MEDAN, SUMUTPOS.CO — Ramdhani, Kepala Divisi Investigasi Masyarakat Peduli Listrik (MPL) mendesak mendagri untuk menyikapi perilaku menyimpang yang kerap dipertontonkan anggota DPRD kabupaten/kota dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengganjal program kelistrikan nasional.
“Fenomena ‘perilaku menyimpang’ sejumlah DPRD di level kabupaten/kota yang cenderung menjadi batu ganjalan dalam mempercepat penyelesaian fasilitas untuk rakyat banyak itu makin marak dimasa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi),” kata Ramdhani, Minggu (27/11).
Alhasil, pembangunan yang sudah diplot secara nasional kembali terganjal akibat ulah segelintir anggota dewan dan pengusaha. Dampaknya, pembangunan yang diamanatkan untuk mempercepat meminimalisir pemadaman bergilir menjadi terseok-seok.
“Padahal seharusnya golongan yang disetarakan sebagai kelompok menengah tersebut bisa memicu percepatan pembangunan sebab sesungguhnya mereka yang paling dominan jadi pengguna listrik rumah tangga dan industri sesal,” kata Ramdhani didampingi Muhammad Ridho, Kepala Perwakilan MPL Provinsi Sumatera Utara dan Supendy, Kepala Perwakilan MPL Provinsi Riau.
Menurutnya, saat ini pihak menganalisis jika posisi DPRD sudah seperti duri dalam daging terhadap program unggulan Presiden Jokowi. “Program percepatan pembangunan sarana kelistrikan yang dilengkapi dengan Peraturan Presiden itu idealnya menjadi tatanan teknis yang harus dipatuhi oleh seluruh lapisan penyelenggara Negara, baik diskala nasional, provinsi dan kabupaten kota. Bukan malah aturan teknis itu diperdebatkan oleh DPRD apalagi oleh Pemda dan pihak swasta yang diberi fasilitas oleh negara,” tegasnya.
Karena, lanjutnya, bagaimana mungkin pembangunan yang sudah disusun secara nasional itu tetapi dari sisi kedaerahan malah bisa dianggap mereka merugikan “Apa iya DPRD lebih memiliki kelengkapan instrumen pengkaji dari pemerintah pusat,” heran Ramdhani.
“Perilaku DPRD seperti ingin ‘menghalangi’ program itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan regulasi ‘kedaerahan’, seakan mereka hendak mengatakan bahwa pembangunan nasional itu wajib harus mereka kaji lagi, lagak seorang penguji yang lebih merasa mumpuni,” sesalnya.
Ramdhani mencontohkan insiden yang terjadi di Sumut, tepatnya di Kabupaten Simalungun, ketika seorang oknum wakil ketua DPRD Simalungun bertindak seperti seorang eksekutor melakukan penghentian pembangunan di jalur transmisi 275 kV Gardu Induk (GI) Galang-Simangkuk. Jalur ini melintasi Simalungun.
“Justru, hanya dengan memakai dalih bahwa tower (TW) nomor 206 terletak di atas lahan milik Pemkab Simalungun maka dengan arogan DPRD menjadi seperti kebakaran jenggot. Seperti DPRD saja pemilik tapak TW itu. Itu tidak rasional, masa institusi yang hidupnya dibiayai oleh uang negara tetapi didalam bersikap menjadi seperti musuh negara?” cibirnya.
Selain itu kata Ramdhani, di Kota Dumai lebih unik lagi, Ketua DPRD setempat sampai harus membuat surat formal bernomor 005/574/DPRD tanggal 25 November 2016 yang intinya melarang PT PLN (Persero) untuk meneruskan pembangunan TW pada jalur GI Dumai menuju GI Kawasan Industri Dumai.
“Mereka menggunakan dalih ada keberatan warga di wilayah Bunga Tanjung, Kelurahan Ratu Sima, Kota Dumai. Apakah itu benar? Ternyata tidak. Sebab terbukti, di kabupaten atau kota lain di Provinsi Riau justru hanya di Dumai yang aneh,” timpal Supendy.
“Setelah ditelusuri dengan cermat, peristiwa itu lagi-lagi dikarenakan ada perumahan mewah yang terlintasi jalur TW tersebut. Kami duga, itu menjadi salah satu pemantiknya selain pengkondisian dari seseorang mantan tim sukses wakil Ketua DPRD Kota Dumai saat Pileg 2014 lalu,” terangnya.
Masih terkait dengan kasus kelistrikan, lain DPRD lain pula sikap perusahaan termasuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah berpuluh tahun menikmati keuntungan dari lahan milik negara berupa Hak Guna Usaha (HGU). Salah satunya PT PP London Sumatra Indonesia Tbk karena di atas sebahagian kecil HGU mereka terlintas jalur transmisi 275kV Galang-GI Binjai. (azw)