26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Majelis Hakim Tak Lakukan Penahanan, Rika Terdakwa Penganiayaan Bebas Berkeliaran

SIDANG: Rika Rosario Nainggolanterdakwa kasus penganiyaan saat mengikuti persidangan beberapa waktu lalu. agusman/sumut pos
SIDANG: Rika Rosario Nainggolanterdakwa kasus penganiyaan saat mengikuti persidangan beberapa waktu lalu. agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rahma Dhea Saraswara korban penganiayaan memohon kepada majelis hakim agar melakukan penahanan terhadap terdakwa Rika Rosario Nainggolan. Pasalnya, menurut Dhea, terdakwa tidak kooperatif karena tidak menghadiri persidangan dengan agenda tuntutan, Selasa (28/4) lalu.

“Saya memohon kepada majelis hakim agar melakukan penahanan terhadap terdakwa Rika Rosario Nainggolan. Karena dia (Rika) tidak koperatif,” ucap Dhea, Minggu (3/5).

Dia menganggap terdakwa Rika tak kooperatif. Pertama, lanjut Dhea, saat persidangan, Rabu 11 Maret 2020, terdakwa tidak bisa menghadirkan saksi ade charge (saksi yang meringankan).”Sehingga persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa,” ujarnya.

Kemudian, Rabu 18 Maret 2020, terdakwa tidak hadir dengan alasan sakit. Sayangnya, Dhea tidak bisa memperlihatkan surat sakit terdakwa.”Karena bu Jaksa (Arta Sihombing) bilang kalau surat sakitnya sudah diberi ke hakim. Padahal, persidangan gak dibuka sama sekali,” urainya.

Kemudian, terakhir Selasa 28 April 2020 kemarin, terdakwa juga tak hadir lantaran tidak bisa ke Medan karena Jakarta sedang melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Saya tahu dari penasehat hukum saya, kalau dia (Rika) lagi berada di Jakarta dan gak bisa ke Medan karena masih PSBB. Dimana letak hukum dan keadilan,” kesalnya.

Untuk itu, dalam waktu dekat, Dhea berharap agar majelis hakim melakukan penahanan terhadap Rika Nainggolan. “Dia yang melakukan penganiayaan, dia bebas berkeliaran dan terlalu leluasa. Jadi dia yang ngatur hakim. Harapan kita agar Rika ditahan dan diberikan hukuman semaksimal mungkin. Sidang lanjutan (tuntutan) digelar tanggal 12 Mei 2020 mendatang,” katanya.

Terpisah, jaksa penuntut umum (JPU) Arta Sihombing menjelaskan bahwa Rika bekerja di Jakarta dan berdomisili di Medan. Menanggapi hal ini, praktisi hukum Muslim Muis mengatakan, bahwa di dalam KUHPidana pada Pasal 351 ayat 1 KUHP disebutkan, penganiayaan berat dan menyebabkan korbannya opname dan terhalang bekerja sesuai visum at evertum bisa dilakukan penahanan terhadap diri terdakwa.

“Jadi sebenarnya tidak ada alasan penegak hukum untuk tidak menahan. Apalagi terdakwa tidak kooperatif dalam menjalani proses hukum yang dijalaninya,” tegasnya.

Sehingga, sambung Muslim, hal ini jelas menjadi preseden buruk bagi penegak hukum kita dimana pelaku penganiayaan berat masih bisa menghirup udara bebas tanpa ada sanksi yang benar sesuai KUHPidana.

Apalagi, lanjutnya, seperti yang diketahui terdakwa meninggalkan wilayah tempat dimana terdakwa diproses hukum di PN Medan. Hal ini harusnya menjadi perhatian majelis hakim dan penuntut umum, agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan menghormati proses hukum yang sedang dijalani terdakwa.

“Tinggal majelis hakim saja mau menahan atau tidak. terdakwa tidak mematuhi acara dan aturan persidangan itu sendiri,” tukasnya. (man/btr)

SIDANG: Rika Rosario Nainggolanterdakwa kasus penganiyaan saat mengikuti persidangan beberapa waktu lalu. agusman/sumut pos
SIDANG: Rika Rosario Nainggolanterdakwa kasus penganiyaan saat mengikuti persidangan beberapa waktu lalu. agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rahma Dhea Saraswara korban penganiayaan memohon kepada majelis hakim agar melakukan penahanan terhadap terdakwa Rika Rosario Nainggolan. Pasalnya, menurut Dhea, terdakwa tidak kooperatif karena tidak menghadiri persidangan dengan agenda tuntutan, Selasa (28/4) lalu.

“Saya memohon kepada majelis hakim agar melakukan penahanan terhadap terdakwa Rika Rosario Nainggolan. Karena dia (Rika) tidak koperatif,” ucap Dhea, Minggu (3/5).

Dia menganggap terdakwa Rika tak kooperatif. Pertama, lanjut Dhea, saat persidangan, Rabu 11 Maret 2020, terdakwa tidak bisa menghadirkan saksi ade charge (saksi yang meringankan).”Sehingga persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa,” ujarnya.

Kemudian, Rabu 18 Maret 2020, terdakwa tidak hadir dengan alasan sakit. Sayangnya, Dhea tidak bisa memperlihatkan surat sakit terdakwa.”Karena bu Jaksa (Arta Sihombing) bilang kalau surat sakitnya sudah diberi ke hakim. Padahal, persidangan gak dibuka sama sekali,” urainya.

Kemudian, terakhir Selasa 28 April 2020 kemarin, terdakwa juga tak hadir lantaran tidak bisa ke Medan karena Jakarta sedang melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Saya tahu dari penasehat hukum saya, kalau dia (Rika) lagi berada di Jakarta dan gak bisa ke Medan karena masih PSBB. Dimana letak hukum dan keadilan,” kesalnya.

Untuk itu, dalam waktu dekat, Dhea berharap agar majelis hakim melakukan penahanan terhadap Rika Nainggolan. “Dia yang melakukan penganiayaan, dia bebas berkeliaran dan terlalu leluasa. Jadi dia yang ngatur hakim. Harapan kita agar Rika ditahan dan diberikan hukuman semaksimal mungkin. Sidang lanjutan (tuntutan) digelar tanggal 12 Mei 2020 mendatang,” katanya.

Terpisah, jaksa penuntut umum (JPU) Arta Sihombing menjelaskan bahwa Rika bekerja di Jakarta dan berdomisili di Medan. Menanggapi hal ini, praktisi hukum Muslim Muis mengatakan, bahwa di dalam KUHPidana pada Pasal 351 ayat 1 KUHP disebutkan, penganiayaan berat dan menyebabkan korbannya opname dan terhalang bekerja sesuai visum at evertum bisa dilakukan penahanan terhadap diri terdakwa.

“Jadi sebenarnya tidak ada alasan penegak hukum untuk tidak menahan. Apalagi terdakwa tidak kooperatif dalam menjalani proses hukum yang dijalaninya,” tegasnya.

Sehingga, sambung Muslim, hal ini jelas menjadi preseden buruk bagi penegak hukum kita dimana pelaku penganiayaan berat masih bisa menghirup udara bebas tanpa ada sanksi yang benar sesuai KUHPidana.

Apalagi, lanjutnya, seperti yang diketahui terdakwa meninggalkan wilayah tempat dimana terdakwa diproses hukum di PN Medan. Hal ini harusnya menjadi perhatian majelis hakim dan penuntut umum, agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan menghormati proses hukum yang sedang dijalani terdakwa.

“Tinggal majelis hakim saja mau menahan atau tidak. terdakwa tidak mematuhi acara dan aturan persidangan itu sendiri,” tukasnya. (man/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/