MEDAN- Gus Irawan Pasaribu, mantan direktur utama PT Bank Sumut, mengapresiasi statement yang dilontarkan mantan deputi gubernur senior BI Anwar Nasution terkait kinerja Bank Sumut yang terus meningkat selama dipimpinnya tiga periode.
Gus Irawan Pasaribu, kepada wartawan di Medan, Minggu (23/9), menyatakan penegasan Anwar Nasution sebenarnya mengclearkan persoalan termasuk laporan keuangannya. “Kalau laporan keuangan kita diperiksa BPK kemudian ada indikasi penyimpangan maupun kekeliruan pengelolaan pasti ada follow up dari mereka,” katanya.
Dia mengatakan selama mengomandoi Bank Sumut mereka diaudit minimal tiga lembaga. “Pertama BPK, kemudian Bank Indonesia. Lalu ada auditor (eksternal dan internal). Bayangkan dengan audit tiga lembaga itu bagaimana kita bisa lolos kalau laporan keuangan kacau balau,” jelas Gus.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sumut ini sekaligus ingin menegaskan tentang pentingnya prinsip kehati-hatian dalam mengelola laporan keuangan bank.
“Saya fikir banyak yang mencoba manfaatkan laporan yang disajikan BPK. Ada laporan tahun 2006, tahun 2010 tentang write off (hapus buku kredit macet). Bukan hapus tagih. Itu berbeda,” kata Gus Irawan.
Anwar Nasution turut menegaskan persoalan write off (hapus buku) kredit macet, adalah suatu kebijakan direksi dalam rangka memperkuat kapasitas Bank Sumut. Dia tidak yakin jika langkah write off yang diambil Gus Irawan adalah menghilangkan kredit macet untuk tujuan penyimpangan. “ Bank Indonesia (BI) pasti tahu dan mendapat laporan,” ujarnya.
Sejauh ini pun, BI tidak melihat adanya indikasi penyimpangan dalam kebijakan write off. BI tidak menjatuhkan sanksi kepada Gus Irawan dan direksi lainnya.
Gus Irawan menyatakan untuk membuat laporan keuangan yang kelak berisiko pasti dihindari perbankan. “Sekarang keterbukaan informasi sudah cukup luas. Kita tidak bisa menutup-nutupi tentang laporan keuangan dan sebagainya,” kata dia. Bank Indonesia pasti akan memberi sanksi kalau ada yang tidak beres dalam pengelolaan perbankan, bukan hanya di Bank Sumut tapi di seluruh perbankan. “Tapi sepertinya kebijakan yang dilakukan di Bank Sumut dan hasil laporan BPK dimanfaatkan oleh beberapa pihak,” ujarnya.
“Kalau saya pada prinsipnya simpel. Yang menilai laporan keuangan itu kan BPK. Harusnya mereka yang butuh informasi tentang itu bisa mengonfirmasi BPK dan mengejar sumbernya. Bukan dengan meributkan hal-hal yang tidak difahami secara substantif. Saya jadi bingung, mereka yang tak mengerti masalah atau ada target lain misal biar popular,” tutur Gus.
Dia mengatakan kalau sumber informasinya BPK lalu menyatakan ada penyimpangan atau apa pun yang berhubungan dengan laporan keuangan Bank Sumut kenapa tidak dikonfirmasi ke sana. “Atau silakan cek di lembaga pemeriksa yang mengaudit kita selama beberapa periode.”
Bukan hanya itu, kalau kemudian ada temuan di 2006 oleh BPK pasti ada proses ke tahun berikutnya, kata Gus. “Jika temuan itu terjadi 2006 kenapa tidak melihat laporan lanjutannya di 2007. Kalau temuan ada di 2010 kenapa tidak mengikuti follow up-nya di 2011. Begitu selanjutnya.”
“Ini seolah-olah semua lembaga pengawas perbankan baik itu BPK, BI kemudian auditor dibuat tak berfungsi oleh tudingan yang kita tidak tahu apa tujuannya,” ujar Gus Irawan Pasaribu.
Memang dalam beberapa bulan terakhir Gus Irawan diposisikan melakukan penyimpangan keuangan di Bank Sumut berdasarkan laporan yang disajikan BPK lewat beberapa media termasuk media sosial. Tetapi yang menyebarkan informasi tidak pernah mencoba mendapatkan informasi jelas dari para pihak yang sebenarnya melakukan pengawasan rutin. (mea/rel)