MEDAN-Sumut yang menjadi salah satu sentra perkebunan sawit cukup signifikan di Indonesia yang menyumbangkan perolehan Pajak Ekspor Crude Palm Oil (CPO) sepanjang tahun 2012 mencapai Rp.28,8 Triliun.
Andaikan Sumut kebagian 20 persen dari PE CPO tersebut, maka provinsi ini memperoleh perkiraan tambahan Dana Bagi Hasil Rp5 triliun lebih, besaran yang sangat signifikan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut dan provinsi pemilik kebun sawit luas.
Upaya mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan ini, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut Ir H Chaidir Ritonga MM di Medan, Selasa (21/5) mengatakan, pimpinan DPRD se-Pulau Sumatera akan berkumpul memperjuangkan adanya bagi hasil perkebunan tersebut pada 20 Juni 2013 mendatang.
Chaidir yang juga Ketua Perhimpunan Alumni Institut Pertanian Bogor ini meminta pemangku kepentingan menyamakan persepsi DPD, DPR RI, DPRD dan pemerintah provinsi membentuk Kelompok Kerja guna merumuskan langkah langkah konkrit untuk mewujudkan opsi-opsi dalam mewujudkan DBH Perkebunan.
“DPRD Sumut pada 14 Mei 2013 lalu telah menggelar forum diskusi grup yang melibatkan berbagai kalangan di Sumut. DPRD Sumut membuat legal dan political standing berupa rekomendasi kepada pemangku kepentingan agar menjadi alat perjuangan atau bersama-sama masyarakat Sumut mengajukan Uji Materi UU 33 Tahun 2004 Pasal 11 dengan menambahkan Sawit sebagai salah satu DBH sumber daya alam,’’ kata dia.
Disebutkan Chaidir, DBH sumber daya alam diatur dalam UU No 33 Tahun 2004 Pasal 11 Ayat 3: Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. “Sumber daya alam adalah potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi,’’ kata dia.
Perkebunan dan sumber daya alam memiliki karakteristik yang sama, menggunakan area produktif yang sangat luas yang dimiliki oleh daerah, membutuhkan perlakuan tertentu untuk perlindungan lingkungan dan memanfaatkan fasilitas infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
‘’Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan (Perkebunan) sama-sama menggunakan potensi yang dimiliki daerah sehingga daerah seharusnya merasakan haknya atas pemanfaatan SDA yang dimiliki masing-masing daerah,’’ kata politisi Partai Golkar.
Dukungan terhadap DBH perkebunan juga disampaikan berbagai tokoh yang hadir. Menurut Derum Bangun dari Ketua Asosiasi Minyak Sawit, keinginan untuk DBH perlu diperjuangkan. Ia menyebut Sumut dulu terbesar di bidang sawit, namun sekarang yang terbesar adalah Riau. Keunikan Sumut, banyak Perusahaan Negara di bidang perkebunan. Produksi sawit Sumut sekitar 3 juta ton per ton. Ekspor kemungkinan lebih besar dari produksi, karena pengapalan dari aceh dan Kalimantan diekspor dari Sumut.
Timbas Ginting, mewakili Ketua GAPKI mengatakan, perjuangan untuk DBH Sawit, GAPKI telah ikut memperjuangkan. Upaya untuk merevisi UU 33 adalah langkah utama. “Usulan 20 persen kecil sekali, karena minyak 30-40 persen. Karena sawit merupakan hasil alam yang diciptakan maka Sumut minta lebih besar. Industri sawit menggunakan berbagai infrastruktur daerah yang memerlukan perawatan. Usulan sama dengan BDB 90 persen,’’ imbuhnya.
M Zahrin Piliang dari Kahmi Sumut memandang bahwa perlu ada kebijakan fiskal. Kahmi Sumut merasa dirugikan oleh UU 33 Tahun 2004 sehingga Kahmi berharap peninjauan atas UU ini perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.
Kadis Perkebunan Aspan Sofyan Nasution mengatakan, pihaknya akan melakukan rekonsiliasi data agar lebih valid untuk keperluan judicial review UU 33 ke MK. Luas areal perkebunan yang tercatat sudah mencapai 1,1 juta hektar.(dmp)