MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus penganiayaan dilakukan debt collector terhadap Kiki Rivai dan istrinya, Putri telah menyeret penyidik kasus itu ke Profesi Pengamanan (Propam) Polda Sumut. Polsek Medan Area yang awalnya memetieskan kasus ini, mengaku masih terus memproses.
“PERKARA itu ada sebelum saya menjabat (Kanit Reskrim),” ujar Kanit Reskrim Polsek Medan, Iptu Lambas Tambunan, Selasa (3/9) di ruang kerjanya.
Meski begitu, Tambunan mengaku sudah mengecek kembali berkas laporan dari korban maupun debt collector. Setelah dicek, ternyata masing-masing melaporkan peristiwa yang terjadi pada masa itu.
“Yang jelas, kita sudah cek. Mereka ini split (sama-sama buat laporan), kita sudah proses laporan korban yang dianiaya. Untuk debt collector sudah kita cek ke rumahnya, ternyata alamat yang ada tidak sesuai. Makanya, kita terbitkan status DPO. Dari perkara ini, penyidik kita juga sudah diperiksa Propam,” terangnya.
Tambunan menyangkal kasus itu tidak diproses pihaknya. Untuk itu, ia telah memerintahkan anggotanya untuk kembali memproses kasus itu.
“Dari cerita yang saya dengar, pada masa itu, si suami istri distop sama debt collector. Terjadi keributan, lalu masalah itu dibawa ke polsek, sampai di polsek mereka membuat laporan,” jelas Lambas.
“Ternyata, si debt collector menghilang, jadi saya pun kurang tahu kenapa bisa begitu terjadi. Yang jelas, sekarang kasusnya kita tindaklanjuti,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Divisi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan Tambak SH sangat menyayangkan penanganan kasus yang tidak profesional oleh Polsek Medan Area.
Pasalnya, pelaku penganiayaan terhadap Kiki Riva Yogi dan istrinya yang sempat ditangkap namun dilepas. Maswan menilai, hal itu dinilai mencederai rasa keadilan.
Bukan itu saja, Maswan menilai, Polsek Medan Area lamban dan berlarut-larut (undue delay proses) dalam menangani kasus ini.
“Hal ini tentu mencederai kepentingan hukum korban,” ujarnya kepada Sumut Pos, Selasa (3/8).
Seharusnya lanjut Maswan, demi kepentingan korban dan masyarakat lainnya, kepolisian harus menindak tegas. Jika tidak, katanya, kasus seperti ini akan terus terulang kepada masyarakat yang lain, artinya akan menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Mengenai jaminan, ini juga perlu dipertanyakan karena ada keterangan yang menyatakan dua oknum yang ditangguhkan sudah melarikan diri. Jika ini benar, maka ada kesalahan oleh kepolisian Sektor Medan Area, karena salah satu alasan ditangguhkan pasti karena berjanji tidak akan melarikan diri,” jelasnya.
Jaminan itu pun, kata Maswan, harus diperjelas. Diapun meragukan kinerja Polsek Medan Area yang menurutnya tidak promoter (profesional, modern dan terpercaya).
“Jika tidak mampu melakukan penyidikan perkara a quo dengan baik atau dianggap terlalu berat, maka Kepolisian Sektor Medan Area boleh secara hukum mengalihkan perkara tersebut ke Polrestabes Medan,” imbuh Maswan.
“Konsekuensinya ya harus ditangani dengan serius atau alihkan ke Polres kalau tidak mampu,” sambungnya.
Kepada korban Maswan berpesan, agar melaporkan kasus ini ke Profesi dan Pengamanan (Propam), bila kasus ini masih berlarut-larut.
Berkaitan dengan kasus ini, Maswan berharap Polsek Medan Area, Polrestabes Medan dan Polda Sumut, harus memberikan atensi khusus terhadap perkara pidana yang berkaitan demgan debt collector. Karena sangat meresahkan masyarakat.
“Saat ini, beberapa Polres di pulau Jawa berani memerintahkan untuk menembak debt collector nakal. Namun kita tidak miminta demikian, hanya saja kita minta supaya tegas dan tidak bermain mata dengan pihak perusahaan leasing/pemakai jasa debt collector,” pungkasnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari laporan Kiki Riva Yogi dan istrinya ke Polsek Medan Area. Korban mengaku dipukuli oleh beberapa pria mengaku debt collector dari salah satu leasing. Namun sayang, dua pelaku yang sempat diamankan warga dilepas Polsek Medan Area.
Kini, setelah kurang lebih 1,7 tahun berlalu, korban mendesak Polsek Medan Area untuk memeroses laporan mereka yang tertuang dengan No STTLP/120/K/II/2018 SPKT Sektor Medan Area.(fac/man/ala)