BINJAI, SUMUTPOS.CO – Majelis Pengadilan Negeri Binjai kembali menggelar sidang lanjutan pembunuhan SPG Popok Bayi yang bernama Indri Lestari (40) dengan terdakwa Sofyan Wahid (39) di Ruang Cakra, Senin (6/5). Sidang beragenda mendengar keterangan terdakwa.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi Lubis didampingi David Simare-mare dan Tri Syahriawani.
Kepada majelis hakim, terdakwa selalu berkelit memberi keterangan. Meski begitu, terdakwa dengan korban ternyata sudah berkenalan dan menjalin hubungan sejak 2013 lalu. Tepat pertengahan 2015, terdakwa dan korban resmi berpacaran.
Saat berkenalan, korban dan terdakwa mengaku sama-sama berucap status belum menikah. Terdakwa mengaku lajang. Sedangkan korban mengaku gadis.
Namun belakangan terungkap. Akhirnya korban dan terdakwa mengaku sudah pernah berkeluarga. Nah, selama berpacaran terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang kepada korban.
“Minimal Rp700 ribu per bulan minta uang. Terus aku kasih. Kebutuhan nebus emas di pegadaian katanya. Banyak yang digadaikan,” ujar terdakwa.
Meski belakangan mereka menyatakan pernah status berkeluarga, tapi terdakwa mengaku tidak pernah berhubungan suami istri dengan korban.
Sebelum kejadian, terdakwa mengaku dihubungi korban untuk datang pagi harinya. Kepada majelis, terdakwa mengaku sudah tidak berpacaran lagi dengan korban. Tepatnya 6 bulan sebelum kejadian keji itu terjadi.
Karena tidak berpacaran lagi, terdakwa menolak ajakan ketemu tersebut. Tapi, terdakwa mendatanginya.
“Aku disuruh datang, malam diteleponnya disuruh datang. Karena enggak ada hubungan apa-apa lagi saya bilang. Tapi dia (korban) minta tolong. Aku putusin karena enggak tahan bayar uang pribadinya terus,” ujar terdakwa.
Terdakwa dan korban menjalin hubungan berpacaran karena dijanjikan untuk menikah. Oleh korban, janji menikahi terdakwa ketika utang tebusan emas ibunya lunas.
Majelis hakim sempat heran. Pasalnya, sudah 3 tahun terdakwa membayari utang emas di pegadaian. Namun mereka tak kunjung menikah.
“Asal sudah lunas, digadai lagi. Enggak tahu saya untuk apa,” ujar terdakwa.
Setelah ketemu hingga tiba di Komplek Perumahan Royal Wahidin, menurut terdakwa, korban meminta uang Rp2 juta.
“Aku cuma bawa Rp470 ribu. Uang itu katanya untuk tebus emas mamaknya,” kata terdakwa.
Mendengar itu, menurut terdakwa, korban emosi. Menurut terdakwa, korban langsung mengambil pisau dari laci.
“Pisau dapur stainless. Mau diapainnya saya, saya tangkap. Lalu berebut pisau. Kalau dibilang nggak sengaja, ya enggak sengaja,” ujar terdakwa.
Aksi keji terdakwa mengundang perhatian warga. Terlebih, korban menjerit minta tolong. Namun terdakwa menjawab warga dengan tenang. Saat kerumunan warga sekitar datang, korban sudah meninggal dunia di ruang tamu.
Berulang kali majelis hakim bertanya apa alasan terdakwa menghujam kemaluan korban.
“Saya emosi karena dibilang laki-laki nggak berguna. Terhina saya,” ujar terdakwa.
Kepada majelis hakim, terdakwa mengaku menyesali perbuatannya. Selama ditahan, terdakwa yang juga memiliki istri belum pernah dijenguk.
Kekesalan majelis hakim kian tampak. Saat Hakim Anggota Tri Syahriawani mencecar pertanyaan, terdakwa malah menjawab hal lain.
Bahkan, keterangannya yang ada di dalam BAP juga dinyatakan terdakwa sebagian benar dan tidak.
“Saya dipaksa. Saya dipukul,” ujar terdakwa.
“Semua berbeda dengan yang diterangkan (terdakwa) kepada ketua majelis. Berbeda semua. Di BAP sering berhubungan intim, selalu diberi uang. Tapi tadi bilangnya nggak ada,” cetus Hakim Tri.
“Di hotel berbuat hubungan suami istri. Betul itu?” tanya Hakim Tri.
“Pintar kali kamu ngarang ya. Jangan kau bodoh-bodohin kami di sini. Makanya jujur. Kami sudah sering ngadapi yang begini-gini,” sambung Hakim Tri.
Setelah korban dipastikan tewas dengan memegang denyut nadi tangan kiri, terdakwa kemudian pergi meninggalkan TKP. Sepedamotor jenis matic milik korban dilarikan. (ted/ala)