26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Perluas Ruang Gerak Untuk Perempuan

Bukan zamannya lagi kedudukan perempuan di bawah pria. Apalagi, di jaman serba maju seperti ini, perempuan selayaknya sejajar dengan pria seperti yang diperjuangkan RA Kartini dulu. Begitulah kata Ketua Badan Pengurus Kontras Sumut Diah Susilowati SH.

“Perempuan tidak selamanya harus berada di dapur dan di rumah saja. Tapi sayangnya masih banyak perempuan terganjal dalam hal karier karena masih berlakunya budaya Patriarki (budaya pria masih mendominasi perempuan). Tidak hanya itu, budaya Patriaki ini masih kental sehingga perempuan masih di nomor 2 dalam segala hal,” kata perempuan kelahiran Kudus-Jawa Timur, 15 Maret 1974 silam ini.

Maka jangan heran, lanjut ibu dari 3 anak ini, akibatnya masih banyak dijumpai kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Dan paling banyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Ini akibat perempuan di nomor duakan. Ini karena stigmasisasi dan Sub Ordinasi terhadap perempuan masih juga terjadi sehingga perempuan susah untuk mengekspresikan dirinya,” bilang anak ke-8 dari 9 bersaudara ini.

Tidak hanya itu, sambung Diah, masih banyaknya dijumpai kasus perempuan yang dijadikan sebagai pemuas nafsu seks semata. “Kasus perdagangan kaum perempuan masih banyak kita jumpai di lapangan. Kemudian banyak kekerasan seksual atau perkosaan yang dialami para Tenaga Kerja Indonesia (perempuan) yang bekerja di Malaysia dan Arab Saudi. Begitu mereka pulang, mereka membawa anak dari  akibat perkosaan yang dialami di luar negeri,” tambahnya.

Untuk kontribusi perempuan dalam hal politik, kata Diah, masih mendapat batasan. Porsi atau jatah perempuan di panggung politik tak sebanding dengan laki-laki. Kalaupun diberikan jatah 30 persen, namun hal tersebut hanya politik pencitraan semata dan minim implementasinya. Adapun jumlah politisi perempuan yang duduk di DPR sendiri sangatlah bervariasi tergantung partainya.  “Pendidikan politik sangat penting diberikan kepada perempuan agar dalam panggung politik perempuan bisa lebih maju lagi dalam mengemukakan pendapat ketika ada sidang dan porsi perempuan untuk ikut politik juga bisa bertambah,” cetusnya.

Diucapkan Diah, ruang gerak dan ruang lingkup perempuan itu sendiri juga harus diberikan dan jangan ada pembatasan. “Kalau bisa ruang gerak dan ruang lingkup dari perempuan itu harus dibukakan lagi. Jangan sampai ruang gerak dan ruang lingkup dari perempuan itu tertutup dalam segala aspek. Saya tidak setuju kalau perempuan itu di dapur dan di rumah saja. Itu perempuan jaman dulu kala. Perempuan sekarang harus mandiri, tidak boleh bodoh, harus maju dan setara dengan pria,” tegasnya.

Dia bilang, perempuan adalah mahkluk kuat dan tangguh karena mampu berperan sebagai ibu rumah tangga dan juga berkarir. “Perempuan itu sangat kuat, mampu berkarir dan berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik. Bahkan, perempuan lebih tangguh dalam menghadapi persoalan yang menimpanya,” kata Diah.

Begitu juga dengan Diah, sebagai perempuan dan sebagai ibu bagi tiga anaknya,  dia tidak pernah melupakan kodratnya untuk mengurus anak-anak dan rumah tangganya.

“Saya mengimbau kepada kaum perempuan di seluruh Indonesia, sudah selayaknya mendapatkan dorongan dan pendidikan dalam semua hal. Marilah kita para perempuan menumbuhkan kesadaran di dalam diri kita bahwa kita sejajar dengan pria, jangan terapkan patriarki. Perempuan harus tetap optimis, jangan pernah pesimis,” imbaunya. (jon)

Bukan zamannya lagi kedudukan perempuan di bawah pria. Apalagi, di jaman serba maju seperti ini, perempuan selayaknya sejajar dengan pria seperti yang diperjuangkan RA Kartini dulu. Begitulah kata Ketua Badan Pengurus Kontras Sumut Diah Susilowati SH.

“Perempuan tidak selamanya harus berada di dapur dan di rumah saja. Tapi sayangnya masih banyak perempuan terganjal dalam hal karier karena masih berlakunya budaya Patriarki (budaya pria masih mendominasi perempuan). Tidak hanya itu, budaya Patriaki ini masih kental sehingga perempuan masih di nomor 2 dalam segala hal,” kata perempuan kelahiran Kudus-Jawa Timur, 15 Maret 1974 silam ini.

Maka jangan heran, lanjut ibu dari 3 anak ini, akibatnya masih banyak dijumpai kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Dan paling banyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Ini akibat perempuan di nomor duakan. Ini karena stigmasisasi dan Sub Ordinasi terhadap perempuan masih juga terjadi sehingga perempuan susah untuk mengekspresikan dirinya,” bilang anak ke-8 dari 9 bersaudara ini.

Tidak hanya itu, sambung Diah, masih banyaknya dijumpai kasus perempuan yang dijadikan sebagai pemuas nafsu seks semata. “Kasus perdagangan kaum perempuan masih banyak kita jumpai di lapangan. Kemudian banyak kekerasan seksual atau perkosaan yang dialami para Tenaga Kerja Indonesia (perempuan) yang bekerja di Malaysia dan Arab Saudi. Begitu mereka pulang, mereka membawa anak dari  akibat perkosaan yang dialami di luar negeri,” tambahnya.

Untuk kontribusi perempuan dalam hal politik, kata Diah, masih mendapat batasan. Porsi atau jatah perempuan di panggung politik tak sebanding dengan laki-laki. Kalaupun diberikan jatah 30 persen, namun hal tersebut hanya politik pencitraan semata dan minim implementasinya. Adapun jumlah politisi perempuan yang duduk di DPR sendiri sangatlah bervariasi tergantung partainya.  “Pendidikan politik sangat penting diberikan kepada perempuan agar dalam panggung politik perempuan bisa lebih maju lagi dalam mengemukakan pendapat ketika ada sidang dan porsi perempuan untuk ikut politik juga bisa bertambah,” cetusnya.

Diucapkan Diah, ruang gerak dan ruang lingkup perempuan itu sendiri juga harus diberikan dan jangan ada pembatasan. “Kalau bisa ruang gerak dan ruang lingkup dari perempuan itu harus dibukakan lagi. Jangan sampai ruang gerak dan ruang lingkup dari perempuan itu tertutup dalam segala aspek. Saya tidak setuju kalau perempuan itu di dapur dan di rumah saja. Itu perempuan jaman dulu kala. Perempuan sekarang harus mandiri, tidak boleh bodoh, harus maju dan setara dengan pria,” tegasnya.

Dia bilang, perempuan adalah mahkluk kuat dan tangguh karena mampu berperan sebagai ibu rumah tangga dan juga berkarir. “Perempuan itu sangat kuat, mampu berkarir dan berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik. Bahkan, perempuan lebih tangguh dalam menghadapi persoalan yang menimpanya,” kata Diah.

Begitu juga dengan Diah, sebagai perempuan dan sebagai ibu bagi tiga anaknya,  dia tidak pernah melupakan kodratnya untuk mengurus anak-anak dan rumah tangganya.

“Saya mengimbau kepada kaum perempuan di seluruh Indonesia, sudah selayaknya mendapatkan dorongan dan pendidikan dalam semua hal. Marilah kita para perempuan menumbuhkan kesadaran di dalam diri kita bahwa kita sejajar dengan pria, jangan terapkan patriarki. Perempuan harus tetap optimis, jangan pernah pesimis,” imbaunya. (jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/