bertanggungjawab. Sejatinya, hal itu dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebab, publik juga ingin tahu bagaimana kelanjutan perkembangan kasus tersebut.

“Dengan tidak adanya pertanggungjawaban Polda Sumut ke publik, sama halnya penyidikan yang dilakukan tidak akuntable. Sehingga, kita patut mengkhawatirkan kalau sudah ada bargaining antara penyidik dengan mantan bupati itu,” pungkas dia.

Diketahui, penyidik Tipikor Poldasu telah menggandeng tim ahli konstruksi dari Universitas Sumatera Utara (USU) guna melakukan penelitian konstruksi. Selain itu, penyidik juga telah berkordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut. Sejauh ini, penyidik sudah mengambil keterangan terhadap puluhan saksi.

Baik itu dari Pemkab Tapteng tersasuk tim pengadaan tanah, Dinas Kehutanan. Tak ketinggalan, Tuani Lumban Tobing yang merupakan Ketua DPD Partai Hanura ini juga sudah diambil keterangannya. Dalam kasus ini, penyidik Tipikor juga berkodinasi dengan penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) guna mendalami dugaan perambahan hutan dalam mendirikan patung wisata rohani tersebut. Sebab, pembukaan jalan dan lokasi itu mengucurkan anggaran Rp9 miliar. Di mana, Patung Anugerah itu didatangkan dari Bandung. Namun belakangan, terkuak bukit itu merupakan kawasan hutan lindung. Alhasil, pembangunan dihentikan dan berpindah ke Bukit Labuhan Angin. (ted/yaa)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/