DR Hj Yustini Amnah Lubis, MHum
Pahit dan manis kehidupan sudah dirasakan DR Hj Yustini Amnah Lubis, MHum, Ketua PGRI Sumut. Bahkan ia sempat kehilangan semangat hidupnya saat ditinggal suami tercinta, H M Dahlan AH (politikus dari PPP)untuk selama-lamanya.
Meski tertatih-tatih membangun semangat hidupnya kembali, tapi Dosen Pengajar Bahasa Inggris di UMSU ini akhirnya mampu melewati semua itu dan bangkit kembali menata hidupnya.
“Hidup merupakan pelajaran. Dan pelajaran yang paling penting dibagi adalah pengalaman dan berguna bagi orang lain,” kata DR Hj Yustini Amnah Lubis, Dosen Pengajar Bahasa Inggris di UMSU dan Ketua PGRI Sumut untuk periode 2009-2014.
Dalam hidupnya, tidak semua berjalan mulus. Terutama ketika selama 33 tahun membina rumah tangga dengan sang suami (sebelum meninggal), mereka tidak juga dikaruniani anak. “Itulah hidup, semua itu rahasia Tuhan. Kenyataannya Tuhan tidak memberikan kami keturunan,” ujarnya mengenang.
Baginya, sang suami yang telah meninggal pada 2004 silam telah membuka pikirannya, bahwa anak bukan suatu tujuan dalam rumah tangga. Rumah tangga adalah mencari kenyamanan dan teman yang dapat berbagi. “Sebagai wanita, saya tentu merindukan kehadiran buah hati. Padahal kata dokter kami berdua sehat wal afiat. Tetapi cara berfikir suami membuka fikiran saya bahwa segala sesuatu dalam hidup harus dinikmati dan diterima dengan ikhlas,” ujarnya.
Hal ini jugalah yang membuatnya ikhlas ketika ditinggal suami selama-lamanya karena sakit jantung koroner yang telah diidapnya selama 15 tahun. “Awalnya saya berfikir, saya pasti sakit-sakitan karena ditinggal suami. Alhamdulilah Tuhan masih memberikan kesehatan untuk saya meski duka saya sangat mendalam ditinggal suami,” ujarnya.
Pengalaman ini yang membuat dirinya tidak pernah menyesali apa yang terjadi padanya. “Saya tidak pernah mengeluh pada Tuhan dengan takdir yang diberikan Nya pada saya. Saya hanya ikhlas dan bersyukur serta intropeksi diri saja,” bilangnya.
Sejak tahun 1977 yang lalu, wanita kelahiran Perbaungan 1948 ini telah menjadi pendidik. Bahkan ia sempat ngikuti pertukaran guru di Australia selama 1 semester (6 Bulan) pada tahun 1996 yang lalu.
Menjadi pengajar adalah pilihannya karena sejak kecil dirinya sudah terlibat secara tidak langsung dengan dunia pendidikan ini, “Ayah saya seorang guru, makanya saya juga ingin menjadi seorang guru. Mungkin juga karena saya seorang perempuan, kodratnya untuk mendidik,” ujar anak kedelapan dari delapan bersaudara ini.
Bagi, menjadi tenaga pendidik adalah nikmat anugrah yang diamanahkan Tuhan kepadanya. Makanya, wanita yang suka berorganisasi ini memiliki visi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan. “Pendidikan kita tidak balance. Pendidikan kita hanya memberikan pengetahuan atau dengan kata lain, sistem transfer. Pendidikan kita tidak didukung dengan praktik, pelatihan dan penelitian,” bilangnya.
Kesukaanya akan berorganisasi mengantar wanita ini menjadi Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumut. “Saya diberi suami yang juga suka berorganisasi, hal ini membuat saya lebih mudah untuk berbicara tentang apa saja ke suami saat itu,” bilangnya.
Yustini menyadari, kegemarannya berorganisasi membuatnya lebih terbuka dalam berfikir. “Saya sangat menyukai dunia yang saya geluti, mulai dari mengajar dan berorganisasi, bekerja akan membuat kita berguna untuk orang lain, dan organisasi dapat menjadi penyalur pemikiran kita,” katanya.
Selain itu, bekerja baginya untuk melupakan segala hal yang sedih dalam hidup. Karena itu, menjadi wanita karir adalah pilihannya sehingga ia sangat menikmatinya. “Bekerja membuat saya masih semangat hingga saat ini. Mengabdi menjadi tenaga didik adalah pilihan hidup saya. Saya hanya bisa berharap, kelak nanti anak-didik saya bisa menjadi orang yang berguna dan bisa mengabdikan dirinya untuk bangsa ini,” pungkasnya. (mag-9)