30 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Rp14.378 per Dolar AS

Rupiah melemah terhadap Dolar Amerika.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nilai tukar mata uang Garuda makin terseok-seok oleh perkasanya dolar Paman Sam. Bahkan, dipasar spot, rupiah nyaris menembus level 14.400. Tekanan pada rupiah tak terlepas dari imbas sentimen global akibat dari ketegangan sektor perdagangan global dan prospek kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS).

“Nilai tukar rupiah  melemah terhadap Dolar yang secara umum menguat pada perdagangan hari Kamis,” kata Analis Forex time Lukman Otunuga, seperti diberitakan Jumat (29/6).

Menurutnya, keperkasaan dolar sangat berpengaruh dari prospek kenaikan suku bunga Fed dan ketidakpastian geopolitik. Sehingga, pelaku pasar terhadap mata uang berisiko pun melemah. “Rupiah tetap terancam terus melemah,” tuturnya.

Otuniga menilai, perhatian investor akan tertuju pada rapat kebijakan Bank Indonesia hari ini untuk melihat apakah Bank Indonesia akan kembali meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25bps.

Pasalnya, Bank Indonesia telah melakukan dua kali kenaikan suku bunga di bulan Mei sebagai upaya untuk menyelamatkan Rupiah dari apresiasi Dolar serta menarik arus masuk modal.

“Karena depresiasi Rupiah terutama terjadi karena faktor eksternal, BI mungkin memperketat kebijakan lagi untuk membantu mata uang domestik,” tandasnya.

Sementara itu, Analis PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, sentimen terhadap terus berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok dikhawatirkan dapat membuat Rupiah kembali melemah.

“Adapun Rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran support 14.425 dan resisten 14.378,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/6).

Reza menyampaikan, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya dimana laju Rupiah masih berada di teritori merah.

Menurutnya, penantian akan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dan masih adanya kekhawatiran ekonomi Indonesia akan terganggu dengan adanya perang dagang antara AS dan Tiongkok serta kembali meningkatnya CDS Indonesia di pasar global membuat laju Rupiah kian mengalami pelemahan, bahkan melemah lebih dalam.

Tidak hanya itu, tambahnya, adanya penilaian Rupiah dihadapkan pada sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed menjadi 4 kali pada tahun ini serta tekanan dari defisit neraca perdagangan turut melemahkan Rupiah.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menjelaskan, penyebab mata uang Negeri Paman Sam yang naik 108 poin terhadap mata uang Rupiah lantaran berbagai sentimen global. Di antaranya, perang dagang berlanjut, ekspektasi kenaikan fed rate 4 kali tahun ini, dan kenaikan harga minyak karena Trump serukan boikot impor minyak dari Iran.

“US Dolar index langsung loncat ke 95. Artinya dolar AS menguat terhadap mata uang dominan lainnya,” ujarnya kepada Jawapos.com, Kamis (28/6).

Sementara itu dari dalam negeri, data ekonomi yang di bawah ekspektasi, misalnya neraca perdagangan Mei kembali defisit di USD 1,52 miliar, defisit transaksi berjalan melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 beberapa lembaga dikoreksi turun sulit tembus 5,4 persen.

“Itu yang membuat pelaku pasar melakukan net sales di bursa saham dan pasar surat utang. Jadi efek sinyal kenaikan bunga acuan sangat kecil dampaknya,” tuturnya.  (mys/JPC/ram)

 

Rupiah melemah terhadap Dolar Amerika.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nilai tukar mata uang Garuda makin terseok-seok oleh perkasanya dolar Paman Sam. Bahkan, dipasar spot, rupiah nyaris menembus level 14.400. Tekanan pada rupiah tak terlepas dari imbas sentimen global akibat dari ketegangan sektor perdagangan global dan prospek kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS).

“Nilai tukar rupiah  melemah terhadap Dolar yang secara umum menguat pada perdagangan hari Kamis,” kata Analis Forex time Lukman Otunuga, seperti diberitakan Jumat (29/6).

Menurutnya, keperkasaan dolar sangat berpengaruh dari prospek kenaikan suku bunga Fed dan ketidakpastian geopolitik. Sehingga, pelaku pasar terhadap mata uang berisiko pun melemah. “Rupiah tetap terancam terus melemah,” tuturnya.

Otuniga menilai, perhatian investor akan tertuju pada rapat kebijakan Bank Indonesia hari ini untuk melihat apakah Bank Indonesia akan kembali meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25bps.

Pasalnya, Bank Indonesia telah melakukan dua kali kenaikan suku bunga di bulan Mei sebagai upaya untuk menyelamatkan Rupiah dari apresiasi Dolar serta menarik arus masuk modal.

“Karena depresiasi Rupiah terutama terjadi karena faktor eksternal, BI mungkin memperketat kebijakan lagi untuk membantu mata uang domestik,” tandasnya.

Sementara itu, Analis PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, sentimen terhadap terus berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok dikhawatirkan dapat membuat Rupiah kembali melemah.

“Adapun Rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran support 14.425 dan resisten 14.378,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/6).

Reza menyampaikan, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya dimana laju Rupiah masih berada di teritori merah.

Menurutnya, penantian akan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dan masih adanya kekhawatiran ekonomi Indonesia akan terganggu dengan adanya perang dagang antara AS dan Tiongkok serta kembali meningkatnya CDS Indonesia di pasar global membuat laju Rupiah kian mengalami pelemahan, bahkan melemah lebih dalam.

Tidak hanya itu, tambahnya, adanya penilaian Rupiah dihadapkan pada sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed menjadi 4 kali pada tahun ini serta tekanan dari defisit neraca perdagangan turut melemahkan Rupiah.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menjelaskan, penyebab mata uang Negeri Paman Sam yang naik 108 poin terhadap mata uang Rupiah lantaran berbagai sentimen global. Di antaranya, perang dagang berlanjut, ekspektasi kenaikan fed rate 4 kali tahun ini, dan kenaikan harga minyak karena Trump serukan boikot impor minyak dari Iran.

“US Dolar index langsung loncat ke 95. Artinya dolar AS menguat terhadap mata uang dominan lainnya,” ujarnya kepada Jawapos.com, Kamis (28/6).

Sementara itu dari dalam negeri, data ekonomi yang di bawah ekspektasi, misalnya neraca perdagangan Mei kembali defisit di USD 1,52 miliar, defisit transaksi berjalan melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 beberapa lembaga dikoreksi turun sulit tembus 5,4 persen.

“Itu yang membuat pelaku pasar melakukan net sales di bursa saham dan pasar surat utang. Jadi efek sinyal kenaikan bunga acuan sangat kecil dampaknya,” tuturnya.  (mys/JPC/ram)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/