25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Waduh… Teh Vietnam Masuk Tanpa Tes Pestisida

kebuh-teh

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  -Indonesia merupakan Negara penghasil the. Namun ironisnya, setiap tahun impor teh Indonesia mengalami peningkatan. Karenanya, pengusaha meminta pemerintah untuk membuat aturan yang tegas apalagi teh yang diimpor kualitasnya di bawah standar.

Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman mengatakan, impor teh yang dilakukan importir Indonesia lebih banyak berasal dari Vietnam. Harga jual teh yang masuk dari Vietnam pun hanya 50-60 persen dari harga jual teh lokal.

“Kenapa mereka bisa masuk secara bebas ke kita? Karena kita tidak ada regulasi. Tidak ada ketentuan uji pestisida dan besaran kandungan pestisida,” ujar Dede, kemarin (23/11).

Sementara, bila Indonesia melakukan ekspor teh, ada beberapa tahap dan ketentuan yang perlu dilalui. Salah satunya uji residu pestisida dan memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu International Organization for Standardiza­tion (ISO).

“Makanya usulan kita yang sudah diusulkan beberapa kali adalah agar segera dikeluarkan peraturan bahwa produk impor yang masuk ke kita harus diuji kandungan pestisidanya,” katanya.

Dede khawatir, bila Pemerintah Indonesia tidak mengetatkan regulasi impor teh, maka importir bakal berbuat curang dengan cara mencampur teh lokal yang memiliki kualitas baik dengan teh impor yang kualitasnya rendah untuk diekspor kembali agar mendapat nilai tambah. Cara tersebut membuat kualitas teh Indonesia menjadi buruk di mata pasar global.

Kata dia, impor teh yang masuk ke Indonesia terus mel­onjak dalam 10 tahun terakhir. Pada 2014 impor teh sebanyak 24 ribu ton, 2015 turun menjadi sekitar 15 ribu ton. Se­mentara hingga Oktober 2016, impor teh sudah sebanyak 15 ribu hingga 16 ribu ton.

Sekretaris Direktorat Jen­deral Perdagangan Luar Neg­eri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Marjoko menga­takan, teh merupakan komoditas unggulan Indonesia, sejak zaman penjajahan. Teh meru­pakan komoditas nomor satu pemerintahan Hindia-Belanda untuk di ekspor ke Eropa.

Seiring perkembangan za­man dengan banyaknya pem­bangunan, membuat produksi teh dan realisasi ekspor terus menurun. Ada beberapa fak­tor yang membuat produksi teh nasional terus mengalami penurunan. Salah satu yang utama adalah keterbatasan lahan perkebunan untuk ko­moditas unggulan ini. “Areal atau lahan teh yang terus mengecil, menyebabkan produksi tidak bisa mening­kat,” ujarnya.

Lahan Berkurang

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Ke­menterian Perdagangan Dody Edward mengatakan, ada beberapa kendala lain yang mem­buat produksi teh menurun, se­lain lahan. Kendalanya antara lain kenaikan biaya produksi, kualitas yang rendah, serta tar­get standardisasi yang belum terpenuhi di tingkat nasional dan internasional.

“Kemudian peralatan produksi yang belum modern, sumber daya manusia, dan harga di tingkat petani yang masih rendah,” ujarnya.

Akibat penurunan produk­si, ekspornya pun menurun, terutama tahun ini. Kemendag mencatat sepanjang Januari- September tahun ini ekspor teh hanya mencapai 86,35 juta dolar AS, atau turun 17,211 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 104,30 juta dolar AS.

Sekadar informasi, sepa­njang tahun lalu 2015, total ekspor teh Indonesia mencapai 128,4 juta dolar AS dengan volume ekspor 62,77 juta ton. Adapun 10 negara tujuan ek­spor teh terbesar yaitu, Rusia, Malaysia, Pakistan, Asutralia, Jerman, Cina, Amerika Ser­ikat, Polandia, Taiwan, dan Inggris.  (rmol/ije)

 

 

 

kebuh-teh

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  -Indonesia merupakan Negara penghasil the. Namun ironisnya, setiap tahun impor teh Indonesia mengalami peningkatan. Karenanya, pengusaha meminta pemerintah untuk membuat aturan yang tegas apalagi teh yang diimpor kualitasnya di bawah standar.

Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman mengatakan, impor teh yang dilakukan importir Indonesia lebih banyak berasal dari Vietnam. Harga jual teh yang masuk dari Vietnam pun hanya 50-60 persen dari harga jual teh lokal.

“Kenapa mereka bisa masuk secara bebas ke kita? Karena kita tidak ada regulasi. Tidak ada ketentuan uji pestisida dan besaran kandungan pestisida,” ujar Dede, kemarin (23/11).

Sementara, bila Indonesia melakukan ekspor teh, ada beberapa tahap dan ketentuan yang perlu dilalui. Salah satunya uji residu pestisida dan memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu International Organization for Standardiza­tion (ISO).

“Makanya usulan kita yang sudah diusulkan beberapa kali adalah agar segera dikeluarkan peraturan bahwa produk impor yang masuk ke kita harus diuji kandungan pestisidanya,” katanya.

Dede khawatir, bila Pemerintah Indonesia tidak mengetatkan regulasi impor teh, maka importir bakal berbuat curang dengan cara mencampur teh lokal yang memiliki kualitas baik dengan teh impor yang kualitasnya rendah untuk diekspor kembali agar mendapat nilai tambah. Cara tersebut membuat kualitas teh Indonesia menjadi buruk di mata pasar global.

Kata dia, impor teh yang masuk ke Indonesia terus mel­onjak dalam 10 tahun terakhir. Pada 2014 impor teh sebanyak 24 ribu ton, 2015 turun menjadi sekitar 15 ribu ton. Se­mentara hingga Oktober 2016, impor teh sudah sebanyak 15 ribu hingga 16 ribu ton.

Sekretaris Direktorat Jen­deral Perdagangan Luar Neg­eri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Marjoko menga­takan, teh merupakan komoditas unggulan Indonesia, sejak zaman penjajahan. Teh meru­pakan komoditas nomor satu pemerintahan Hindia-Belanda untuk di ekspor ke Eropa.

Seiring perkembangan za­man dengan banyaknya pem­bangunan, membuat produksi teh dan realisasi ekspor terus menurun. Ada beberapa fak­tor yang membuat produksi teh nasional terus mengalami penurunan. Salah satu yang utama adalah keterbatasan lahan perkebunan untuk ko­moditas unggulan ini. “Areal atau lahan teh yang terus mengecil, menyebabkan produksi tidak bisa mening­kat,” ujarnya.

Lahan Berkurang

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Ke­menterian Perdagangan Dody Edward mengatakan, ada beberapa kendala lain yang mem­buat produksi teh menurun, se­lain lahan. Kendalanya antara lain kenaikan biaya produksi, kualitas yang rendah, serta tar­get standardisasi yang belum terpenuhi di tingkat nasional dan internasional.

“Kemudian peralatan produksi yang belum modern, sumber daya manusia, dan harga di tingkat petani yang masih rendah,” ujarnya.

Akibat penurunan produk­si, ekspornya pun menurun, terutama tahun ini. Kemendag mencatat sepanjang Januari- September tahun ini ekspor teh hanya mencapai 86,35 juta dolar AS, atau turun 17,211 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 104,30 juta dolar AS.

Sekadar informasi, sepa­njang tahun lalu 2015, total ekspor teh Indonesia mencapai 128,4 juta dolar AS dengan volume ekspor 62,77 juta ton. Adapun 10 negara tujuan ek­spor teh terbesar yaitu, Rusia, Malaysia, Pakistan, Asutralia, Jerman, Cina, Amerika Ser­ikat, Polandia, Taiwan, dan Inggris.  (rmol/ije)

 

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/