JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Laju nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kian sumringah. Berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dua hari ini melemah, nilai tukar Rupiah justru menguat.
Pada penutupan kemarin Rupiah menguat ke level 11.620 per USD dbandingkan 11.728 per USD pada penutupan sebelumnya (kurs tengah BI). Namun di pasar spot sampai pukul 22:00 tadi malam sedikit melemah ke level 11.676 per USD.
Analis PT Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan penguatan Rupiah mendapat dukungan dari laju Poundsterling yang terapresiasi pasca merespon pernyataan dari Gubernur Bank of Euro (BoE), Mark Carney, yang mendukung upaya pemulihan ekonomi Inggris dan laju nilai tukar Euro yang menguat pasca dirilisnya data-data Jerman yang menunjukkan perbaikan. “Laju Rupiah juga turut terapresiasi dari peningkatan bertahap capital inflow pada obligasi dalam negeri,” ujarnya, kemarin.
Selain itu, menurutnya, meski tidak terlalu detil hasil yang dicapai dalam Meeting negara-negara dalam G20 namun terdapat indikasi upaya dan komitmen dari kelompok ini untuk meningkatkan pertumbuhan global. Kondisi ini turut berimbas positif pada laju Rupiah. “Laju Rupiah berhasil melampaui resistance 11.789,” terusnya.
PT Valbury Asia Securities dalam risetnya kemarin memaparkan pasar akan menyikapi hasil dari pertemuan G-20 karena dalam petemuan itu muncul komitmen untuk mendorong aktivitas ekonomi global dengan menargetkan tambahan pertumbuhan sebesar 2 persen dalam 5 tahun mendatang. Pertemuan gubernur bank sentral AS dan menteri keuangan mengutarakan akan mengambil tindakan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan puluhan juta lapangan pekerjaan.
Head of Research Valbury Asia Securities, Alfiansyah, menyatakan G-20 sepertinya ingin menunjukan optimisme akan outlook perekonomian dunia dan ini juga dapat memberi sinyal berakhirnya era kebijakan penghematan. Kelompok G-20 fokus kepada reformasi kebijakan yang dapat memacu perekonomian global dan juga mengakui bahwa kebijakan moneter perlu tetap akomodatif terutama di negara maju.
Selain itu, pertemuan ini mendesak AS untuk meratifikasi reformasi voting di IMF sebelum pertemuan berikutnya pada bulan April mendatang. Dari Eropa tersiar kaba, Presiden bank sentral Eropa, Mario Draghi mengatakan bahwa para pembuat kebijakan siap untuk menambah stimulus jika outlook untuk mata uang memburuk, meskipun saat ini tidak ada tanda-tanda mata uang zona Euro deflasi.
Sementara dari dalam negeri, Menteri keuangan Indonesia, Chatib Basri, mengatakan kemungkinan ekonomi Indonesia akan tumbuh antara 5,5 persen sampai 5,8 persen di tahun 2014. Anggaran untuk negara di asumsikan akan ekspansi sebesar 6 persen.
Sebelumnya produk domestik bruto (GDP) pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,8 persen. Pertumbuhan tersebut, seiring pemilu akan dilaksanakan pada tahun ini dan melambat menyusul Gubernur bank sentral Indonesia, Agus Martowrdojo memulai siklus pengetatan suku bunga paling agresif dalam delapan tahun terakhir atau sejak menempati posisi tersebut di bulan Mei 2013.
Chatib mengatakan bahwa melambatnya ekspasi akan membantu memberikan defisit pada transaksi berjalan antara 2 persen sampai 2,5 persen dari GDP, atau turun dari selisih rekor tertinggi di level 4,4 persen pada kuartal kedua tahun 2013.(gen)