29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan atau Pemiskinan?

Seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang digelar Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bersama Fisip USU, kemarin (28/10).
Seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang digelar Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bersama Fisip USU, kemarin (28/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan MP3EI sungguh diharap dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat, baik di sektor ekonomi, infrastruktur sampai pembangunan manusia.

Namun tentu hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, tanpa dukungan dan komitmen antara pemerintah, stakeholder dan seluruh masyarakat mega proyek itu hanyalah mimpi belaka. Demikian terungkap dalam seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang diselenggarakan Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bekerja sama dengan Fisip USU, kemarin (28/10/2014).

Seminar menghadirkan empat narasumber yaitu Dian Yanuardi (Sajogyo Institute), Muhammad Arsyad Siregar (Kepala Seksi Ekonomi Bappeda Sumatera Utara), Dr Fikarwin Zuska MA (Ketua Departemen Antropologi FISIP USU), dan Saurlin Siagian MA (Konsultan Lingkungan VEM). Kegiatan dilaksanakan dengan 2 panel yang di moderasi oleh Wina Khairina MSi dan Dr Fikarwin Zuska MA.

Kepala Seksi Ekonomi Bappeda Sumatera Utara), Dr Fikarwin Zuska MA mengaku bahwa MP3EI adalah program mega proyek yang bersifat top down. Ia menyebutkan MP3EI memprediksikan bahwa akan terjadi peningkatan PDB dari US$ 700 miliar pada 2010, menjadi US$ 1,2 triliun pada 2014, dan diprediksikan akan meningkat lagi menjadi US$ 3,8 – 4,5 triliun pada 2025.

“Artinya bagaimana secara makro pembangunan akan semakin baik dengan MP3EI dan mendorong pembangunan manusia. Masyarakat bisa melakukan kontrol terhadap APBD pemerintah agar APBD bisa berpihak pada masyarakat,” paparnya.

Dian Yanuardi memaparkan, program MP3EI yang berorientasi bisnis ini dilaksanakan sebagai pembangunan di Indonesia, yang tidak memberi ruang pada masyarakat untuk terlibat didalam pembangunan. “Fakta-fakta lapangan di Indonesia menunjukkan bahwa krisis sosial dan ekologis meluas bahkan sebelum MP3EI akan dilaksanakan,” imbuhnya.

Sementara Dr Fikarwin Zuska MA menyebutkan, dalam proses pembangunan, MP3EI sangat miskin partisipasi. Menurut dia pembangunan di dominasi oleh kelompok dominan, kelompok rentan baik perempuan, masyarakat adat, petani, nelayan dan lain sebagainya mengalami diskriminasi, top down, paternalistik, dan dipinggirkan didalam pembangunan.

Dia menambahkan, pemerintah dalam hal ini tidak mau belajar kepada masyarakat bagaimana pembangunan yang bisa dilakukan bisa berbasis pada komunitas serta mendorong modal sosial masyarakat.

Sedangkan Saurlin Siagian MA menekankan, terkait program besar ini, dibutuhkan solusi bagaimana menghadirkan manusia didalam proyek ini, melibatkan buruh, memastikan aspek lingkungan ada di dalam proyek ini. Aspek sosial, lingkungan hidup dan ekonomi pembangunan. Intinya adalah mengakselerasi dan memperluas kepemilikan tanah yang sangat timpang saat ini, karena ini telah menimbulkan ratusan konflik agraria, dan Sumatera Utara salah satu penyumbang terbesar. Ribuan hektar tanah di kuasai setidaknya 6 pemilik modal besar di Sumatera Utara, namun sedikit sekali petani yang menguasai tanah. Tanpa melibatkan manusia dan lingkungan, maka MP3EI ini harus di hentikan. “Pemerintahan baru ini harus memiliki visi yang jelas didalam pembangunan yang berkeadilan ke depan,” sebutnya. (prn)

Seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang digelar Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bersama Fisip USU, kemarin (28/10).
Seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang digelar Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bersama Fisip USU, kemarin (28/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan MP3EI sungguh diharap dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat, baik di sektor ekonomi, infrastruktur sampai pembangunan manusia.

Namun tentu hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, tanpa dukungan dan komitmen antara pemerintah, stakeholder dan seluruh masyarakat mega proyek itu hanyalah mimpi belaka. Demikian terungkap dalam seminar dan diskusi kritis bertajuk “Proyek MP3EI, Akselerasi Pembangunan Atau Pemiskinan” yang diselenggarakan Hutan Rakyat Indonesia (HaRI) bekerja sama dengan Fisip USU, kemarin (28/10/2014).

Seminar menghadirkan empat narasumber yaitu Dian Yanuardi (Sajogyo Institute), Muhammad Arsyad Siregar (Kepala Seksi Ekonomi Bappeda Sumatera Utara), Dr Fikarwin Zuska MA (Ketua Departemen Antropologi FISIP USU), dan Saurlin Siagian MA (Konsultan Lingkungan VEM). Kegiatan dilaksanakan dengan 2 panel yang di moderasi oleh Wina Khairina MSi dan Dr Fikarwin Zuska MA.

Kepala Seksi Ekonomi Bappeda Sumatera Utara), Dr Fikarwin Zuska MA mengaku bahwa MP3EI adalah program mega proyek yang bersifat top down. Ia menyebutkan MP3EI memprediksikan bahwa akan terjadi peningkatan PDB dari US$ 700 miliar pada 2010, menjadi US$ 1,2 triliun pada 2014, dan diprediksikan akan meningkat lagi menjadi US$ 3,8 – 4,5 triliun pada 2025.

“Artinya bagaimana secara makro pembangunan akan semakin baik dengan MP3EI dan mendorong pembangunan manusia. Masyarakat bisa melakukan kontrol terhadap APBD pemerintah agar APBD bisa berpihak pada masyarakat,” paparnya.

Dian Yanuardi memaparkan, program MP3EI yang berorientasi bisnis ini dilaksanakan sebagai pembangunan di Indonesia, yang tidak memberi ruang pada masyarakat untuk terlibat didalam pembangunan. “Fakta-fakta lapangan di Indonesia menunjukkan bahwa krisis sosial dan ekologis meluas bahkan sebelum MP3EI akan dilaksanakan,” imbuhnya.

Sementara Dr Fikarwin Zuska MA menyebutkan, dalam proses pembangunan, MP3EI sangat miskin partisipasi. Menurut dia pembangunan di dominasi oleh kelompok dominan, kelompok rentan baik perempuan, masyarakat adat, petani, nelayan dan lain sebagainya mengalami diskriminasi, top down, paternalistik, dan dipinggirkan didalam pembangunan.

Dia menambahkan, pemerintah dalam hal ini tidak mau belajar kepada masyarakat bagaimana pembangunan yang bisa dilakukan bisa berbasis pada komunitas serta mendorong modal sosial masyarakat.

Sedangkan Saurlin Siagian MA menekankan, terkait program besar ini, dibutuhkan solusi bagaimana menghadirkan manusia didalam proyek ini, melibatkan buruh, memastikan aspek lingkungan ada di dalam proyek ini. Aspek sosial, lingkungan hidup dan ekonomi pembangunan. Intinya adalah mengakselerasi dan memperluas kepemilikan tanah yang sangat timpang saat ini, karena ini telah menimbulkan ratusan konflik agraria, dan Sumatera Utara salah satu penyumbang terbesar. Ribuan hektar tanah di kuasai setidaknya 6 pemilik modal besar di Sumatera Utara, namun sedikit sekali petani yang menguasai tanah. Tanpa melibatkan manusia dan lingkungan, maka MP3EI ini harus di hentikan. “Pemerintahan baru ini harus memiliki visi yang jelas didalam pembangunan yang berkeadilan ke depan,” sebutnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/