30 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Bah! Rp224 Triliun Uang Pemda Ngendap di Bank

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Seorang pekerja menghitung lembaran dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran mata uang asing atau money changer Jalan Juanda Medan.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Rupiah dan Dolar AS.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Salah satu yang menjadi pengganjal pertumbuhan ekonomi adalah besarnya dana idle atau menganggur di perbankan daerah. Pemerintah pusat pun terus menekan pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan penyerapan anggaran daerah. Bahkan, pemerintah pusat telah memberikan ancaman sanksi berupa konversi penyaluran dana daerah menjadi Surat Berharga Negara (SBN). Namun, hingga akhir Juli ini, besaran dana idle atau dana yang mengendap di daerah menunjukkan peningkatan.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo menuturkan, simpanan dana pemda di perbankan per Juli 2016 mencapai Rp 224 triliun.

“Jumlahnya bertambah Rp9,9 triliun dibandingkan bulan sebelumnya, yang sebesar Rp214,1 triliun,” tutur Boediarso saat ditemui di Gedung DPR, kemarin (23/8).

Boediarso menuturkan, meski meningkat, jumlah dana menganggur bulan Juli 2016 tersebut, sudah jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana dana idlenya mencapai Rp261 triliun. Dia juga menegaskan bahwa sudah banyak perbaikan terkait serapan anggaran daerah di tahun ini.

“Sudah banyak perbaikan, dimana hampir setiap bulannya (dana idle) turun,”paparnya.

Boediarso melanjutkan, memang terdapat tren peningkatan jumlah dana menganggur di Pemda, setiap bulan Juli. Hal tersebut disebabkan dengan meningkatnya penyaluran anggaran transfer ke daerah pada bulan ketujuh.

“Polanya dari tahun ke tahun seperti itu. Jadi, biasanya pola pada bulan Juli itu (simpanan pemda di bank) sedikit naik, Agustus naik, September nanti akan turun lagi, “jelasnya.

Besaran dana menganggur tersebut, kata Boediarso, akan menurun drastis di kuartal keempat. Dia menuturkan, hal tersebut juga sudah menjadi pola tetap dari tahun ke tahun. Dia mencontohkan, tahun lalu, jumlah dana idle yang mencapai Rp240 triliun, menurun menjadi hanya sekitar Rp99 triliun di akhir tahun.

Terkait besaran prediksi penurunan dana idle tahun ini, Boediarso mengaku belum bisa memberikan prognosisnya. Dia hanya menekankan jika hal tersebut bergantung pada daya serap daerah. Namun, pihaknya meyakini, tren realisasi belanja daerah tahun ini cukup bagus. “Kalau melihat progress-nya, belanja daerah itu cukup bagus. Tahun lalu pada semester 1, hanya 29 persen. Sekarang (semester I) sudah 33 persen, sekalipun volumenya lebih besar tahun ini,”imbuhnya.

Menyoal sanksi, pemerintah telah menetapkan konversi SBN berupa Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Surat Perbendaharaan Syariah (SPS). Konversi melalui SPN tersebut, diterapkan bagi daerah yang memiliki uang kas atau simpanan di rekening kas umum daerah (RKUD) dalam jumlah yang tidak wajar. Kriteria wajar yang dimaksud, yakni daerah yang mempunyai posisi simpanan melebihi perkiraan kebutuhan belanja operasi dan belanja modal tiga bulan berikutnya dan besarannya di atas rata-rata nasional. Dia mencontohkan, posisi kas suatu daerah pada bulan Februari Rp 100 sementara rencana pengeluaran operasi dan belanja modal tiga bulan berikutnya sebesar Rp 75. Jadi terdapat jumlah kas yang tidak wajar sebesar Rp25.

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Seorang pekerja menghitung lembaran dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran mata uang asing atau money changer Jalan Juanda Medan.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Rupiah dan Dolar AS.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Salah satu yang menjadi pengganjal pertumbuhan ekonomi adalah besarnya dana idle atau menganggur di perbankan daerah. Pemerintah pusat pun terus menekan pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan penyerapan anggaran daerah. Bahkan, pemerintah pusat telah memberikan ancaman sanksi berupa konversi penyaluran dana daerah menjadi Surat Berharga Negara (SBN). Namun, hingga akhir Juli ini, besaran dana idle atau dana yang mengendap di daerah menunjukkan peningkatan.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo menuturkan, simpanan dana pemda di perbankan per Juli 2016 mencapai Rp 224 triliun.

“Jumlahnya bertambah Rp9,9 triliun dibandingkan bulan sebelumnya, yang sebesar Rp214,1 triliun,” tutur Boediarso saat ditemui di Gedung DPR, kemarin (23/8).

Boediarso menuturkan, meski meningkat, jumlah dana menganggur bulan Juli 2016 tersebut, sudah jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana dana idlenya mencapai Rp261 triliun. Dia juga menegaskan bahwa sudah banyak perbaikan terkait serapan anggaran daerah di tahun ini.

“Sudah banyak perbaikan, dimana hampir setiap bulannya (dana idle) turun,”paparnya.

Boediarso melanjutkan, memang terdapat tren peningkatan jumlah dana menganggur di Pemda, setiap bulan Juli. Hal tersebut disebabkan dengan meningkatnya penyaluran anggaran transfer ke daerah pada bulan ketujuh.

“Polanya dari tahun ke tahun seperti itu. Jadi, biasanya pola pada bulan Juli itu (simpanan pemda di bank) sedikit naik, Agustus naik, September nanti akan turun lagi, “jelasnya.

Besaran dana menganggur tersebut, kata Boediarso, akan menurun drastis di kuartal keempat. Dia menuturkan, hal tersebut juga sudah menjadi pola tetap dari tahun ke tahun. Dia mencontohkan, tahun lalu, jumlah dana idle yang mencapai Rp240 triliun, menurun menjadi hanya sekitar Rp99 triliun di akhir tahun.

Terkait besaran prediksi penurunan dana idle tahun ini, Boediarso mengaku belum bisa memberikan prognosisnya. Dia hanya menekankan jika hal tersebut bergantung pada daya serap daerah. Namun, pihaknya meyakini, tren realisasi belanja daerah tahun ini cukup bagus. “Kalau melihat progress-nya, belanja daerah itu cukup bagus. Tahun lalu pada semester 1, hanya 29 persen. Sekarang (semester I) sudah 33 persen, sekalipun volumenya lebih besar tahun ini,”imbuhnya.

Menyoal sanksi, pemerintah telah menetapkan konversi SBN berupa Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Surat Perbendaharaan Syariah (SPS). Konversi melalui SPN tersebut, diterapkan bagi daerah yang memiliki uang kas atau simpanan di rekening kas umum daerah (RKUD) dalam jumlah yang tidak wajar. Kriteria wajar yang dimaksud, yakni daerah yang mempunyai posisi simpanan melebihi perkiraan kebutuhan belanja operasi dan belanja modal tiga bulan berikutnya dan besarannya di atas rata-rata nasional. Dia mencontohkan, posisi kas suatu daerah pada bulan Februari Rp 100 sementara rencana pengeluaran operasi dan belanja modal tiga bulan berikutnya sebesar Rp 75. Jadi terdapat jumlah kas yang tidak wajar sebesar Rp25.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/