“Coba kita perhatikan sekarang. Kalau misalnya tenaga kerja hotel dan restoran belum ikut uji kompetensi dibiarkan saja. Padahal wajib ikut sesuai amanat UU dan Peraturan Menteri. Nah di sebagian daerah memang peraturan menteri diikuti lagi dengan peraturan daerah atau peraturan gubernur,” katanya.
Sehingga, semua hotel dan restoran ramai-ramai mengirimkan karyawannya untuk diuji apakah kompeten atau tidak, jelas Alfin. “Di Bali malah sudah ada peraturan gubernur. Sehingga hotel dan restoran di sana sangat intens mengirimkan karyawannya untuk ikut uji,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjutnya, langkah kedua memang harus ada pengawas tadi atau polisi. “Saya pernah lihat di Makao, seorang tour leader ditangkap polisi karena si tour leader memandu langsung wisatawan. Padahal di sana ada aturan untuk mengunjungi beberapa tempat harus dari tour guide. Tour guide kalau di Makao harus orang lokal. Tidak boleh dari luar,” jelasnya.
Alfin mengaku akan membicarakan langsung di Kementerian Pariwisata terkait hal teknis yang bisa diterapkan terhadap hotel dan restoran. Tentu saja juga, daerah pun harus mendorongnya melalui aturan tertulis agar ditindaklanjuti. “Sebenarnya jika ada sinergi dari daerah dan pelaku usaha pariwisata akan mudah. Di Bali dan Jawa, pelaku industrinya memanfaatkannya secara maksimal. Apalagi tahun depan akan lebih banyak lagi uji kompetensi dan sertifikasi yang dilakukan,” tuturnya.
Wakil Ketua LSP Hotpari Medan, Dewi Juita Purba, dalam kesempatan tersebut menyatakan, pihaknya mendorong hotel dan restoran di Sumut untuk mengikuti uji kompetensi. “Uji kompetensi ini juga terlaksana atas kerjasama dengan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) PHRI Sumut. Sehingga semua hotel dan restoran yang sudah jadi anggota diajak mengikuti uji kompetensi ini.”
Dalam uji kompetensi yang dilakukan di Berastagi selama dua hari, 300 tenaga kerja hotel dan restoran di wilayah tersebut memadati Sibayak Hotel. Mereka merupakan bidang front office, housekeeping dan food and beverage service. (ila)