32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Permata Penalar Beri ASI Ekslusif meski Hanya Cuti Sebulan

SAAT melahirkan Adhiwangsa Linuwih Saputra pada 12 November 2011, perempuan yang akrab disapa Tita tersebut memang bertekad memberikan ASI eksklusif kepada putra pertamanya.

ASI perah
ASI perah

”Pokoknya tanpa tambahan susu formula (sufor),” papar istri Rian Adhi Saputra tersebut. Hanya, saat itu Tita menyadari, profesinya sebagai dokter calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum mendapat hak untuk cuti melahirkan selama tiga bulan seperti PNS pada umumnya.

Hal tersebut tidak mengendur kan semangatnya. Untungnya, Tita aktif me ngikuti kelas yang diadakan Asosi as i Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Dia memang punya ketertarikan tersendiri soal ASI. Dia mengamati banyaknya ibu bekerja yang gagal me mberi kan ASI eksklusif.

Menurut Tita, hal itu ber kaita n dengan kurangnya info tentang manajemen laktasi. Ditambah gencarnya iklan sufor. Padahal, pasti banyak ibu yang ingin memberikan ASI eksklusif untuk buah hatinya.

Dari situ, Tita belajar banyak mengenai ASI. Persiapan mulai dilakukan saat usia kandungan menginjak enam bulan. Dimulai dengan membeli perlengkapan ASI seperti cooler bag serta breast pump yang manual hing ga elektrik.

Semua telah disiapkan. Dia memulai izin pada H-5 melahirkan. Si bayi pun lahir dengan lancar melalui operasi Caesar. Setelah itu, inisiasi menyusui dini (IMD) juga berjalan mulus. Dia pun segera memerah ASI untuk persediaan kelak ketika kembali bekerja.

Seminggu pertama pasca persalinan, dalam sehari Tita bisa memerah 5–6 kali. Sekali perah, ASI yang keluar paling banter mencapai 100 cc. Kapan waktu memerah? Tita mengaku bisa memerah ASI bila si bayi tidur. Capek? Tidak juga. Meme r ah hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit. Tita merasa hal tersebut merupakan sebuah fase yang harus dilalui. ”Apalagi kalau sudah lihat si bayi, capeknya pasti langsung hilang,” tutur alumnus FK Universitas Bra wijaya tersebut. Sebulan pertama, Tita berhasil mengumpulkan sekitar 35 botol dengan isi 100 cc. Dengan bekal itulah, dia kembali bekerja sebagai dokter IGD RSJ Menur.

Meski begitu, dia merasa beruntung. Sebab, tempatnya bekerja men-support kebutuhannya untuk memerah ASI. Saban dua jam sekali Tita memerah ASI di ruang dokter. Semakin lama, produksi ASI pun meningkat. Kini Adhiwangsa berusia 14 bulan. Tita menargetkan ASI terus dikonsumsi sampai Adhiwangsa berusia 2 tahun. Menurut dia, dirinya merasakan banyak keuntungan dalam hal ini. Berat badannya pasca melahirkan jadi lebih cepat turun. (ina/c5/any)

Stok ASI sebelum Cuti Habis

BEKERJA bukan berarti ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif. Kebutuhan buah hati akan cairan tersebut bisa dipenuhi dengan cara menyetok ASI. Ibu bisa memerah saat si kecil tak sedang menyusu. Agar berhasil, dibutuhkan kesabaran dan keteguhan hati ibu. Konselor ASI Rumah Sakit Husada Utama (RSHU) dr Laksmi Suci Handini SpA menjelaskan, ibu bisa mulai menyetok ASI saat masih cuti. Itu bisa dilakukan dengan breast pump atau tangan. Namun, yang lebih disarankan adalah memerah dengan tangan. Sebab, risiko terjadinya lecet sangat kecil.

”Dengan metode yang tepat, memerah dengan tangan menghasilkan lebih banyak jika dibandingkan dengan pompa ASI,” ujar Laksmi. Sebab, tangan bisa mendeteksi kantong-kantong ASI yang masih berisi dan bisa dikeluarkan. Tandanya adalah adanya tonjolan atau bagian keras di bagian payudara. Itu tidak bisa dilakukan oleh pompa ASI.

Banyak ibu yang tidak berhasil memerah dengan tangan karena metodenya salah. Yang dipencet puting. Padahal, yang benar adalah area aerola dan sekitarnya. Awalnya, ibu bisa melakukan pemijatan dengan dua jari, membentuk lingkaran-lingkaran kecil di sekitar aerola. Baru setelah itu, telunjuk dan ibu jari diletakkan di bagian atas dan bawah aerola, tekan, lalu lepaskan.

Itu disebut dengan metode dr Marmet. Memerah secara rutin tidak hanya bisa menambah persediaan ASI. Tetapi, itu juga memperlancar produksi nya. Sebab, semakin banyak dikeluarkan, semakin banyak pula payudara memproduksi ASI. Saat kembali bekerja, ibu tidak boleh berhenti memompa ASI.
Paling tidak 2–3 jam sekali ASI harus diperah. ASI yang sudah diperah bisa dimasukkan ke dalam botol kaca, botol plastik, atau kantong plastik khusus. Jika tidak digunakan dalam waktu lama, ASI harus dibekukan. Ketika ibu bekerja, ASI tersebut bisa diberikan kepada bayi. Nah, orang yang dimintai tolong menjaga bayi harus paham cara mempersiapkan ASI yang sudah dibekukan. Sebaiknya, ASI dikeluarkan dari freezer beberapa jam sebelum diberikan kepada bayi. Ketika sudah cair, baru ASI diputar-putar dengan air hangat sampai tidak dingin lagi. Setelah itu, ASI baru bisa diberikan kepada bayi. ASI juga tidak boleh direbus agar nutrisinya tidak hilang. Prinsipnya first in first out. Yang disimpan pertama yang diberikan kepada bayi. (sha/c6/any)

SAAT melahirkan Adhiwangsa Linuwih Saputra pada 12 November 2011, perempuan yang akrab disapa Tita tersebut memang bertekad memberikan ASI eksklusif kepada putra pertamanya.

ASI perah
ASI perah

”Pokoknya tanpa tambahan susu formula (sufor),” papar istri Rian Adhi Saputra tersebut. Hanya, saat itu Tita menyadari, profesinya sebagai dokter calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum mendapat hak untuk cuti melahirkan selama tiga bulan seperti PNS pada umumnya.

Hal tersebut tidak mengendur kan semangatnya. Untungnya, Tita aktif me ngikuti kelas yang diadakan Asosi as i Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Dia memang punya ketertarikan tersendiri soal ASI. Dia mengamati banyaknya ibu bekerja yang gagal me mberi kan ASI eksklusif.

Menurut Tita, hal itu ber kaita n dengan kurangnya info tentang manajemen laktasi. Ditambah gencarnya iklan sufor. Padahal, pasti banyak ibu yang ingin memberikan ASI eksklusif untuk buah hatinya.

Dari situ, Tita belajar banyak mengenai ASI. Persiapan mulai dilakukan saat usia kandungan menginjak enam bulan. Dimulai dengan membeli perlengkapan ASI seperti cooler bag serta breast pump yang manual hing ga elektrik.

Semua telah disiapkan. Dia memulai izin pada H-5 melahirkan. Si bayi pun lahir dengan lancar melalui operasi Caesar. Setelah itu, inisiasi menyusui dini (IMD) juga berjalan mulus. Dia pun segera memerah ASI untuk persediaan kelak ketika kembali bekerja.

Seminggu pertama pasca persalinan, dalam sehari Tita bisa memerah 5–6 kali. Sekali perah, ASI yang keluar paling banter mencapai 100 cc. Kapan waktu memerah? Tita mengaku bisa memerah ASI bila si bayi tidur. Capek? Tidak juga. Meme r ah hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit. Tita merasa hal tersebut merupakan sebuah fase yang harus dilalui. ”Apalagi kalau sudah lihat si bayi, capeknya pasti langsung hilang,” tutur alumnus FK Universitas Bra wijaya tersebut. Sebulan pertama, Tita berhasil mengumpulkan sekitar 35 botol dengan isi 100 cc. Dengan bekal itulah, dia kembali bekerja sebagai dokter IGD RSJ Menur.

Meski begitu, dia merasa beruntung. Sebab, tempatnya bekerja men-support kebutuhannya untuk memerah ASI. Saban dua jam sekali Tita memerah ASI di ruang dokter. Semakin lama, produksi ASI pun meningkat. Kini Adhiwangsa berusia 14 bulan. Tita menargetkan ASI terus dikonsumsi sampai Adhiwangsa berusia 2 tahun. Menurut dia, dirinya merasakan banyak keuntungan dalam hal ini. Berat badannya pasca melahirkan jadi lebih cepat turun. (ina/c5/any)

Stok ASI sebelum Cuti Habis

BEKERJA bukan berarti ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif. Kebutuhan buah hati akan cairan tersebut bisa dipenuhi dengan cara menyetok ASI. Ibu bisa memerah saat si kecil tak sedang menyusu. Agar berhasil, dibutuhkan kesabaran dan keteguhan hati ibu. Konselor ASI Rumah Sakit Husada Utama (RSHU) dr Laksmi Suci Handini SpA menjelaskan, ibu bisa mulai menyetok ASI saat masih cuti. Itu bisa dilakukan dengan breast pump atau tangan. Namun, yang lebih disarankan adalah memerah dengan tangan. Sebab, risiko terjadinya lecet sangat kecil.

”Dengan metode yang tepat, memerah dengan tangan menghasilkan lebih banyak jika dibandingkan dengan pompa ASI,” ujar Laksmi. Sebab, tangan bisa mendeteksi kantong-kantong ASI yang masih berisi dan bisa dikeluarkan. Tandanya adalah adanya tonjolan atau bagian keras di bagian payudara. Itu tidak bisa dilakukan oleh pompa ASI.

Banyak ibu yang tidak berhasil memerah dengan tangan karena metodenya salah. Yang dipencet puting. Padahal, yang benar adalah area aerola dan sekitarnya. Awalnya, ibu bisa melakukan pemijatan dengan dua jari, membentuk lingkaran-lingkaran kecil di sekitar aerola. Baru setelah itu, telunjuk dan ibu jari diletakkan di bagian atas dan bawah aerola, tekan, lalu lepaskan.

Itu disebut dengan metode dr Marmet. Memerah secara rutin tidak hanya bisa menambah persediaan ASI. Tetapi, itu juga memperlancar produksi nya. Sebab, semakin banyak dikeluarkan, semakin banyak pula payudara memproduksi ASI. Saat kembali bekerja, ibu tidak boleh berhenti memompa ASI.
Paling tidak 2–3 jam sekali ASI harus diperah. ASI yang sudah diperah bisa dimasukkan ke dalam botol kaca, botol plastik, atau kantong plastik khusus. Jika tidak digunakan dalam waktu lama, ASI harus dibekukan. Ketika ibu bekerja, ASI tersebut bisa diberikan kepada bayi. Nah, orang yang dimintai tolong menjaga bayi harus paham cara mempersiapkan ASI yang sudah dibekukan. Sebaiknya, ASI dikeluarkan dari freezer beberapa jam sebelum diberikan kepada bayi. Ketika sudah cair, baru ASI diputar-putar dengan air hangat sampai tidak dingin lagi. Setelah itu, ASI baru bisa diberikan kepada bayi. ASI juga tidak boleh direbus agar nutrisinya tidak hilang. Prinsipnya first in first out. Yang disimpan pertama yang diberikan kepada bayi. (sha/c6/any)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/