BINJAI, SUMUTPOS.CO – Anggota DPRD Sumut tahun 2009-2014, Ferry Suando Tanuray Kaban, yang resmi menjadi masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 28 September 2018 lalu, ternyata sempat terlihat di Binjai, Agustus lalu.
Berdasarkan surat DPO KPK, Ferry Suando yang lahir pada 7 November 1966 dengan berat badan 80 kg ini, beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 2A, Kelurahan Kartini, Binjai Kota. Pria itu masuk DPO sebagai tersangka kasus suap.
terkait pengesahan APBD Sumut. Dia bersama 37 anggota parlemen Sumut dijerat KPK karena diduga menerima suap dan gratifikasi dari gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Penelusuran Sumut Pos, Jumat (30/11), Fery Kaban tinggal di Binjai di sebuah ruko berlantai tiga. Di lantai dasar, istri dan anak-anak tersangka ini membuka usaha. Nama usahanya: Rumah Sop Spesial Nadya. Usahanya kerap disinggahi konsumen. Tidak hanya menjual menu makanan jenis sop, tapi juga ada ayam dan lele penyet serta lainnya.
Kemarin, Sumut Pos mencoba makan siang di Rumah Sop Spesial Nadya. Pramusaji wanita ada dua orang. “Iya.. Rumah Sop Nadya ini milik Pak Ferry Kaban. Yang dicari KPK ‘kan?” kata seorang pramusaji berjilbab.
Menurut dia, buronan KPK tersebut pernah menetap di ruko tersebut. Namun hanya sesekali saja alias jarang. “Bulan Agustus kemarin terakhir di sini. Cuma enggak tahu kapan pergi dan pulangnya lagi. Coba tanya sama istrinya saja,” kata si pramusaji.
Istri Ferry Kaban yang saat itu mengenakan jilbab biru dipadu baju merah muda garis-garis putih, melayani Sumut Pos ketika mau membayar makanan yang dipesan.
Tanpa mengenalkan diri, Sumut Pos kemudian bertanya kepada istri tersangka untuk membuka obrolan. “Nadya ini nama siapa? Anak ya?” tanya Sumut Pos.
Istri Ferry Kaban menolak menanggapi. Ditanya pertanyaan lain, dia tetap enggan berkomentar.
Informasi diperoleh, KPK sudah mengintai kediaman Ferry pada 26 November 2018. Saat itu, KPK mengintai seharian. Namun tak menuai hasil.
Pengintaian yang sudah dilakukan KPK selaras dengan pernyataan Juru Bicara Febri Diansyah. Menurut Febri, tim penyidik KPK telah mendatangi rumah tersangka guna meminta keterangan dari keluarga terkait keberadaannya saat ini. “Saat itu keluarga menyampaikan pada tim, bahwa tidak ada lagi komunikasi antara tersangka dengan keluarga,” kata Febri.
Aparat penegak hukum di Binjai, baik itu Kejaksaan Negeri maupun Kepolisian Resort Kota Binjai, mengatakan belum menerima surat koordinasi dari KPK untuk membantu melakukan pengintaian terhadap tersangka Ferry Kaban.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Binjai, Erwin Nasution malah kaget mendengar pernyataan Sumut Pos, bahwa ada buronan KPK dengan tinggi 165 cm bercirikan khusus memakai kacamata yang pernah duduk di gedung DPRD Sumut, dan beralamat di Binjai.
“Belum, belum ada (surat koordinasi dari KPK),” ujar Erwin.
Pernyataan dan ekspresi kaget juga diucap Kapolres Binjai, AKBP Donald Simanjuntak ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (30/11) petang. Mantan Kapolres Samosir mengaku tahu dari media massa, kalau Ferry Kaban menjadi buronan KPK. “Ah, warga mana?” tanya Kapolres kaget.
“Warga Binjai Pak. Enggak jauh dari Mapolres rumahnya,” jawab Sumut Pos.
Terpisah, Lurah Kartini, Felix menyatakan, Ferry Kaban sudah sejak 4 tahun belakangan menempati ruko tersebut. Informasi ini didapat Felix setelah bertanya kepada bawahannya, Kepala Lingkungan.
Menurut Felix, Ferry Kaban beserta keluarga juga sudah terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Kota Binjai. Disoal itu ruko milik Ferry atau hanya menyewa, Lurah tidak dapat memastikan. “Informasi dari Kepling, ada yang bilang sewa, ada yang bilang beli. Saya enggak bisa pastikan itu milik siapa. Tapi kalau ditanya terdaftar, terdaftar di DPT,” ucap Felix melalui telepon selularnya.
Dia enggan berkomentar lebih lanjut karena memang tidak memiliki informasi pasti terkait tersangka Ferry Kaban.
Dia juga tidak tahu Ferry Kaban pindahan dari daerah mana. Tiba-tiba saja, Ferry sudah menempati rukonya. “Waktu pindah pun enggak tahu. Kartu Keluarga dia enggak ada sama saya,” beber Felix.
Felix juga mengaku tidak pernah melihat Ferry Kaban. Pun demikian, Felix mengamini bahwa lembaga antirasuah yang memburu Ferry sudah mendatangi kediaman tersangka. “Tapi saya enggak pernah nampak. Sampai sekarang belum jumpa,” tandasnya.
JC Sopar Diapresiasi
Terkait pengajuan Justice Collaborator (JC) Sopar Siburian, mendapat apresiasi dari koleganya di DPRD Sumut. Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDI Perjuangan menyebutkan, dalam persoalan kasus suap kepada legislator melibatkan mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, pengajuan seorang tersangka menjadi JC harus disambut baik. Sebab, pertimbangan bahwa persoalan ini dapat terbuka lebih dari yang ada saat ini mungkin saja terjadi.
“Kalau pengajuan (JC) ini kan tentu sebagai niat baik untuk membuat kasus ini terang benderang. Namun kan ada nilai yang harus menjadi persyaratan sehingga KPK menerima pengakuan diri seorang sebelum diterima sebagai JC,” ujar Sutrisno.
Nilai yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum ditunjuk dan dipercaya KPK untuk menjadi JC yakni, apakah informasi yang ada di pengusul tersebut mengandung hal baru atau yang lebih besar dari apa yang sudah didapatkan selama ini? Jikapun tidak lebih besar, namun sekurangnya punya makna yang sama penting bagi aparat penegak hukum dalam mencari bukti dan temuan baru/lainnya.
“Yang kedua adalah, apakah nantinya orang yang mengajukan diri menjadi JC, juga punya informasi tentang keterlibatan orang lain dari yang sudah ditetapkan. Jadi kalau misalnya ada aktor lain yang belum ditangkap, maka itu akan menjadi nilai tambah dari KPK,” katanya.
Pun begitu, dirinya melihat bahwa dalam kasus ini, KPK akan melihat dulu, apakah peran seseorang dalam kasus ini. Sebab bisa saja yang ditahan itu adalah yang sekedar ikut-ikutan karena yang lain melakukan hal sama. “Makanya upaya ini kita apresiasi. Siapa tahu memang ada aktor baru atau hal yang lebih besar dari saat ini,” pungkasnya.
Dalam perkara suap Gubernur Gatot, KPK telah menetapkan 38 anggota DPRD Sumut sebagai tersangka. Mereka diduga menyalahgunakan wewenang atau jabatannya dengan menerima hadiah atau janji dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Adapun ke-38 anggota DPRD Sumut itu yakni Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser, dan Dermawan Sembilan.
Kemudian Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.
Atas perbuatan tersebut, mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK telah memanggil Ferry Suando Tanuray Kaban dua kali pada, 14 dan 21 Agustus 2018. Namun, tak hadir tanpa memberi keterangan. Karena dianggap tak kooperatif, Ferry Suando akhirnya dimasukkan dalam daftar buronan KPK. Sementara 35 rekannya saat ini sudah ditahan KPK. (ted/bal)