25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

DJP Tekor Pajak hingga Rp140 Triliun

istimewa
SANTAI: Pengunjung terlihat santai saat mengurus amnesti pajak di Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I, beberapa waktu yang lalu.
SANTAI: Pengunjung terlihat santai saat mengurus amnesti pajak di Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I, beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan tahun ini penerimaan pajak tidak mencapai target atau shortfall. Besarannya mencapai Rp 140 triliun.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan (PKP) DJP, Yon Arsal mengatakan, kekurangan pajak tahun ini lebih besar dari tahun lalu. Pada 2018 shortfall pajak mencapai Rp 110 triliun.

“Kalau melihatnya sih, artinya dari laporan semester I saja kita sudah lebih besar dari tahun lalu. Tahun lalu shortfall di kisaran Rp110 triliun, sementara di evaluasi semester I, Ibu (Sri Mulyani) menyampaikan waktu itu Rp140 triliun, itu saja lebih besar,” ujarnya dalam acara ngobrol santai di kawasan TVRI, Jakarta Selatan, Senin (25/11).

Berdasarkan data APBN laporan semester I-2019, Pemerintah memprediksi shortfall penerimaan pajak sampai akhir tahun sebesar RP 140 triliun. Namun, angka tersebut akan melebar mengingat perekonomian dunia yang sedang melemah.

Buktinya, sampai dengan Oktober 2019 baru terkumpul Rp 1.018,47 triliun atau 64,56 persen dari target APBN tahun ini sebesar Rp1.577 triliun. Penerimaan tersebut tumbuh 0,23 persen (yoy) jika dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh 16 persen.

Sementara sepanjang 2018 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.315 triliun. Angka itu setara 92,41% dari target penerimaan pajak 2018 Rp 1.424 triliun.

Pantau Pemilik Rekening Rp1 M

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengaku telah mengantongi data orang kaya dalam hal ini wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) pemilik saldo rekening di atas Rp1 miliar.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Irawan mengatakan bahwa data tersebut didapat dari para perbankan usai implementasi program automatic exchange of information (AEoI) pada tahun 2017-2018.

“Datanya banyak sekali, kita terima rekening OP minimal Rp1 miliar, jadi kita tahu semua siapa,” katanya.

Irawan mengatakan data saldo rekening sudah dikantongi sejak April 2019, di mana data rekening itu tercatat per 31 Desember 2018. Dari data tersebut, Irawan mengaku bahwa DJP tidak bisa melakukan penagihan begitu saja. Karena setiap data harus dianalisa terlebih dahulu.

“Saldonya itu kan hasil akumulasi dari tahun sebelumnya, jadi bukan berarti saldo 2017 itu penghasilan 2017, belum tentu bisa jadi penghasilan tahun sebelumnya, jadi kita tidak serta merta misalnya rekeningnya Rp 10 miliar langsung kita hitung kalikan ke 30 persen,” jelas dia.

Menurut Irawan, dala saldo rekening yang sudah didapat DJP akan dianalisa terlebih dahulu. Setidaknya ada empat tahapan, pertama persiapan di mana akan disamakan dengan data SPT. Kedua, disamakan dengan data eksternal yang berasal dari pertanahan dan samsat (kepemilikan kendaraan). Ketiga, data tersebut dianalisa, dan keempat adalah hasil dari analisa.

Meski hasil analisa terbukti bahwa WP OP belum melaporkan hartanya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan, Dikatakan Irawan, maka pihak DJP pun mengutamakan untuk klarifikasi atau pembetulan. Bukan langsung mengenakan denda alias penegakan hukum.

“Kita temukan ada yang belum dilaporkan di SPT maka kita klarifikasikan ke WP, apakah data demikian sudah dilaporkan pada SPT, kalau belum kita persilahkan data SPT diperbaiki, atau komunikasi dulu jangan-jangan data kita salah,” ungkap dia. (dtc/ram)

istimewa
SANTAI: Pengunjung terlihat santai saat mengurus amnesti pajak di Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I, beberapa waktu yang lalu.
SANTAI: Pengunjung terlihat santai saat mengurus amnesti pajak di Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I, beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan tahun ini penerimaan pajak tidak mencapai target atau shortfall. Besarannya mencapai Rp 140 triliun.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan (PKP) DJP, Yon Arsal mengatakan, kekurangan pajak tahun ini lebih besar dari tahun lalu. Pada 2018 shortfall pajak mencapai Rp 110 triliun.

“Kalau melihatnya sih, artinya dari laporan semester I saja kita sudah lebih besar dari tahun lalu. Tahun lalu shortfall di kisaran Rp110 triliun, sementara di evaluasi semester I, Ibu (Sri Mulyani) menyampaikan waktu itu Rp140 triliun, itu saja lebih besar,” ujarnya dalam acara ngobrol santai di kawasan TVRI, Jakarta Selatan, Senin (25/11).

Berdasarkan data APBN laporan semester I-2019, Pemerintah memprediksi shortfall penerimaan pajak sampai akhir tahun sebesar RP 140 triliun. Namun, angka tersebut akan melebar mengingat perekonomian dunia yang sedang melemah.

Buktinya, sampai dengan Oktober 2019 baru terkumpul Rp 1.018,47 triliun atau 64,56 persen dari target APBN tahun ini sebesar Rp1.577 triliun. Penerimaan tersebut tumbuh 0,23 persen (yoy) jika dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh 16 persen.

Sementara sepanjang 2018 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.315 triliun. Angka itu setara 92,41% dari target penerimaan pajak 2018 Rp 1.424 triliun.

Pantau Pemilik Rekening Rp1 M

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengaku telah mengantongi data orang kaya dalam hal ini wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) pemilik saldo rekening di atas Rp1 miliar.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Irawan mengatakan bahwa data tersebut didapat dari para perbankan usai implementasi program automatic exchange of information (AEoI) pada tahun 2017-2018.

“Datanya banyak sekali, kita terima rekening OP minimal Rp1 miliar, jadi kita tahu semua siapa,” katanya.

Irawan mengatakan data saldo rekening sudah dikantongi sejak April 2019, di mana data rekening itu tercatat per 31 Desember 2018. Dari data tersebut, Irawan mengaku bahwa DJP tidak bisa melakukan penagihan begitu saja. Karena setiap data harus dianalisa terlebih dahulu.

“Saldonya itu kan hasil akumulasi dari tahun sebelumnya, jadi bukan berarti saldo 2017 itu penghasilan 2017, belum tentu bisa jadi penghasilan tahun sebelumnya, jadi kita tidak serta merta misalnya rekeningnya Rp 10 miliar langsung kita hitung kalikan ke 30 persen,” jelas dia.

Menurut Irawan, dala saldo rekening yang sudah didapat DJP akan dianalisa terlebih dahulu. Setidaknya ada empat tahapan, pertama persiapan di mana akan disamakan dengan data SPT. Kedua, disamakan dengan data eksternal yang berasal dari pertanahan dan samsat (kepemilikan kendaraan). Ketiga, data tersebut dianalisa, dan keempat adalah hasil dari analisa.

Meski hasil analisa terbukti bahwa WP OP belum melaporkan hartanya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan, Dikatakan Irawan, maka pihak DJP pun mengutamakan untuk klarifikasi atau pembetulan. Bukan langsung mengenakan denda alias penegakan hukum.

“Kita temukan ada yang belum dilaporkan di SPT maka kita klarifikasikan ke WP, apakah data demikian sudah dilaporkan pada SPT, kalau belum kita persilahkan data SPT diperbaiki, atau komunikasi dulu jangan-jangan data kita salah,” ungkap dia. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/