MEDAN, SUMUTPOS.CO – Santi Bulung Simanjuntak, warga Jalan T Amir Hamzah Gang Asuhan, Medan Helvetia, melaporkan oknum jaksa berinisial IH dan kawan-kawannya ke Asisten Pengawasan (Aswas) Kejatisu, Selasa (24/11) lalu. Santi melaporkan oknum jaksa tersebut, terkait berkas perkara dugaan penipuan dan penggelapan surat tanah yang diduga dilakukan tersangka DRS.
BORNOK Simanjuntak dan Ferdinan Sembiring dari LBH Yesaya 56 selaku kuasa hukum Santi Bulung Simanjuntak mengungkapkan, dalam perkembangan kasusnya, oknum jaksa tersebut berulang kali mengembalikan berkas perkara ke penyidik Polda Sumut karena dianggap belum lengkap (P19).
“Alasan jaksa mengembalikan berkas ke penyidik Polda, supaya dilakukan pemeriksaan secara laboratoris atas surat pernyataan yang berisi, Santi ada meminjam uang kepada saksi IRT sebesar Rp30 juta identik atau tidak identik dengan surat pernyataan yang berisi Santi ada menerima titipan uang sebesar Rp320 juta dari DRS,” kata Bornok Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (3/12).
Padahal menurutnya, kedua surat pernyataan tersebut diterima penyidik dari tersangka DRS dan Santi tidak mengakui kedua surat pernyataan tersebut. Begitu juga saksi IRT, tidak mengakui surat pernyataan yang berisi, Santi ada meminjam uang kepada IRT sebesar Rp30 juta. Namun, jaksa tetap bersikeras surat itu harus dicek ke lab.
Terhadap kedua surat dari tersangka DRS sudah dilakukan lab dengan pembanding dari Santi, dan hasilnya juga sudah keluar yaitu kedua surat dari tersangka DRS itu tidak identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan Santi (pada pembanding). Santi juga sudah membuat pengaduan kembali terhadap DRS terkait hasil lab yang tidak identik tersebut di SPKT Polda Sumut dengan dugaan Pasal 263.
“Karena dalam Perkap No 10 Pasal 81 tahun 2009 dinyatakan, untuk mengajukan uji lab harus ada paling sedikit 3 buah bukti pembanding. Ini tidak ada tiga, hanya surat pernyataan yang Rp320 juta dan surat pernyatan Rp30 juta itu yang dibandingkan,” jelasnya.
Bornok menambahkan, surat titipan Rp320 juta tidak ada tahun pembuatannya sehingga sesuai persyaratan kriminalistik pun tidak akan dapat dijadikan pembanding. Surat utang Rp30 juta pun tidak diakui oleh yang melibatkan diri di perjanjian. “Tidak ada kaitan/hubungan tersangka DRS dengan surat utang Rp30 juta tersebut. Hukum adalah fakta, seharusnya kita pahami itu. Jadi menurut kami, tidak ada alasan jaksa IH memaksakan petunjuk tersebut. Petunjuk lab ini sudah 3 kali diberikan kepada penyidik dan penyidik sudah 2 kali menjawab terkait petunjuk yang diberikan jaksa IH sesuai dengan SP2HP,” terangnya.
Kasus ini bermula tahun 2014. Santi meminjam uang Rp320 juta kepada DRS dengan menjaminkan 2 surat tanah. Karena tidak bisa bayar, DRS melaporkan Santi ke polisi. Santi pun divonis 1 tahun 10 bulan oleh hakim PNMedan. Keluar dari penjara, Oktober 2019, Santi melaporkan balik DRS ke Polda Sumut dengan tuduhan penipuan dan penggelapan 2 surat tanah yang tidak dikembalikan.
Terpisah, Daulat Napitupulu selaku Pemeriksa Pegasum Kejatisu, membenarkan laporan tersebut. “Saat ini belum kita periksa dia (jaksa IH). Masih menunggu perintah dari Pak Aswas siapa jaksa pemeriksanya. Nanti kalau sudah ditentukan akan segera kita periksa,” tandasnya. (man)