Lumbung itu berupa gudang (cold storage) yang bisa menyimpan atau menimbun bahan pangan dalam jumlah yang besar. Di saat gangguan pasokan terjadi, baik itu yang diakibatkan oleh kapasitas produksi yang tidak baik atau dikarenakan gangguan distribusi, maka lumbung pangan tadi menjadi jalan keluar untuk mengatasinya.
“Seharusnya keempat kepala daerah provinsi ini (Sumut, Aceh, Sumbar dan Riau) melakukan pertemuan untuk menyelesaikan masalah pangan. Perlu dibentuk semacam pola-pola khusus, baik itu pola tanam, pola distribusi, yang nantinya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan di daerah masing-masing,” sebut ekonom lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
Dia menyebutkan, tidak seperti yang terjadi saat ini, Sumut kerap menanggung beban yang besar manakala Riau juga mengalami gangguan pasokan pangan. Dan, di waktu yang bersamaan justru harga pangan itu sendiri mengalami kenaikan di wilayah Sumut. Jadi, jangan sepenuhnya bersandar pada mekanisme pasar semata. Tapi, Sumut seharusnya bisa menjadi motor untuk mengendalikan pasar itu sendiri.
“Ketidakpastian seperti ini menyebabkan harga bergerak liar, dan kita selalu berkaca kepada apa yang terjadi di hilir, yakni mengeluhkan jika terjadi kenaikan harga yang signifikan. Namun, minim untuk membangun sisi hulu dan manajemen distribusinya. Selama ini tidak terbentuk, dan selama itu pula kita masih akan berhadapan dengan ketidakpastian harga. Padahal, yang namanya konsumen dan petani itu membutuhkan stabilitas harga,” pungkasnya. (ris/ije)