27 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Sekeluarga Dihabisi dengan Mata Dilakban

Foto: Darwis/Posmetro Medan/JPNN Empat jenazah sekeluarga saat akan dibuang para pelaku.
Foto: Darwis/Posmetro Medan/JPNN
Empat jenazah sekeluarga saat akan dibuang para pelaku.

STABAT, SUMUTPOS.CO – Masih ingat pembunuhan sadis yang dialami sekeluarga asal Kec. Salapian pada Rabu 9 Oktober 2013 lalu? Pembunuhan Misman beserta istri dan 2 anaknya yang menggemparkan itu, Rabu (8/1) siang direka ulang, tanpa raut penyesalan di wajah pelaku. Dengan tenang mereka memperagakan adegan demi adegan pembantaian sadis itu. Bahkan, ketika ada yang kurang tepat dirasa dalam adegan, tanpa gugup mereka mengoreksinya dan menjelaskan yang sebenarnya.

Begitulah sekilas gambaran sosok kedua pelaku pembunuh sekeluarga dari Dusun Pondok XI, Desa Perkebunan Tanjung Keliling, Kec. Salapian, Langkat ini.

Kedua pembunuh kejam tersebut adalah Alamsyah alias Lilik (31) dan adiknya Rendy (21). Tanpa disaksikan keluarga korban maupun masyarakat umum, rekonstruksi yang digelar di halaman belakang Mapolres Langkat atau tepatnya di samping lapangan futsal itu, hanya dihadiri penasehat hukum (PH) tersangka Syahrial SH yang disediakan negara, jaksa penuntut umum (JPU), serta kasat Reskrim AKP Rosyid Hartanto.

Untuk memainkan peran tersangka maupun korban, petugas mengantikanya dengan personel kepolisian. Dalam rekonstruksi sebanyak 27 adegan ini, tersangka menceritakan dari awal hingga akhir pembunuhan tersebut. Tersangka yang sempat ditanyai kru koran ini hanya mengatakan tak ada yang perlu disesali lagi, semua sudah terjadi.

“Apa yang mau disesali lagi bang, sudah kejadian,” ketusnya enteng sambil bergerak diikuti petugas yang mengawalnya. Adegan pertama pra pembantaian sadis itu, dimulai Rabu 9 Oktober 2013 sekitar pukul 17.00 WIB. Waktu itu Alamsyah alias Lilik memerintahkan Rendy untuk mencari lokasi yang tepat untuk menghabisi Misman dan keluarganya.

Setelah menemukan lokasi yang dianggap tepat, Rendy melaporkan hal itu ke Lilik. Selanjutnya, Rendy dan Lilik pergi bersama-sama mengecek lokasi yang dikenal dengan sebutan Pulau Setan atau Bukit Iblis yang berada di Dusun Pondok XI, Desa perkebunan Tanjung Keliling, Kec. Salapian. Dari lokasi ini, Lilik lalu memberikan uang Rp 30 ribu kepada Rendy untuk membeli racun serangga merek baygon.

Setelah mendapatkan racun, Rendy kembali mendatangi lokasi sendirian untuk menyembunyikan racun tersebut. Setelah itu, menjelang pukul 20.30 WIB, Lilik dan Rendy kembali ke lokasi mengendarai pick up Daihatsu Grand Max BK 9250 RE milik tersangka. Tak lama ditempat itu, tersangka lalu memutar arah mobil dengan posisi kepala menghadap ke depan jalan masuk.

Setelah memarkirkan mobilnya sejenak, tersangka Lilik kemudian menyuruh Rendy untuk mengambil racun yang disimpan. Dengan cepat Rendy mengambil racun yang disembunyikan itu untuk kemudian diserahkan kepada Lilik. Oleh Lilik, botol racun tersebut langsung dipotong dan isinya dicampurkan kedalam minuman mineral. Setelah mineral yang telah bercampur racun itupun disimpan di bak mobil tersangka.

Tak berapa lama kemudian, muncullah dua oknum anggota TNI yakni Praka Pu dan Praka Sa yang mengendarai sepeda motor. Kedatangan keduanya setelah sebelumnya dihubungi Lilik melalui hape. Korban yang juga telah dijumpai tersangka, tak berapa lama kemudian muncul dengan sepeda motornya. Waktu itu Misman (46), dan istrinya Suliah (42) berboncengan satu kereta, sedangkan kedua anaknya, Dedek Febriansyah (21) dan Tria Winanda Aulia (13) satu kereta.

Korban yang datang sambil membawa peralatan berupa tikar, dua buah gelas serta satu batang kayu sebagai pancang lalu diajak tersangka duduk ditempat itu. Persisnya di depan mobil tersangka yang parkir. Namun, baru beberapa menit duduk di situ, tersangka mengajak korban pindah dengan alasan kalau lokasi itu tidak tepat untuk dilakukan ritual pengangkatan barang-barang gaib.

Sebagai lokasi pengganti yang tepat, tersangka mengajak korban bergeser sekitar 30 meter ke belakang mobil menyeberangi jembatan. Di lokasi kedua ini, keempat korban disuruh duduk berjejer di atas tikar yang dibawanya. Namun, untuk korban Tria Winanda tidak mau ikut duduk karena takut dan memilih menunggu orangtua dan saudaranya di mobil.

Sebelum ritual dilakukan, tersangka mengatakan kepada korban kalau mau berhasil para korban harus diikat lebih dulu. “Ini kalau mau terangkat barang gaibnya, kaki diikat, mata ditutup,” ujarnya. Tak curiga sedikitpun, ketiga korban mau saja diikat oleh tersangka. Orang pertama yang diikat Lilik adalah Misman, sementara tersangka Rendy mengikat, Dedek Pebrianto dan menutup matanya.

Selanjutnya, oknum TNI Praka Pu mengikat kaki dan menutup mata Suliah. Korban diikat mengunakan lakban warna kuning. Begitu ketiga korban telah diikat, tersangka Lilik lalu bertanya kepada Misman. ”Mang, ini utangnya kapan dibayar, orang-orang ini udah nagih samaku semua,” kata Lilik. Saat itu, jelas Lilik, Misman membentaknya dengan nada tinggi. ”Kau asik utang-utang ajapun, nanti itu,” katanya sambil mendorong kepala tersangka.

Merasa kesal diperlakukan seperti itu, tersangka Lilik kemudian pergi menuju bak mobil dan mengambil cairan baygon yang sebelumnya telah ia persiapkan. Oleh tersangka, air mineral beracun tersebut kemudian dituang ke dalam gelas dan diberikan kepada korban. “Ini minum, jangan rasa baunya, memang beginilah dia,“ terangnya, sehingga korban mau meminum air yang telah diberi racun tersebut.

Meski telah diberi minum racun, tapi korban baik-baik saja. Tersangka kembali bertanya kepada korban kapan utangnya mau dibayar. “Mang kapan sih kira-kira bayar utangnya? Minta tolong aku,” ujar Lilik mengulang pertanyaannya kala itu. “Kaupun dari tadi asik itu-itu aja, kalau ada uangmu kau talangilah dulu,” jawab korban.

Emosi dengan jawaban korban, tersangka langsung mengambil satu batang kayu yang dibawa korban tadi dan langsung menghantamkannya ke bagian belakang kepala Misman. Setelah itu, tersangka juga memukul bagian belakang kepala Dedek Pebrianto diikuti kepala Suliah. Ulah tersangka Lilik tadi juga diikuti adiknya Rendy yang ikut memukuli ketiga korban dengan kayu menyebabkan kayu di tanganya patah jadi dua bagian. Korban Misman yang tiba-tiba sadar, berusaha bangkit.

Namun, upaya Misman melakukan perlawanan sia-sia, sebab seperti orang kesetanan, Lilik langsung mencabut senjata tajam dari pinggangnya dan membacokkannya kepada korban. Tak cuma Misman yang jadi korban tebasan parang tersangka, anak dan istri Misman yang tergeletak tadi juga dihujani bacokan. Sadisnya, aksi tersangka Lilik diikuti pula oleh Rendy dan temannya Praka Pu. Kedua orang ini juga menikami tubuh tak berdaya para korban.

Setelah tersangka Lilik yakin ketiga korban tak bernyawa lagi, ia lalu pergi menuju mobil untuk menemui korban Tria Winanda Aulia sambil mengambil pisau milik Rendy dan menyelipkanya di pinggangnya. Kepada Tria, tersangka Lilik sempat menyuruhnya untuk pergi saja dari tempat itu, namun korban tidak mau tanpa kedua orangtua dan saudaranya.

“Aku sempat suruh dia keluar dari dalam mobil dan pergi saja dari lokasi itu, tapi dia nggak mau. Katanya dia nggak mau pergi tanpa keluarganya,” urai Lilik. Karena Tria tak mau pergi, Rendy lalu menyarankan untuk membunuh korban juga seperti keluarganya. “Udah bang, kalau ada saksi susah kita,“ katanya. Curiga dengan perkataan tersangka ini, Tria pun menoleh ke arah keluarganya yang sudah terkapar. Waktu itulah secara spontan remaja belia ini menjerit.

Mendengar jeritan korban, tersangka jadi panik dan langsung menutup mulut salah seorang pelajar di SMPN Salapian ini dengan tanganya. Tak cuma itu, tersangka juga menghujami korban dengan tikaman senjata tajamnya hingga korban roboh ke tanah.

Ketika Tria terjerembab ke tanah, Praka Sa melihatnya masih hidup. Bukannya menyelamatkan, dengan teganya oknum TNI ini malah mengambil parang milik Rendy yang terjatuh di tanah dan membacok korban. Begitu juga dengan Rendy menghujani tubuh remaja ini dengan tusukan pisaunya hingga menghembuskan nafas terahir. Sewaktu tersangka menghabisi Tria, mereka mendengar suara ngorok dari salah seorang korban. Rupanya, Dedek Pebrianto berusaha bangkit dan melarikan diri. Sayang upaya Dedek sia-sia. Tersangka keburu mendatanginya dan menarik baju korban dari belakang hingga korban terjatuh dan tak bergerak lagi.

Begitu keempat korban sudah meninggal dunia, tersangka dan teman-temannya sepakat untuk membuang mayat korban. Dibantu Rendy, Praka Pu dan Praka Sa, jasad keempat korban dinaikkan ke pick up tersangka yang telah dialasi tikar milik korban. Setelah itu, jasad keempat korban langsung ditutup dengan terpal mobil milik tersangka. Tak membuang-buang waktu lalu, tersangka Lilik dan Rendy bergerak mengendarai mobil.

Sementara kedua rekannya dengan sepeda motor. Mayat para korban tadi selanjutnya dibawa ke kawasan Batang Serangan, setibanya di lokasi yang sunyi dan semak, tersangka memberhentikan mobilnya. Dibantu tersangka Rendy, Pu dan Sa, mengangkat mayat Dedek Pebrianto dan membuangnya ke jalan kanan. Sedangkan mayat Tria Winanda dibuang dibuang tak jauh dari mayat abangnya Dedek.

Berjarak sekitar 3 km dari pembuangan mayat Dedek dan Tria, tersangka kembali membuang mayat Misman ke dalam sunggai kecil. Kemudian, dari jarak 3 km pembuangan jasad Misman, pelaku kembali membuang mayat Suliah ke sungai di bawah jembatan. Usai mencampakkan mayat keempat keluarga tersebut, para pelaku kembali memutar arah kendaraanya dan kembali mengunakan jalan yang sama.

Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Rosyid Hartanto ketika ditemui di sela-sela rekonstruksi tadi mengaku kalau pihaknya sampai saat sekarang ini mengalami kesulitan menghadirkan pelaku dari oknum TNI tersebut. Sebab sampai saat ini untuk mengambil ijin lab senjata tajam yang digunakan saja belum diberikan. Bahkan, bilang Kasat, untuk persidangan yang diharapkan dilakukan koneksitas tidak terlaksana sepertinya.

“Ya memang ada kendala kita hadapi, tapi semuanya sudah kita koordinasikan. Memang pada dasarnya masyarakat mengharapkan sidang untuk kasus ini dilakukan koneksitas buat kedua oknumnya, tapi kayaknya keinginan masyarakat belum bisa diwujudkan. Itu karena sampai sekarang ini pimpinan dari oknum tersebut masih menginginkan sidang yang digelar nantinya di peradilan militer,” ujar Rosyid mengaku telah berulang kali melakukan kordinasi dengan pihak TNI baik melalui lisan maupun secara surat resmi dinas. Atas perbuatanya, para tersangka dijerat Pasal 340 subs Pasal 338 jo Pasal 55 KUHPidana.(dw/deo)

Foto: Darwis/Posmetro Medan/JPNN Empat jenazah sekeluarga saat akan dibuang para pelaku.
Foto: Darwis/Posmetro Medan/JPNN
Empat jenazah sekeluarga saat akan dibuang para pelaku.

STABAT, SUMUTPOS.CO – Masih ingat pembunuhan sadis yang dialami sekeluarga asal Kec. Salapian pada Rabu 9 Oktober 2013 lalu? Pembunuhan Misman beserta istri dan 2 anaknya yang menggemparkan itu, Rabu (8/1) siang direka ulang, tanpa raut penyesalan di wajah pelaku. Dengan tenang mereka memperagakan adegan demi adegan pembantaian sadis itu. Bahkan, ketika ada yang kurang tepat dirasa dalam adegan, tanpa gugup mereka mengoreksinya dan menjelaskan yang sebenarnya.

Begitulah sekilas gambaran sosok kedua pelaku pembunuh sekeluarga dari Dusun Pondok XI, Desa Perkebunan Tanjung Keliling, Kec. Salapian, Langkat ini.

Kedua pembunuh kejam tersebut adalah Alamsyah alias Lilik (31) dan adiknya Rendy (21). Tanpa disaksikan keluarga korban maupun masyarakat umum, rekonstruksi yang digelar di halaman belakang Mapolres Langkat atau tepatnya di samping lapangan futsal itu, hanya dihadiri penasehat hukum (PH) tersangka Syahrial SH yang disediakan negara, jaksa penuntut umum (JPU), serta kasat Reskrim AKP Rosyid Hartanto.

Untuk memainkan peran tersangka maupun korban, petugas mengantikanya dengan personel kepolisian. Dalam rekonstruksi sebanyak 27 adegan ini, tersangka menceritakan dari awal hingga akhir pembunuhan tersebut. Tersangka yang sempat ditanyai kru koran ini hanya mengatakan tak ada yang perlu disesali lagi, semua sudah terjadi.

“Apa yang mau disesali lagi bang, sudah kejadian,” ketusnya enteng sambil bergerak diikuti petugas yang mengawalnya. Adegan pertama pra pembantaian sadis itu, dimulai Rabu 9 Oktober 2013 sekitar pukul 17.00 WIB. Waktu itu Alamsyah alias Lilik memerintahkan Rendy untuk mencari lokasi yang tepat untuk menghabisi Misman dan keluarganya.

Setelah menemukan lokasi yang dianggap tepat, Rendy melaporkan hal itu ke Lilik. Selanjutnya, Rendy dan Lilik pergi bersama-sama mengecek lokasi yang dikenal dengan sebutan Pulau Setan atau Bukit Iblis yang berada di Dusun Pondok XI, Desa perkebunan Tanjung Keliling, Kec. Salapian. Dari lokasi ini, Lilik lalu memberikan uang Rp 30 ribu kepada Rendy untuk membeli racun serangga merek baygon.

Setelah mendapatkan racun, Rendy kembali mendatangi lokasi sendirian untuk menyembunyikan racun tersebut. Setelah itu, menjelang pukul 20.30 WIB, Lilik dan Rendy kembali ke lokasi mengendarai pick up Daihatsu Grand Max BK 9250 RE milik tersangka. Tak lama ditempat itu, tersangka lalu memutar arah mobil dengan posisi kepala menghadap ke depan jalan masuk.

Setelah memarkirkan mobilnya sejenak, tersangka Lilik kemudian menyuruh Rendy untuk mengambil racun yang disimpan. Dengan cepat Rendy mengambil racun yang disembunyikan itu untuk kemudian diserahkan kepada Lilik. Oleh Lilik, botol racun tersebut langsung dipotong dan isinya dicampurkan kedalam minuman mineral. Setelah mineral yang telah bercampur racun itupun disimpan di bak mobil tersangka.

Tak berapa lama kemudian, muncullah dua oknum anggota TNI yakni Praka Pu dan Praka Sa yang mengendarai sepeda motor. Kedatangan keduanya setelah sebelumnya dihubungi Lilik melalui hape. Korban yang juga telah dijumpai tersangka, tak berapa lama kemudian muncul dengan sepeda motornya. Waktu itu Misman (46), dan istrinya Suliah (42) berboncengan satu kereta, sedangkan kedua anaknya, Dedek Febriansyah (21) dan Tria Winanda Aulia (13) satu kereta.

Korban yang datang sambil membawa peralatan berupa tikar, dua buah gelas serta satu batang kayu sebagai pancang lalu diajak tersangka duduk ditempat itu. Persisnya di depan mobil tersangka yang parkir. Namun, baru beberapa menit duduk di situ, tersangka mengajak korban pindah dengan alasan kalau lokasi itu tidak tepat untuk dilakukan ritual pengangkatan barang-barang gaib.

Sebagai lokasi pengganti yang tepat, tersangka mengajak korban bergeser sekitar 30 meter ke belakang mobil menyeberangi jembatan. Di lokasi kedua ini, keempat korban disuruh duduk berjejer di atas tikar yang dibawanya. Namun, untuk korban Tria Winanda tidak mau ikut duduk karena takut dan memilih menunggu orangtua dan saudaranya di mobil.

Sebelum ritual dilakukan, tersangka mengatakan kepada korban kalau mau berhasil para korban harus diikat lebih dulu. “Ini kalau mau terangkat barang gaibnya, kaki diikat, mata ditutup,” ujarnya. Tak curiga sedikitpun, ketiga korban mau saja diikat oleh tersangka. Orang pertama yang diikat Lilik adalah Misman, sementara tersangka Rendy mengikat, Dedek Pebrianto dan menutup matanya.

Selanjutnya, oknum TNI Praka Pu mengikat kaki dan menutup mata Suliah. Korban diikat mengunakan lakban warna kuning. Begitu ketiga korban telah diikat, tersangka Lilik lalu bertanya kepada Misman. ”Mang, ini utangnya kapan dibayar, orang-orang ini udah nagih samaku semua,” kata Lilik. Saat itu, jelas Lilik, Misman membentaknya dengan nada tinggi. ”Kau asik utang-utang ajapun, nanti itu,” katanya sambil mendorong kepala tersangka.

Merasa kesal diperlakukan seperti itu, tersangka Lilik kemudian pergi menuju bak mobil dan mengambil cairan baygon yang sebelumnya telah ia persiapkan. Oleh tersangka, air mineral beracun tersebut kemudian dituang ke dalam gelas dan diberikan kepada korban. “Ini minum, jangan rasa baunya, memang beginilah dia,“ terangnya, sehingga korban mau meminum air yang telah diberi racun tersebut.

Meski telah diberi minum racun, tapi korban baik-baik saja. Tersangka kembali bertanya kepada korban kapan utangnya mau dibayar. “Mang kapan sih kira-kira bayar utangnya? Minta tolong aku,” ujar Lilik mengulang pertanyaannya kala itu. “Kaupun dari tadi asik itu-itu aja, kalau ada uangmu kau talangilah dulu,” jawab korban.

Emosi dengan jawaban korban, tersangka langsung mengambil satu batang kayu yang dibawa korban tadi dan langsung menghantamkannya ke bagian belakang kepala Misman. Setelah itu, tersangka juga memukul bagian belakang kepala Dedek Pebrianto diikuti kepala Suliah. Ulah tersangka Lilik tadi juga diikuti adiknya Rendy yang ikut memukuli ketiga korban dengan kayu menyebabkan kayu di tanganya patah jadi dua bagian. Korban Misman yang tiba-tiba sadar, berusaha bangkit.

Namun, upaya Misman melakukan perlawanan sia-sia, sebab seperti orang kesetanan, Lilik langsung mencabut senjata tajam dari pinggangnya dan membacokkannya kepada korban. Tak cuma Misman yang jadi korban tebasan parang tersangka, anak dan istri Misman yang tergeletak tadi juga dihujani bacokan. Sadisnya, aksi tersangka Lilik diikuti pula oleh Rendy dan temannya Praka Pu. Kedua orang ini juga menikami tubuh tak berdaya para korban.

Setelah tersangka Lilik yakin ketiga korban tak bernyawa lagi, ia lalu pergi menuju mobil untuk menemui korban Tria Winanda Aulia sambil mengambil pisau milik Rendy dan menyelipkanya di pinggangnya. Kepada Tria, tersangka Lilik sempat menyuruhnya untuk pergi saja dari tempat itu, namun korban tidak mau tanpa kedua orangtua dan saudaranya.

“Aku sempat suruh dia keluar dari dalam mobil dan pergi saja dari lokasi itu, tapi dia nggak mau. Katanya dia nggak mau pergi tanpa keluarganya,” urai Lilik. Karena Tria tak mau pergi, Rendy lalu menyarankan untuk membunuh korban juga seperti keluarganya. “Udah bang, kalau ada saksi susah kita,“ katanya. Curiga dengan perkataan tersangka ini, Tria pun menoleh ke arah keluarganya yang sudah terkapar. Waktu itulah secara spontan remaja belia ini menjerit.

Mendengar jeritan korban, tersangka jadi panik dan langsung menutup mulut salah seorang pelajar di SMPN Salapian ini dengan tanganya. Tak cuma itu, tersangka juga menghujami korban dengan tikaman senjata tajamnya hingga korban roboh ke tanah.

Ketika Tria terjerembab ke tanah, Praka Sa melihatnya masih hidup. Bukannya menyelamatkan, dengan teganya oknum TNI ini malah mengambil parang milik Rendy yang terjatuh di tanah dan membacok korban. Begitu juga dengan Rendy menghujani tubuh remaja ini dengan tusukan pisaunya hingga menghembuskan nafas terahir. Sewaktu tersangka menghabisi Tria, mereka mendengar suara ngorok dari salah seorang korban. Rupanya, Dedek Pebrianto berusaha bangkit dan melarikan diri. Sayang upaya Dedek sia-sia. Tersangka keburu mendatanginya dan menarik baju korban dari belakang hingga korban terjatuh dan tak bergerak lagi.

Begitu keempat korban sudah meninggal dunia, tersangka dan teman-temannya sepakat untuk membuang mayat korban. Dibantu Rendy, Praka Pu dan Praka Sa, jasad keempat korban dinaikkan ke pick up tersangka yang telah dialasi tikar milik korban. Setelah itu, jasad keempat korban langsung ditutup dengan terpal mobil milik tersangka. Tak membuang-buang waktu lalu, tersangka Lilik dan Rendy bergerak mengendarai mobil.

Sementara kedua rekannya dengan sepeda motor. Mayat para korban tadi selanjutnya dibawa ke kawasan Batang Serangan, setibanya di lokasi yang sunyi dan semak, tersangka memberhentikan mobilnya. Dibantu tersangka Rendy, Pu dan Sa, mengangkat mayat Dedek Pebrianto dan membuangnya ke jalan kanan. Sedangkan mayat Tria Winanda dibuang dibuang tak jauh dari mayat abangnya Dedek.

Berjarak sekitar 3 km dari pembuangan mayat Dedek dan Tria, tersangka kembali membuang mayat Misman ke dalam sunggai kecil. Kemudian, dari jarak 3 km pembuangan jasad Misman, pelaku kembali membuang mayat Suliah ke sungai di bawah jembatan. Usai mencampakkan mayat keempat keluarga tersebut, para pelaku kembali memutar arah kendaraanya dan kembali mengunakan jalan yang sama.

Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Rosyid Hartanto ketika ditemui di sela-sela rekonstruksi tadi mengaku kalau pihaknya sampai saat sekarang ini mengalami kesulitan menghadirkan pelaku dari oknum TNI tersebut. Sebab sampai saat ini untuk mengambil ijin lab senjata tajam yang digunakan saja belum diberikan. Bahkan, bilang Kasat, untuk persidangan yang diharapkan dilakukan koneksitas tidak terlaksana sepertinya.

“Ya memang ada kendala kita hadapi, tapi semuanya sudah kita koordinasikan. Memang pada dasarnya masyarakat mengharapkan sidang untuk kasus ini dilakukan koneksitas buat kedua oknumnya, tapi kayaknya keinginan masyarakat belum bisa diwujudkan. Itu karena sampai sekarang ini pimpinan dari oknum tersebut masih menginginkan sidang yang digelar nantinya di peradilan militer,” ujar Rosyid mengaku telah berulang kali melakukan kordinasi dengan pihak TNI baik melalui lisan maupun secara surat resmi dinas. Atas perbuatanya, para tersangka dijerat Pasal 340 subs Pasal 338 jo Pasal 55 KUHPidana.(dw/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/